Jumat, 04 Desember 2009

Syiah, Perkembangan dan Akidahnya (Sebuah Pengantar) Bag 1


Muqaddimah. 

Kalau kita ingin melakukan Riset atawa Pengkajian tentang kelompok-kolompok dan Aliran dalam Islam (firaq al Islamiyyah) sesungguhnya tidaklah terlalu begitu sulit dikarenakan sejarah kemunculan antara satu dan lainnya akan saling berhubungan dan bermuara pada satu hulu, oleh karenanya seorang pengkaji seyogianya memulai risetnya dari akar permasalahan agar bisa melihat dengan jelas hipotesa yang ia kaji dan mengambil titik terang dari permasalahan. 

Seperti yang dilakukan oleh  ulama-ulama klasik Islam kita  semisal  Imam Syahrastani ketika ia ingin memulai mengkaji sekte-sekte dalam Islam beliau memulainya dengan kejadian-kejadian besar dan perbedaan pendapat yang terjadi dikalangan Sahabat pada detik-detik kepergian dan pasca mangkatnya Nabi Muhammad Saw. Setidaknya beliau mencatat kurang lebih ada sekitar sepuluh kejadian penting dan bersejarah yang terjadi  pada akhir-akhir kepergian Rasul dan pasca kematiannya Saw di dalam bukunya.

Diantaranya adalah khilaf yang terjadi di kalangan Sahabat tentang berita kematian Nabi Saw. Sebagian Sahabat beranggapan seperti Umar bin Khattab  Ra. bahwa Nabi Saw. tidak meninggal dunia akan tetapi beliau diangkat oleh Allah kelangit sebagimana Allah mengangkat  Nabi isa As.  Kemudian khilaf yang terjadi selanjutnya adalah dimanakah Ra sulullah Saw di kubur, sebagian Sahabat dari kalangan Muhajirin menginginkan beliau dikubur di mekkah karena disanalah beliau dilahirkan dan juga tempat keluarga beliau berkumpul, akan tetapi panduduk madinah atau kaum Anshar lebih menginginkan beliau di kubur di madinah karena dimadinahlah tempat beliau berhijrah, ada juga sebagian kelompok menginginkan agar beliau di kubur di baitul maqdis, menurut mereka bahwa disanalah kebanyakan para Nabi-Nabi di kuburkan. Setelah mereka menyelesaikan permasalahan ini kemudian timbul pebedaan selanjutnya, siapakah yang menjadi pengganti Rasulullah Saw. sebagai Amirul Mukminin dan yang akan mengurus ummat Islam. Maka dalam hal ini kaum Muhajirin dan Anshar  sekAli lagi berbeda pendapat  kaum Ansharpun mengatakan kepada Muhajirin minna amir wa minkum amir[1].

Dan puncak dari khilaf dan fitnah terjadi pasca terbunuhnya Amirul Mukminin Utsman Ra. Dan itu berlangsung hingga diangkatnya Imam Ali Ra sebagai khalifah kaum muslimin yang ke empat, dipriode Amirul Mukminin Ali Ra  (setelah kaum muslimin sepakat mengangkat beliau ) ummul Mukminin Aisyah Ra begitu pula Talhah dan Zubair  Radiyallahu Anmhum meminta kepada Amirul Mukminin untuk memeja hijaukan pembunuh Utsman Ra, akan tetapi Amirul mukmin Ali Ra melihat belum waktunya untuk mengeksekusi pembunuh Utsman Ra disebabkan banyaknya fitnah yang terjadi di kalangan kaum muslimin pada waktu itu.[2] Hingga akhirnya kemudian terjadilah peperang amirul mukminin versus ummul mukmininyang disebut pertempuran Jamal, disebut perang Jamal karena Aisyah menggunakan Unta ketika peperangan. Setelah  masalah Amirul Mukminin dan Aisyah selesai, karena penghormatan amirul mukminin terhadap pujaan hati rasulullah ibu kaum musliminpun di pulangkan ke Mekkah namun timbul masalah baru di negri Syam salah seorang Sahabat Nabi menolak untuk membaiat Imam Ali Ra sebelum kasus pembunuh sepupunya Usman Ra di selesaikan akhirnya karena tidak terjadi kesepakatan dan racun fitnah semakin mejalar akhirnya Imam Ali Ra melakukan penyergapan terhadap Muawiyah Ra dan terjadilah kontak senjata dan perang saudara yang perang ini lebih di kenal dengan perang Siffin, pada waktu perang sedang berkecamuk salah satu dari mereka mengangkat kalam tuhan di ujung tombak, dalam artian mereka menginginkan tahkim dengan Al Quran dan Imam Ali Ra setuju maka terjadilah tahkim antara Muawiyah dan Imam Ali Radiyallahu Anmhuma, akan tetapi tahkim dengan kelompok bughat ini tidaklah diterima oleh jumhur kelompok  Ali Ra akhirnya kelompok Imam Ali terbagi menjadi dua bagian, kelompok yang menolak tahkim dan akhirnya keluar dari barisan Imam Ali mereka ini disebut dengan Al Hururiyyah  atawa lebih dikenal dengan Khawarij sementara yang tetap bersama dengan Imam Ali di sebut dengan Syiah.

 

1.    Syiah, Riwayat kemunculan dan perkembangannya

 

A.    A.Sejarah munculnya sekte Syiah.

 

Para pengkaji sejarah Islam berbeda pandangan tentang asal usul Aliran ini dalam hal ini setidaknya ada lima pendapat yang dianggap masyhur mengenai asal usul kelompok ini.

 

Pendapat yang pertama : pendapat ini datangnya tidak sedikit dari kelompok Syiah, mereka beanggapan bahwa kemunculan Syiah telah ada pada priode Rasulullah Saw masih hidup bahkan mereka mengira bahwa Rasulullahlah yang mengproklamirkan Aliran ini kepada kaum muslimin. Hasan Al Sirazi mengatakan bahwa Islam adalah Syiah dan Syiah adalah Islam, kemudian ia menabahkan Islam dan Syiah adalah dua nama yang sama dan hakikatnya adalah satu yang diturunkan oleh Allah dan di sebarluaskan oleh Rasulullah Saw.

Pendapat yang kedua : pendapat yang mengklaim bahwa kemunculan Syiah padawaktu perang Jamal ketika pasukan Imam Ali ra berhadapan dengan pasukan talhah dan zubair Radiyallahu Anmhuma. Ibnu Nadim mengatakan bahwa orang-orang yang bersama dengan Amirul Mukminin Ali ra dan pengikutnya disebut nama Syiah pada waktu itu.

Pendapat yang ketiga : mengatakan bahwa kemunculan Syiah berawal pada perang Siffin, dimana Imam Ali ra menerima untuk bertahkim yang pada akhirnya sebagian pasukan Imam Ali Ra menolak tahkim tersebut dan merekapun disebut Khawarij dan yang tetap bersama dengan Khalifah disebut dengan Syiah. Pendapat ini di aminkan oleh sebagian ulama Syiah seperti Khawansari, Abu Hamzah dan Abu hatim begitu pula dikalangan sunni seperti Ibnu Hazam dan Ahmad Amin.

Pendapat yang keempat : pendapat ini melihat bahwa kemunculan Syiah berawal setelah terbunuhnya Imam Husain, pendapat ini di lontarkan salah seorang pemikir Syiah Kamil Mustofa Asyibi.

Pendapat yang kelima : pendapat ini melihat bahwa kemunculan Syiah sudah  mulai ada pada akhir masa kepemerintahan Amirul Mukminin Utsman Ra dan terus ber thatawwur dan menjadi kuat dizaman Ali Ra[3].

Dari kelima pendapat ini pendapat yang kami sebutkan tadi pendapat yang dipandang masyhur dikalangan sejarawan adalah pendapat yang ke tiga bahwa kemunculan sekte ini dimulai setelah padawaktu peperangan siffin dan berlanjut hingga ke peperangan Nahrwan dan setelah itu pemikiran dari kelompok pendukung Ali semakin berevolusi sedikit demi sedikit.

 

B.    B. Marhalah perkembangan pemikiran Syiah.

 

Pengikut Imam Ali Ra dalam hal ini Syiah pada masa masa pemerintahnnya atawa pasca fitnah sebagian besarnya tidaklah seperti Syiah yang datang setelahnya, pemahaman Syiah di awal masa pemerintahan beliau hanyalah sekedar nama dan pengikut Imam Ali yang pemahaman mereka tak jauh berbeda dengan para Sahabat yang lain, dan kebanyakan para Sahabat dan Tabiin mereka sepakat melihat bahwa Imam Ali  memang berhak untuk menjadi Khalifah setelah Utsman daripada Muawiyah dan semua manusiapun pada waktu itu ijma’ untuk mengangkat Imam Ali menjadi Khalifah. hatta Muawiyah Ra sendiri pun mengatakan dan mengakui bahwa yang berhak menjadi Khalifah setelah ustman adalah Ali Ra[4].  Oleh karenanya Syiah pada mula –mulanya adalah para pengikut Imam Ali yang se-ide dengan beliau yang berpemahaman kepada Al Quran dan Assunnah yang tidak pernah mengkafirkan Sahabat Sahabat yang lain, bahkan beliau menindak keras bagi siapa yang merendahkan dan menghina Sahabat yang lain. Olehkarenanya Syiah di marhalah ini merupakan fase mu’tadilin yang dimana tokoh-tokohnya semisal Abu Aswad Addauli,Abu Said Yahya Bin Ya’mar, Salim Bin Abi Hafsah, Abdul Ar Razik salah seorang penulis hadits, Ibnu Saqit, dan Harits Bin Qays salah seorang  Sahabat dan murid Abdullah bin Masud Ra. Yang kesemua nya ini Berpijak kepada Masdarain Al Quran dan As Sunnah..

Disisi lain ada juga kelompok-kelompok Syiah kecil yang ingin mencoba melakukan revolusi pemikiran kaum Syiah Mutadilin dengan melakukan intrepretasi yang salah terhadap kejadian yang terjadi, Ibnu Khaldun mengatakan kaum syiah membuat riwayat-riwayat yang palsu dan menafsirkannya dengan intrepretasi yang sesat[5]. maka muncullah gerakan-gerakan seperti As Sabaiyyah yang di pelopori oleh Abdullah bin Saba’ yang mencoba membangkitkan rasa ghulu kepada Imam Ali dan menghina para Sahabat bahkan mengkafirkan mereka kecuali segelintir dari mereka seperti Salman Alfarisi, Abu Zar, Miqdad, Ammar Bin Yasir dan Huzifah. Dan juga mereka mengangkat kisah gadhir khum dan mengkafirkan orang-orang yang hadir disana dan mereka menuduh bahwa mereka telah murtad dikarenakan tidak menjalankan wasiat dari Rasulullah Saw, dan puncaknya mereka mengangkat Ali sebagai tuhan[6].

            Pada mulanya gerakan ini sempat di kecam oleh imam Ali Ra. kemudian para tokohnya seperti Abdullah bin Saba ditangkap lalu kemudian disuruh untuk bertaubat kemudian ia enggan untuk bertaubat maka Imam Ali Ra pun membakarnya. Kisah inipun dibenarkan oleh ulama-ulama Syiah seperti dalam kitab al kafi[7] oleh Al Qulaini,jilid 1/545, Ilal Asyarai’ oleh Asaduq, Al Khisal hal 638, At Tusi dalam tahzib alahkam jilid2/322. Dan masih banyak lagi buku-buku dari kalangan Syiah yang membenarkan kisah ini.[8] Dalam riwayat lain di sebutkan bahwa Imam Ali tidak membakar Abdullah bin Saba’ hanya memerintahkan ia untuk bertobat. Ada juga riwayat berkata bahwa pengikraran Abdullah bin Saba tentang uluhiyah Imam Ali bukan pada waktu  Imam Ali hidup tetapi setelah Imam Ali meninggal[9].

Sekalipun riwayat ini masih simpang siur akan tetapi para ulama sepakat bahwa tokoh Abdullah bin Saba yang memulai fitnah dikalangan pengikut Ali Ra bukanlah tokoh fiktif sebagai mana yang di dengung-dengungkan oleh orientalis dan sebagian ummat Islam termasuk syiah. Abdullah Bin Saba adalah tokoh nyata dan dia adalah tokoh yahudi yang sengaja masuk Islam dan menyebarkan banyak fitnah dikalangan ummat Islam[10].  


[1] Lihat milal wa nihal, jilid 1 hal: 31 oleh abi al fattah bin abdul karim asyharastani.

[2] Hukbatu minattarikh hal :117 oleh Utsman bin muhammad al khamis.

[3] Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 132. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar

[4] Hukbatu minattarikh hal :119 oleh Utsman bin muhammad al khamis.

[5] Al firaq al kalamiyyah al Islamiyyah madkhal wa dirasah, hal138 oleh DR Ali abdul Fattah

[6] Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 132. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar

[7] Al kafi adalah buku hadits terpercaya di kalangan Syiah kedudukan al kafi setingkat dengan sahih bukhari di kalangan sunni.

[8] Lihat ma’a itsna asyariyyah fi al suhul wal furu’, hal 14 oleh prof Dr ahmad as salus.

[9] Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 143. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar

[10] ma’a itsna asyariyyah fi al suhul wal furu’, hal 13 oleh prof Dr ahmad as salus

0 komentar:

Posting Komentar