tag:blogger.com,1999:blog-44645260160048633902024-02-21T04:08:25.370-08:00!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-76143278701672445012010-02-17T23:55:00.000-08:002010-06-06T02:07:19.891-07:00HASAN & HUSAIN Vol 2<p><strong>Husain Radiyallahu Taala Anhu</strong><strong><br /></strong></p><strong></strong>A. Pendahuluan<br />Husain bin Ali Radiyallahu anhuma adalah salah satu cucu Rasulullah saw yang sangat di cintainya kecintaan beliau sama dengan kecintaannya terhadap kakaknya Hasan, oleh karenannya banyak dari hadits yang datangnya dari nabi saw menjelaskan tentang keutamaan Hasan selalu digandeng dengan keutamaan Husain Radiyallahu Anhuma, sebagai mana yang telah kami sebutkan diatas tentang keutamaan Hasan seperti rasululllah sangat mencintai beliau, di bagian lain Hasan dan Husain adalah sayyid assyabab fil jannah dan masih banyak hadits yang menjelaskan keutamaan beliau. Hasan Radiyallahu Taala Anhu sebagai mana yang di yakini oleh orang syiah merupakan khalifah ke tiga setelah imam Ali radiyallahu anhu, imam Hasan radiyallahu anhu terus setelahnya imam Husain bin Ali radiyallahu anhu. Akan tetapi kita sebagai ahli sunnah meyakini bahwa beliau bukanlah kalifah akan tetapi <span class="fullpost">merupakan sahabat Rasulullah dan juga ahlul baitnya yang wajib kita hormati dan kita sayangi beliau meninggal dalam keadaan terzdalimi kita memohon agar allah memberikan beliau tempat yang tenang amin.<br /><br />B. Kemuliaan Husain bin Ali radiyallahu taala anhuma<br />Di riwayatkan Tatkala abdullah bin amru bin a'sh radiyallahu anhu duduk di samping ka'bah bersama sekumpulan orang tiba tiba lewatlah Husain radiyallahu anhu berkata abdullah bin amru " apakah kalian tahu orang yang penduduk bumi sampai kelangit mencintainya sampai hari ini ? mereka berkata " tidak," lalu di a berkata ini ….dan beliau berisyarat kepada Husain radiyallahu anhu, daintara mereka ada dari kalangan a'rabiy yang berkata : celakahlah dia dari penduduk bumi, mereka bertanya " kenapa? Dia berkata : karena tempatnya di langit. Hamid Ahmad Tahir mengomentari riwayat ini dia berkata demikianlah kedudukan Husain di mata ummat pada waktu itu mereka mengumpamakan dia seperti seorang yang tak ada tempat lagi baginya di dunia ini lantaran kemuliaannya radiyallahu taala anhu.<br />Husain Radiyallahu Taala Anhu di lahirkan di madinah al munawwarah pada seperlima malam di bulan sya'ban tahun keempat hijriyah, Ibnu Asakir meriwayatkan dengan isnadnya sendiri dari jalan Abi Abdullah bin Mandah dia berkata Husain bin Ali bin abi thalib abu abdullah al hasyimiy ibnu rasulillah , dilahirkan pada seperlima malam dibulan sya'ban tahun ke empat hijriyah<br /><br />C. Qunniyah beliau Radiyallahu Taala Anhu<br />Diriwayatkan oleh imam Muslim didalam ( al kunny wal asma') dari jalan maki bin abdan dia berkata : aku mendengar Muslim bin hujjaj berkata : Abu abdullah al Husain bin Ali bin abi thalib radiyallahu anhuma – dan dia mempunyai riwayat dari Rasulullah.<br /><br />D. Wafatnya Husain bin Ali radiyallahu taala anhuma.<br />Sebelum saya menyebutkan kronologi kejadian yang terjadi di karbala' perlu di ketahui bahwa kaum syiah utamanya Istna' asariah sering mengangkat angkat permasalahan penderitaan ahlul bait di karbala ini bahkan sampai sekarang ini mereka masih merayakan hari karbala' yaitu hari dimana kematian Husain bin Ali radiyallahu anhuma. pada bulan muharram dengan berbagai cara ada yang memukul wajah mereka dan badan mereka dan meratap ratap dan melaknat semua yang terlibat di dalam masaalah karbala' karena ini merupakan salah satu masalah yang cukup besar dalam firqah syiah, akan tetapi sangat di sayangkan di masa sekarang masih banyak dari kalangan kaum muslimin tidak mengetahui kronologi kejadiannya seperti apa?<br /><br /><br />Awal mula sebelum kejadian Karbala'<br />Tatkala muawiyyah radiyallahu anhu mendekati ajalnya beliau meminta anaknya untuk menggantikan posisinya sebagai khalifah, pada awalnya wasiat muawiyyah ini tidak di dengarkan langsung oleh Yazid akan tetapi Muawiyah radiyallahu anhu menitip wasiat ini kepada utusan agar Ubaidah bin ziyad membaiat anaknya Yazid bin Muawiyah.<br />Selain wasiat untuk menggantikannya sebagai raja ada hal terpenting di dalam wasiatnya tersebut diantaranya adalah Muawiyah berkata " bahwa sungguh tak menakutkan bagiku tentang urusan ini kecuali empat orang dari quraisy : yang pertama Husain bin Ali, yang kedua abdullah bin Umar, yang ketiga abdullah bin zubair yang keempat abdurrahman bin abi bakar<br />Kemudian beliau mengatakan tatkala sakit Muawiyah sudah semakin parah pada waktu itu Yazid lagi tidak berada di sampingnya, kemudian dia memanggil Addahak bin qeiys al fahri dan muslim bin aqbah almari'iy, lalu ia berwasiat kepada keduanya, dia berkata " sampaikan kepada Yazid wasiatku ini : lihatlah ahlu hijaz mereka telah hancur, maka muliakanlah orang yang datang kepadamu dari mereka, dan saling berjanjilah kepada yang tidak ada …………dan seterusnya! Setelah ia menyampaikan wasiatnya iapun meninggal di tahun itu.<br /><br />Baiat Yazid bin Muawiyah<br />Sebagai mana telah kami sebutkan diatas bahwa Yazid bin Muawiyah tidak melihat ayahnya sakit parah dan meninggal, tatkala ia mendengar berita ayahnya telah meninggal diapun datang dan kedatangannyapun terlambat karena Muawiyah telah di kuburkan. Setelah penguburan iapun di baiat sebagimana wasiat ayahnya dan umur Yazid pada waktu itu sebulan tiga puluh dua tahun, maka dia pun melantik Ubaidillah bin Ziyad di Bashrah, Nu'man ibnu basyir di Kufah, Amru bin said bin ash di Mekkah, Al walid bin abi sofyan di Madinah, akan tetapi Yazid bin Muawiyah masih belum tenang selama keempat orang yang di sebutkan oleh ayahnya tersebut membaiatnya, maka pada waktu itu Yazid mengirim surat ke wAlid bin Atabah, diantara isi suratnya itu : " ammaba'du, maka ambillah hai walid baiat dari Husain bin Ali dan abdullah bin Umar dan abdullah bin zubair. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Yazid memerintahkan walid mengambil baiat ke Husain dengan lemah lembut, lalu tiba tiba datanglah marwan bin hakam dan berkata kepada walid : utuslah kepada mereka dan serulah ia untuk berbaiat, kalau tidak maka tebaslah lehernya. Walid pun berkata : subhanallah aku membunuh Husain bin Ali? Dan abdullah bin Zubair maka berkata marwan : dia… seperti apa yang kukatakan kepadamu. <br />Syaikh Irfan di dalam bukunya menyebutkan bahwa Yazid mengirim walid ke marwan, dan berkonsultasi kepadanya , walid pun berkata : bagai mana pendapatmu sekarang apa yang akan aku perbuat? Dia berkata : dalam pandanganku utuslah sekarang kepada mereka utusan untuk menyeru kepada mereka agar berbaiat , apabila mereka melakukannya( berbaiat) maka terimahlah dia dan apabila mereka menolak maka tebaslah lehernya sebelum mereka mendengar kematian Muawiyah, apabila mereka telah mengetahuinya maka mereka akan memasang strategi dan menentang Yazid kemudian memploklamirkan kekhalifaan, kecuali abdullah bin Umar maka janganlah engkau membunuhnya karena dia tidak berambisi untuk menjadi khalifah. . lalu walid pun memerintahkan abdullah bin amru bin utsman untuk memanggil Husain dan ibnu zubair untuk menghadap ke amir, sebelum mereka pergi ke walid abdullah bin zubair radiyallahu anhu bertanya kepada Husain Radiyallahu Taala Anhu mengapa mereka di panggil. Hasan pun menjawab : aku menyangka kesewena wenangan telah hancur, dan kita di utus untuk berbaiat sebelum khabar tersiar dan tersebar. Ibnu zubair berkata apa yang akan engkau lakukan, beliau berkata datangkanlah ahlu baitku sekarang dan aku akan datang bersama mereka, berkata zubair : yang aku takutkan adalah apabila engkau masuk kepada mereka. akan tetapi Husain pun tetap berkeras untuk mendatangkan ahlul baitnya karena dengan itu hatinya menjadi lebih tenang<br />Husain pun berangkat bersama ahlul baitnya lalu berkata kepada mereka : apabila aku memanggilmu atau suraku meninggi maka masuklah ke dalam, tapi apabila engkau tidak mendengarkan aba aba maka janganlah engkau bergerak, Hasan masuk kedalam ruangan walid dan memberi salam kemudian duduk , dan walid membacakan tulisan, dan mengumumkan kematian Muawiyah, dan memerintahkan untuk berbaiat kepada Yazid bin Muawiyah, Husainpun berkata :<br /><br />ان لله وان اليه راجعون<br />Semoga allah merahmati Muawiyah dan memberikan kepadamu pahala yang agung. Dan adapun pemabaitan maka aku tak akan berbaiat secara sembunyi sembunyi, dan aku melihat engkau tidak akan menerima apabila aku berbaiat secara sembunyi sembunyi sampai aku memperlihatkan baiatku kepada orang banyak. Walid berkata tentu. <br />pada waktu itu sebenarnya ada beberapa calon yang bisa menjadi khilafah.<br />Yang pertama : Husain bin Ali dan ahlu baitnya.<br />Yang ke dua : bani umayyah dari furu' sofyan mereka itu diantaranya Muawiyah dan anak anaknya<br />Yang ke tiga bani umayyah dari furu' marwan<br />Yang ke empat abdullah bin zubair.<br />Akan tetapi dari kalangan bani umayyah ambisi kekhalifaannya lebih tinggi maka ia bersegera menyuruh berbaiat orang orang yang mengancam kedudukannya tersebut.<br /><br />Syahidnya Husain Radiyallahu Taala Anhu .<br />Setelah pengangkatan Yazid bin Muawiyah. Husain beserta keluarganya pindah ke mekkah, setelah menetap berapa lama disana ( sekitar empat bulan ) , kemudian datanglah sebuah surat dari kufah yang mengatasnamakan dirinya sebagai pembela ahlul bait meminta agar Husain radiyallahu anhu menginggalkan mekkah dan berhijrah ke kufah dan menjadi pemimpin mereka di sana, dan poin penting yang dapat dipetik dari surat tersebut bahwa warga kufah menunggu kedatangan Husain radiyallahu anhu dan meminta beliau menjadi imam mereka. Akhirnya Husain radiyallahu anhu berangkat ke kufah bersama keluarganya pada tahun enam puluh hijriyah , sebenarnya keberangkatan beliau ke kufah tidak mendapat respon yang baik dari sahabat sahabat nabi banyak diantara mereka yang melarang untuk berangkat kesana di karenakan penduduk kufah telah menghianati imam Ali radiyallahu anhu dan mereka takut hal ini terjadi pada diri Husain radiyallahu anhu, di ceritakan bahwa muhammad bin Ali bin abdul muthalib yang lebih dikenal dengan muhammad bin hanafiyyah berkata kepada saudaranya Husain " wahai saudaraku engkau telah mengetahui bahwa penduduk kufah telah berhianat kepada ayahmu dan juga saudaramu, dan aku takut kejadian ini menimpamu sebagaimana pendahulumu. pada tahun Enampuluh satu di bulan Muharram Husain radiyallahu anhu sampai ke tanah karbala' , tatkala beliau sampai disana Husain bertanya apa nama daerah ini, maka di katakan kepada beliau bahwa daerah ini adalah daerah karbala', lalu diapun berkata<br />اللهم انى اعوذ بك من الكرب والبلاء<br />Hasan Radiyallahu Anhu tidak tahu kalau daerah yang di datanginya itu akan menjadi saksi akhir hidupnya beserta keluarganya, telah menjadi mutawatir di kalangan muarrikhin syiah maupun sunni bahwa daerah karbala' adalah tempat Hasan radiyallahuanhu menghembuskan nafasnya yang terakhir di sebabkan penghianatan yang dilakukan oleh pengikutnya sendiri. berkata Abdullah bin abdurrahman bahwa sesungguhnya pengikut Husain radiyallahu anhu merekalah yang menyeru untuk menolongnya dan mereka pulalah yang membunuhnya berkata Kadzim al ihsaiy annajafi bahwa tentara Kufah yang keluar memerangi Husain bin Ali sekitar tiga ratus ribu pasukan, semuanya dari penduduk Kufah bukan dari penduduk syam, bukan pula dari hijaz, bukan india,bukan pakistan, bukan sudan, bukan mesir, bukan afrika, akan tetapi semuanya dari penduduk kufah berkata syaikh syiah Baqiy Syarif Al qursy " penduduk kufah telah melupakan surat yang mereka kirimkan kepada imam ( Husain radiyallahu anhu) dan baiat mereka ke padanya<br />Diceritakan bahwa sebelum assyahid Husain bin Ali radiyallahu anhuma di bunuh secara dzalim , para keluarga dan pengikut beliau telah dibantai terlebih dahulu. Dan yang tersisa pada waktu itu hanyalah Husain radiyallahu anhu mereka membiarkan Husain radiyallahu anhu tersiksa dan kehausan, karena hausnya tak tertahankan lagi iapun radiyallahu anhu maju untuk minum , tatkala Hushain bin tamim melihat hal tersebut iapun langsung mengambil panahnya dan memanah beliau dan tertancap pas dimulut Husain radiyallahu anhu, pada waktu itu mengalirlah darah dari mulut beliau dan bersumburan kelangit, lalu ia mendekatinya dan berjalan dengan sombongnya ia pun berkata : apa yang kau tunggu dari orang ini??!, bunuhlah ia . maka Zarah bin Syarik menghantamkan pedangnya di pundak Hasan, dan yang lainnys menghantam bahunya, kemudian Sanan bin Anas mengambil Husain lalu munusuknya dengan tombak kemudian Husain pun tersungkur jatuh kemudian diapun menggorok kepala Husain radiyallahu anhu dan kemudian ia menyerahkannya ke khuwaili bin Yazid al ashbahi<br /><br /><br /></span>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-64778915186488802482010-02-14T01:45:00.000-08:002010-06-06T02:10:51.118-07:00HASAN & HUSAIN Sebelum saya membahas secara panjang lebar tentang kedua cucu Rasulullah ini, saya ingin menyampaikan bahwa pembahasan tentang kedua syuhada ini sebetulnya ada dua poin yang cukup besar yang perlu kita diskusikan bersama. yang pertama tentang penyerahan kekhalifaan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah radiyallahu taala anhum, dan yang kedua tentang kematian Hasan bin Ali radiyallahu taala anhuma di karbala. dan di makalah saya sengaja saya tidak mencantumkan syubhat syubhat di seputar ke khalifaan siapakah yang lebih berhak setelah Rasulullah saw karena sepengetahuan penulis syubhat yang di lontarkan oleh orang orang utamanya kaum Arrafidah, telah di bahas oleh teman teman pada pertemuan yang lalu yaitu di sekitar pengangkatan ke khalifaan dan disini penulis lebih menitik beratkan di seputar penyerahan kekhalifaan pada muawiyah dan kemaatian husain yang selama ini masih pudar . Dan saya memomohon moga moga amal usahaku ini menjadi penambah amalanku nanti di hari kiamat. Insya allah amin
<br />
<br />Pembahasan Pertama
<br />Khalifah Hasan bin Ali Radiallahu Taala Anhu
<br />
<br />A. Pendahuluan
<br />Beliau adalah Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abdul MuthAlib bin Hasyim bin abdul Manaf Al hasyimiy Al quraysiy, Al madani Assyahid . beliau adalah cucu dari Rasulullah Saw dan beliau juga sayyid bagi para syabab disyurga dan dia merupakan keturunan dari rahim yang suci dari putri junjungan alam Fatimah Azzahra', dan ayah dari Amirulmu'minin Ali bin abi Thallib radhiyallahu taala anhu dan cucu laki laki dari ummul mu'minin Khadijah dan salah satu dari lima Al khulafa' arrasyidin
<br />Beliau di lahirkan pada bulan Ramadhan tahun ketiga hijriyah, dalam riwayat yang lain beliau dilahirkan pada bulan sya'ban, dalam riwayat yang lain pada bulan setelahnya. Berkata imam Laits bin Saad : Fatimah binti Rasulullah bersAlin pada bulan rhamadan tahun ketiga hijriyah dan Husain dilahirkan pada bulan sya'ban tahun ke empat hijriyah , Al barqi Ahmad bin Abdullah bin Abdul Rahim mengatakan bahwa Hasan radhiyallahu taala anhu dilahirkan pada pertengahan bulan ramadhan tahun ketiga hijriyah senada juga dikatakan oleh Ibnu Said dalam Thabakatnya masih banyak lagi riwayat yang lain menjelaskan tentang kelahiran beliau. tapi riwayat yang benar adalah bahwa imam Hasan radiyyallahu taala anhu di lahirkan pada bulan Ramadhan pada tahun ketiga di bulan Ramadhan dan inilah pandapat yang di pilih oleh Dr Asshalaby
<br />
<br />Mengapa disebut dengan Hasan ?
<br />Dikeluarkan oleh Ibnu Sa'di dari Imran bin Sulaiman dia berkata : Hasan dan Husain dua nama dari nama ahli surga, dan bangsa Arab Jahiliyah tak pernah memakai nama tersebut . Berkata abu Ahmad Alaskary: nama tersebut tak pernah di kenal di masa jahiliyyah .Berkata al Mufaddhal Allah Swt menyembunyikan nama Hasan dan Husain sampai nabi saw menamakan cucunya dengan nama tersebut .
<br /> Pada awalnya imam Ali Radiyallahu Taala Anhu tidak menamai anaknya dengan nama Hasan begitu pula Husain tetapi rasul sendirilah yang langsung memberikan nama tersebut, ini sebagaimana di riwayatkan oleh imam ahmad rahimahullaah dalam musnadnya dari imam Ali radiyallahu anhu dia berkata: Tatkala Hasan lahir maka aku menamainya dengan hamzah, dan tatkala Husain di lahirkan maka dinamai dengan nama pamannya ja'far. Kemudian beliau berkata : Rasulullah memanggilku dan bersabda kepadaku ” aku memerintahkan untuk mengganti nama kedunya" maka aku berkata allah dan rasulnya lebih mengetahui
<br />senada dengan riwayat Imam Tabrani dan jalan Abdullah bin Aqil dari Muhammad bin Ali dari Ali radiyallahu anhu bahwa beliau menamai anak sulungnya dengan Hamzah, dan menamai Husain dengan ja'far dengan nama pamannya, lalu rasullulah menamai keduanya dengan Hasan dan Husain
<br />Dalam riwayat lain Imam Ahmad didalam musnadnya dan Imam Bukhari dalam kitabnya ( adabul mufrad ) dan selainnya dari jalan Hani bin Hani dari Ali radiyalahu anhu beliau berkata tatkala Hasan lahir maka aku menamainya dengan Hurban dan Rasulullah datang dan berkata" berikan kepadaku anakku, dengan apa kau menamainya? Maka aku berkata Hurban, nabi berkata" tidak namanya adalah Hasan". Tatkala Husain lahir maka akupun menamainya dengan Hurban dan Rasulullah datang dan berkata" berikan kepadaku anakku, dengan apa kau menamainya?" Maka aku berkata Hurban, nabi berkata tidak namanya adalah Husain.
<br />Tatkala lahir yang ketiga maka akupun menamainya dengan Hurban dan Rasulullah datang dan berkata" berikan kepadaku anakku, dengan apa kau menamainya?" Maka aku berkata Hurban, nabi berkata tidak namanya adalah Muhsin kemudian beliau berkata : "aku menamai mereka dengan nama anak harun , Syabbar,Syabiyr,Musyabbir.
<br />
<br />B. Keutamaan Hasan bin Ali Radiyalahu Taala Anhu
<br />Dikatakan oleh Dr Ila' Al bakar dalam bukunya Aqidah Ahlussunnah Wal Jamaah Fi Shahabati Wa Ahlul Bait : bahwa kedudukan Hasan bin Ali Radiyallahu anhuma termulia dari kalangan ahlu bait,dan posisi beliau di kalangan ahli sunnah adalah sebagai penolong dan seluruh penghormatan dan kecintaan ada pada diri beliau, dan beliau merupakan khalifah yang kelima setelah abu Bakar, Umar, utsman, Ali radiyallahu ta'ala a'nhum, yang telah menyelamatkan dan mentranfusikan darah kaum muslimin hingga perang dan fitnah pun meredah yang akhirnya beliau rela melepaskan kekhalifaannya dan memberikan kepada Muawiyah radiyallahu taala anhu. sungguh benar apa yang di sabdakan oleh Rasulullah dan diramalkannya bahwa Hasan Radiallahu Taala Anhu akan menjadi penyatu dari dua kelompok kaum muslimin. Sebagai mana sabda beliau yang di riwayatkan oleh imam Bukhari rahimahulah dari abu Bakar radiyallahu ta'ala anhu beliau berkata aku mendengar Rasulullah saw tatkala beliau berada diatas mimbar dan Hasan berada disampingnya, kemudian beliau melihat ke manusia sekali dan ke Hasan sekali kemudian beliau bersabda " sesungguhnya anakku ini merupakan sayyid, dan semoga allah( menjadikan dia) pengishlah antara dua kelompok dari kalangan muslimin.
<br />Dan dikeluarkan oleh abu nu'aim di dalam bukunya ( al hilya) dari abu Bakar radiyallahu anhu beliau berkata bahwa Rasulullah pada suatu hari shalat bersama kami lalu Hasan datang dan dia dalam keadaan sujud, dan pada waktu itu Hasan masih kecil kemudian duduk dipundak beliau dan diatas lehernya kemudian beliau mengangkatnya dengan angkatan yang sangat lembut, tatkala shalat telah selesai sahabat lalu berkata kepada beliau, wahai Rasulullah engkau melakukan suatu perbuatan yang tak pernah engkau lakukan terhadap seorangpun, lalu nabipun berkata
<br />)ان هذا ريحناتي و ان هذا ابني سيد وحسبي ان يصلح الله تعالىبه بين فئتين من المسلمين)
<br />Dalam riwayat lain dikeluarkan oleh Bukhari dari ibnu Umar radiyallahu anhuma beliau berkata nabi saw bersabda :
<br />هما ريحناتاي من الدنيا
<br />Maksudnya Hasan dan Husain
<br />Dan dikeluarkan oleh Atturmudzi dan Hakim dari Said Al Khudri Radiyallahu Anhu dia berkata Rasulullah saw bersabda, "Hasan dan Husain adalah pemimpin para syabab ahli surga"
<br />Dan karena dia adalah termasuk dari daging beliau maka mencintainya sama halnya mencintai Rasulullah, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Assyaikhani dari Al Barra' Radiyalahu Anhu dia berkata : aku melihat Rasulullah saw dan Hasan berada di pundaknya kemudian Rasulullah berkata : ya allah sungguh aku sangat mencintainya maka cintailah dia"
<br />Dan di keluarkan oleh Atturmudzi dari Anas bin malik radiyallahu anhu dia berkata Rasulullah pernah ditanya siapakah ahlul bait yang sangat dia cintai beliau berkata Hasan dan Husain
<br />Dan diantara keutamaan beliau juga adalah keduanya mirip dengan Rasulullah maka tak heran banyak para sahabat yang apabila melihat Hasan maka dia teringat akan Rasulullah contohnya sahabat abu Bakar tatkala melihat Hasan dia mengatakan bahwa dia lebih mirip dengan Rasulullah daripada ayahnya Ali bin abi thalib dan Ali pun tertawa. Diriwayatkan dari Hani bin Hani dari Ali bin abi thalib beliau berkata bahwa Hasan bin Ali menyerupai Rasulullah dari antara dada sampai kekepala dan Husain menyerupai Rasulullah dari antara dada sampai kebawah. Akan tetapi hadits ini sanadnya dhaif tapi dari jalur lain yang di riwayatkan oleh ibnu asakir dalam tarikhnya dari jalan hani bin hani dari Ali bin abi thalib dengan hadits yang sama dan juga di riwayatkan oleh Atturmudzi beliau mengatakan haditsnya Hasan shahih gharib . dan didalam Tarikh hulafa' imam Suyuti menyebutkan bahwa telah di riwayatkan dari Bukhari dari anas bin malik radiallahu anhu dia berkata " bahwa tak ada satupun yang menyerupai Rasulullah kecuali Hasan bin Ali dan masih banyak lagi hadits yang tak terhitung jumlahnya yang menyebutkan kemuliyaan cucu Rasulullah ini.
<br />Oleh karena itu di dalam buku Alu Bait Ahfadi Nabi menyebutkan beberapa keistimewaan yang di miliki oleh Hasan bin Ali dan kami akan menyebutklan secara ringkas disini yang pertama bahwa beliau adalah dari ahlul bait Rasulullah dan keduanya di cintai oleh allah dan rasulnya dan diapun mencintai allah dan rasulnya . kedua bahwa keduanya adalah penduduk syurga dan diharamkan atasnya neraka. Ketiga nabi saw memuliakan keduanya ke empat keduanya adalah cucu Rasulullah.
<br />
<br />Kekhalifaan Hasan bin Ali Radiyallahu taala anhuma
<br />Para muarrikhin telah sepakat bahwa pengangkatan Hasan bin Ali bin Abi thAlib radiyallahu taala anhuma setelah imam Ali Radiyallahu Taala Anhu di tikam oleh Abdurrahman ibnu muljam Al muradiy. tatkala jenazah beliau di shalatkan dan di kebumikan di daerah Dar al imarah di Kufah sebagai mana pendapat yang shahih lalu tiba tiba datanglah Qweis bin Saad bin Ubadah membaiat beliau lalu qweis berkata ulurkan tanganmu aku akan membaiatmu dengan al quran dan sunnah nabinya. Pada waktu itu Hasan terdiam, lalu manusiapun ikut membaiat beliau ibnu Katsir mengatakan pada hari itu (pembaiatan Hasan) adalah hari wafatnya imam Ali radiyallahu taala anhu, dan dia menginggal pada hari dia ditikam, bertepatan pada hari jumat 17 Ramadhan tahun ke empat puluh, dalam riwayat lain dinyatakan bahwa beliau wafat dua hari setelah penusukan, dalam riwyat lain beliau meninggal pada sepuluh akhir di bulan rhamadhan setelah pembaiatan tersebut imam Hasan bin Ali radiyalahu taala anhu menghadapi situasi yang cukup sulit lebih sulit dibandingkan menahan rasa sakit atas terbunuhnya ayahnya Ali bin abi thalib karena pada masa tersebut api fitnah makin meluas dan tak terbendungkan, dari wilayah Syam misalnya masih menuntut darah ustman Radiyallahu Taala Anhu dan diantara mereka ada juga yang masih belum menerima penganngkatan Hasan radiyallahu anhu, bahkan dalam riwayat disebutkan tatkala imam Ali meninggal dunia mereka langsung membaiat Muawiyah. sebenarnya hebusan api fitnah ini terus begejolak selama orang orang dari kedua golongan tersebut merasa dirinyalah yang paling benar yang saya maksud kedua golongan disini adalah golongan Syiah dan Annashiba begitu pula dengan golongan yang ke tiga yaitu Khawarij sebagi sumber permasalahan yang selalu memanas manasi dan memperkeruh situasi karena melihat situasi tersebut semakin parah dan imam Husain sangat membenci tafarruq antara ummat maka imam Husain radiyallahu anhu mengirim surat kepada Muawiyah radiyallahu anhu untuk mengadakan ishlah secara khusus diantara dua kelompok yang bertikai akan tetapi dengan adanya hal tersebut didalam tubuh kelompok Muawiyah makin menambah lebar perpecahan dan ikhtilaf diantara mereka, maka demi mencari keredhaan allah swt dengan segala kerendahan hati maka imam Husain Radiyallahu Taala Anhu menyerhkan kekhalifaan kepada Muawiyah Radiyallahu Taala Anhu demi salah satu tujuan agar ummat islam pada waktu itu bersatu dan untuk menghindari terjadinya pertumpahan darah yang tidak di inginkan maka tahun tersebut dikenal dengan tahun jamaah ( a'm jamaah) . Dan apa yang dilakukan oleh imam Hasan tersebut di dalam kacamata ahlusunnah wal jamaah adalah keputusan yang sangat bijak dan merupakan fadhilah sangat tinggi dimiliki oleh seorang pemimpin sebagai mana dikatakan oleh imam ibnu taimiyyah rahimahullah ( sesungguhnya apa yang dilakukan oleh Hasan padawaktu itu menrupakan sebesar besar keutamaan yang dimilikinya dan merupakan akhlak yang sangat terpuji yang telah di beritakan Rasulullah kepadanya, walaupun qital wajib atau boleh pada wktu itu akan tetapi dia tidak membelok dari nabi dengan meninggalkan kewajiban atau sesuatu yang boleh atasnya ) begitu juga dengan ulama' hadits mengatakan bahwa kebijakan yang dilakukan oleh imam Hasan tersebut tidak keluar dari apa yang telah di ramalkan oleh Rasulullah saw bahwa imam Hasan akan mengishlah dua golongan yang bertikai dian tara kaum muslimin, seperti hadis yang di riwayatkan oleh imam Bukhari dari abu Bakar Astaqafi bahwa Rasulullah saw naik keatas mimbar pada suatu hari dan beliau mendudukkan Hasan bin Ali disampingnya kemudian dia melihat kemanusia sekAli dan ke Hasan sekAli kemudian Rasulullah saw berkata " wahai manusia sesungguhnya anakku ini akan menjadi pengishlah antara dua kelompok yang besar dari kaum muslimin" . Dan ulama' mengatakan bahwa bahwa Hasan radiyallahu anhu termasuk kedalam khulafa' arrasyidin yang di ebutan ol Rasulullah bahwa rululla aw bersbda " kekhlifaan sesudahku tiga puluh tahun kemdian setelahnya adala raja dan sempurnahnya tiga puluh pada waktu kekhAlifaan Hasan radiyallahu anhu dan dia menyerahkan kekhalifaan pada tahun ke empat puluh satu bertepatan dengan tiga puluh tahun setelah nabi meninggal dan kekhAlifaan Hasan selama enam bulan.
<br />Di dalam buku Tarikh Alkhulafa' imam Suyuti menceritakan bahwa setelah wafatnya imam Ali kemudian Hasan pun di baiat oleh ahlu kufah dan masa kekhalifaannya selama enam bulan satu hari. kemudian setelah itu beliau memberikan kekhalifaannya kepada Muawiyah Radiyallahu Taala Anhu ia meminta konsekwensi bahwa penduduk madinah,dan hijaz dan iraq tidak meminta lagi sesuatu yang mereka tuntut pada waktu ayanhnya masih hidup dan menyelesaikan semua utang utangnya. Dan Muawiyah menerima hal tersebut dan akhirnya terishlahlah kaum muslimin pada waktu itu, sungguh benar apa yang dikatakan Rasulullah dan ini merupakan tanda kenabian beliau . dan akhirnya imam Hasan membaiat Muawiyah yang akhirnya disebut dengan A'm jamaah kemudian imam Hasan memerintahkan kepada semua kaum muslimin untuk membaiat Muawiyah kecuali qweis bin saad enggan untuk membaiat Muawiyah kemudian diapun beruzlah dan tidak mentaatinya dan beruzlahlah orang orang yang sependapat dengannya
<br />
<br />Meninggalnya imam Hasan radiyallahu taala anhu
<br />Diceritakan oleh imam suyuti bahwa Hasan radiyallahu anhu meninggal di madinah dan meninggalnya karena di racun oleh istrinya ja'dah binti asy'ats bin qweis atas rekayasa Yazid bin Muawiyah untuk meracuninya dia memerintahkan untuk menikahinya kemudian diapun melakukan perbuatan tersebut. Tatkala imam Hasan meninggal maka diapun kembali ke Yazid untuk meminta ganjaran yang telah di janjikannya lalu Yazid pun berkata : kami tidak meridhaimu terhadap Hasan, apakah kami akan meridhaimu terhadap diri kami. Imam Hasan meninggal pada tahun empat puluh sembilan, riwayat lain mengatakan pada hari kamis rabiul awwal tahun ke limapuluh , riwayat lain mengatakan tahun lima puluh , dalam riwayat dikatakan tatkala Hasan mendekati ajalnya datanglah Husain menanyakan siapa orang yang meracuninya dan ingin membunuhnya akan tetapi imam Hasan Radiyallahu Taala Anhu melarangnnya
<br />
<br />
<br /></span>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-61975464524165880682010-01-22T03:30:00.000-08:002010-01-22T03:50:06.473-08:00Al muhkam Dan Al mutasyabih Dalam Al-Quran. Bag 2<strong>Perbedaan pendapat pada pengertian mutasyabih </strong>
<br /><strong>
<br /></strong>setelah kita mengetahui tentang <em>ta'rif </em>al muhkam dan <em>al mutasyabih</em> begitu pula dengan pembagiannya baik itu secara umum maupun secara khusus, disini kami akan mencoba mengangkat sebuah permasalahan yang mana penulis melihat merupakan titik awal dari sebuah perbedaan antara para ulama-ulama kita dan <em>firqah-firqah</em> yang lain, yang dari sini jugalah nantinya bermunculanlah istilah istilah seperti <em>masyabbihah</em> atau <em>mujassimah</em> atau juga saling <span class="fullpost">tuduh antara yang mengatakan bahwa inilah takwil yang benar dan inilah takwil yang salah oleh karenanya Manaul Qatthan membuat judul khusus didalam bukunya tentang <em>qadiyah</em> ini menurut beliau Sumber perbedaan pendapat ini berpangkal pada masalah waqaf dalam ayat : “<em>Warra sikhuna fil ‘ilmi</em>”. Apakah kedudukan lafaz ini sebagai <em>mubtada’ </em>yang khabarnya ialah “<em>Yaquuluun</em>” , dengan "<em>wawu</em>", diperlakukan sebagai huruf <em>‘isti’naf</em> (permulaan) dan waqaf dilakukan pada lafaz ” <em>Wama ya’lamu ta’wilahu illAllahu</em>” ataukah ia <em>ma’tuf,</em> sedag lafaz “<em>wayaquluna</em>” menjadi hal yang <em>waqaf-</em>nya pada lafaz ” <em>warra sikhuna fil ‘ilmi</em>”. </span>
<br /></strong><span class="fullpost">
<br />
<br /><strong>Pendapat pertama</strong> diikuti oleh sejumlah ulama. Diantaranya Ubai bin Ka’ab, Ibn Masud, Ibn Abbas, sejumlah sahabat, tabi’in dan yang lainnya. Mereka beralasan antara lain dengan keterangan yang diriwayatkan oleh Al Hakim dalam mustadraknya, bersumber dari Ibn Abbas, bahwa ia membaca:”<em>wama ya’lamu ta’wilahu illAllahu wayaqulur rasikhuna fil‘ilmi amannabihi</em>” Dan dengan qiraat Ibn Masud :“<em>wainna ta’wiluhu illa ‘indAllahi warrasikhuna fil ‘ilmi yaquluna amanna bihi</em>” ayat ini menunjukkan terhadap orang-orang yang mengikuti mutasyabih dan menyifatrinya sebagai orang-orang yang hatinya ‘condong kepada kesesatan dan berusaha menimbulkan fitnah” dan juga “Dari Aisyah ia berkata;“Rasulullah SAW membaca ayat ini ‘<em>huwalladzi anzala</em> ‘<em>alaikal </em>kitab’sampai dengan ‘<em>ulul albab’</em> kemudian berkata ‘apa bila kamu melihat orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat mereka itulah yang disinyalir oleh Allah.maka waspadalah terhadap mereka”
<br /><strong></strong>
<br />
<br /><strong>Pendapat kedua</strong> (yang menyatakan ‘<em>wawu</em>’ sebagai huruf <em>‘ataf</em>) dipilih oleh segolongan ulama lain yang dipelopori oleh Mujahid.Diriwayatkan dari Mujahid, ia berkata : ’saya telah membacakan mushaf kepada Ibn Abbas mulai dari fatihah sampai tamat. Saya pelajari sampai paham setiap ayatnya dan aya tanyakan kepadanya tentang tafsirannya.Pendapat ini dipilih juga oleh an Nawawi, dalam syarh muslimnya ia menyatakan : ‘inilah pendapat yang paling sahih, karena tidak mungkin Allah menyeru kepada hamba-hambaNya dengan sesuatu yang tidak dapat diketahui maksudnya oleh mereka.
<br />
<br />
<br /><strong>Penjelasan</strong>
<br />
<br />
<br />Setelah kita mengetahui inti dari permasalahan maka disini kami akan mencoba untuk mengkaji dari kedua pendapat tersebut.
<br />
<br />
<br />
<br /><strong>pendapat yang pertama</strong> apabila kita teliti maka kita akan menemukan bahwa pendapat ini lebih menekankan agar manusia untuk tawaqquf tatkala ia di hadapkan oleh permasalahan-permasalahan ayat yang terindikasi mutasyabihat dan lebih menyerahkan ma’nanya hanya kepada Allah, dan pendapat ini kebanyakan di pegang oleh para salaf dan para muhadditsin, bahkan diantara mereka ada yang takut untuk membicarakannya apalagi mempertanyakannya sebagai mana diriwayatkan dari Imam Malik tatkalah beliau ditanya ayat tentang istawa’ beliaupun langsung diam sampai ketiga kalinya beliau ditanya Imam Malik pun gemetar, lalu iapun menjawab dengan jawaban yang cukup mutawatir di telinga kita ‘<em>istiwa’ ma’lum wa kaifa majhul wal imanu bihi wajibun wa assualu anhu bidah</em>. Kata beliau istiwa itu telah diketahui dan bagai mana dia istiwa itu tidak kita ketahui dan beriman terhadapnya adalah wajib dan menanyakannya adalah bid’ah.dan belaiaupun langsung mengusir orang tersebut dari majlisnya.
<br /><strong>Pendapat yang kedua</strong> yang menjadikan wawu sebagai huruf <em>‘ataf</em>, pendapat ini lebih condong untuk mengatakan bahwa selain Allah swt manusia juga mampu mengetahui takwil dari ayat-ayat yang mutasyabihat tapi tidak semua yang mampu untuk mengetahuinya kecuali <em>arrasikhuna fil ilm</em> saja yang mampu untuk menakwilkan ayat tersebut, sekarang yang menjadi persoalan siapakah <em>arrasikhuna fil ilmi</em> yang di sebutkan oleh ayat itu? dan yang kedua apa yang dimaksud takwil dalam ayat ini? Apakah takwil Allah dan takwil manusia sama? Penulis dalam hal ini tidak akan menjawab pertanyaan tadi tetapi kami disini akan menjelaskan pendapat ulama didalam menyikapi pertanyaan tersebut.
<br />Pertanyaan pertama tentang <em>arrasikhuna fil ilmi </em>ulama’ terbagi didalam berapa pendapat diantara mereka mengklaim bahwa mereka adalah <em>arrasikhuna fil ilmi</em>, <strong>Pendapat yang pertama</strong> yaitu datangnya dari kalangan Filosof mereka membagi manusia menjadi tiga bagian yang pertama orang- orang yang bukan ahli takwil sama sekali, mereka itulah golongan (retorik) atau orang awam mereka adalah bagiaan terbesar manusia karena itu tak seorangpun yang berakal sehat yang bias di kecualikan dari kemampuan menerima pembuktian retorik ini . golongan yang kedua golongan yang ahli interpretasi dialektik, mereka ini golongan dialektik, yang di maksud filosof disini adalah para mutakallimin. Golongan yang ketiga yaitu orang orang yang ahli dalam bidang takwil yakini, kelompok ini adalah orang-orang yang ahli dalam bidang metode demonstratif, baik itu pengambilan ilmunya secara alamiyah ataupun melalui belajar.
<br /><strong>Pendapat yang kedua</strong> dari golongan mutakallimin dari kalangan Mu’tazilah dan sebagian dari Asya’irah mereka beranggapan bahwa mereka dari golongan <em>arrasikhun fil ilmi</em>. sebenarnya golongan ini terpaksa untuk menjadi <em>arrasikuna fil ilmi</em>! kenapa kami berkata seperti demikian, karena diantara argument mereka untuk mentakwil ayat yang sifatnya mutasybihat bertendensikan adanya ketakutan terjadi pen-<em>tasybih-</em>an atau pen-<em>tajsim</em>-an Allah dengan makhluknya apabila ayat ini di artikan secara dzahir. Berangkat dari adanya kehkawatiran inilah maka mereka mencoba untuk mencari makna-makna yang menurut anggapan mereka tidak jatuh kepada pen-<em>tajsim</em>-an.
<br /><strong>Pendapat yang ketiga</strong> datang dari golongan Hanabilah. mereka membagi manusia kedalam tiga bagian dalam konteks pemahaman terhadap ayat ke 7 surah ali imran. <strong><em>kelompok yang pertama</em></strong> : mereka yang mengatakan bahwa ayat seperti (tangan Allah diatas tang mereka) mereka mengatakan tangan itu sama dengan tangan makhluknya dan penyebab mereka mengatakan seperti demikian, mereka berkata bahwa Allah berbicara dengan hambanya dengan sesuatu yang diketahuinya sementara pengetahuan manusia hanya didapatkan dengan apa yang Nampak di alam realita, mereka inilah golongan al mumastilah. <em><strong>Golongan kedua</strong></em> adalah golongan yang mengatakan bahwa ayat-ayat diatas merupakan tamstil oleh karenanya ayat tersebut tidak diartikan secara zahir akan tetapi diartikan secara ma’nawi, seperti al yad berarti nikmat dan juga bermakna qudrah. <em><strong>Kelompok yang ketiga</strong></em> memaknainya dengan arti hakikatnya tetapi tidak menyamakannya dengan makhluk, seperti penetapan tangan Allah secara hakikat akan tetapi tangannya tidak serupa dengan tangan manusia, karena penetapan <em>Al-Yadain</em> itu Allah sendiri yang menetapkan bagi dirinya karena dialah yang maha tahu akan dirinya dan dia tidak serupa dengan makhluknya “ dia tidak serupa dengan sesuatu dan dia maha mendengar lagi maha melihat” pendapat hanabilah ini hampir mirip dengan pendapat para filosof persamaannya adalah keduanya sepakat bahwa makna ayat-ayat yang bersifat <em>mutasyabihat</em> harus diartikan secar zahir seperti ayat tentang tangan Allah atau apakah Allah akan dilihat di hari kiamat atau ayat ayat tentang turunnya Allah pada sepertiga malam. Menururt kedua kelompok ini makna teks harus diartikan sesuai dengan kemauan syariat, dan masyarakat awam dilarang bertanya tantang permasalahan ini kita hanya cukup menjawab ”tidak ada sesuatupun yang menyerupai dengan dia dan dialah maha mendengar lagi maha melihat” Dan kedua kelompok ini juga sepakat didalam menanggapi argument-argumen takwil yang di sebarkan oleh mutakallimin, kedua kelompok ini beranggapan bahwa yang di maksud oleh ayat “ adapun yang hatinya condong kepada kesesatan maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih untuk menimbulkan fitnah” ayat ini ditujukan kepada para mutakallimin. ibnu rusyd memberikan argumen tentang ayat ini bahwa hal yang paling keras yang dilakukan oleh para mutakallimin adalah menakwilkan ayat-ayat yang menurut dugaan mereka makna yang di maksud bukan pada makna lahiriyah, mereka mengatakan bahwa takwil inilah yang dimaksud oleh ayat itu, padahal ayat tersebut Allah mengungkapkannya dalam bentuk mutasyabihat.
<br />
<br />
<br /><strong>Mengkompromikan antara kedua pendapat dalam memahami makna takwil</strong>
<br />
<br />Dengan merujuk kepada makna takwil (<em>at ta’wil</em>) maka akan jelaslah bahwa antara kedua pendapat diatas itu tidak terdapat pertentangan,karena lafaz takwil digunakan untuk menunjukkan tiga makna; Yang Pertama : Memalingkan sebuah lafaz dari makna yang kuat (<em>rajih</em>) kepada makna yang lemah (<em>marjuh</em>) karena ada suatu dalil yang menghendakinya. Inilah pengertian takwil yang dimaksudkan oleh mayoritas ulama mutaakhirin.yang Kedua Takwil dengan makna tafsir (menerangkan, menjelaskan) yaitu pembicaraan untuk menafsirkan lafaz-lafaz agar maknanya dapat dipahami. Dan yang Ketiga Takwil adalah hakikat (substansi) yang kepadanya pembicaraan dikembalikan. Maka takwil dari apa yang diberitakan Allah tentang zat dan sifat-sifatNya ialah hakikat zatNya itu sendiri yang kudus dan hakikat sifat-sifatNya. Dan takwil dari apa yang diberitakan Allah tentang hari kemudian adalah substansi yang ada pada hari kemudian itu sendiri.Dengan makna inilah diartikan ucapan Aisyah;“Rasulullah SAW mengucapkan didlaam ruku’ dan sujudnya “<em>subhanaka Allahumma rabbana wabihamdika. Allahumaghfirli</em>” bacaan ini sebagai takwil beliau terhadap Qur’an yakni firman Allah ”<em> fasabbih bi hamdi rabbika wastaghfirhu,innahukanatawwaba</em>.”(anNasr:3)
<br />jadi oleh karena itu golongan yang mengatakan bahwa waqaf dilakukan pada lafaz “<em>wama ya’lamu ta’wilahu illAllah</em>” dan menjadikan ” <em>warrasikhuna fil ‘ilmi</em>” sebagai isti’naf (permulaan kalimat) mengatakan takwil dalam ayat ini ialah takwil dengan pengertian yang ketiga, yakni hakikat yang dimaksud dari sesuatu perkataan. Karena itu hakikat zat Allah, esensiNya kaifiyat nama dan sifatNya serta hakikat hari kemudian, semua itu tidak ada yang mengetahuinya selain Allah sendiri.
<br />Sebaliknya golongan yang mengatakan “<em>waqaf</em>” pada lafaz ” <em>warra sikhuna fil ‘ilmi</em>” dengan menjadikan “<em>wawu</em>” sebagai huruf ‘ataf, bukan isti’naf, mengartikan kata takwil tersebut dengan arti kedua yakni tafsir, sebagaimana dikemukakan mujahid, seorang tokoh ahli tafsir terkemuka. Mengenai Mujahid ini as Sauri berkata : “jika datang kepadamu tafsir dari Mujahid, maka cukuplah tafsir itu bagimu.” Jika dikatakan, ia mengetahui yang mutasyabih, maka maksudnya ialah mengetahui tafsirannya.Dengan pembahasan ini jelaslah bahwa pada hakikatnya tidak ada pertentangan antara kedua pendapat tersebut. Dan masalahnya ini hanya berkisar pada perbedaan arti takwil.
<br />
<br />
<br /><strong>Takwil yang tercela </strong>
<br />
<br />
<br />Takwil yang tercela adalah takwil dengan pengertian pertama, memalingkan lafaz dengan makna rajih kepada makna marjuh karena ada dalil yang menyertainya. Takwil semacam ini banyak dipergunakan oleh sebagian besar ulama mutaakhirin, dengan tujuan untuk labih memahasucikan Allah swt dari keserupaanNya dengan mahluk seperti mereka sangka. Dugaan ini sungguh batil karena dapat menjatuhkan mereka kedalam kekhawatiran yang sama dengan apa yang mereka takuti, atau bahkan lebih dari itu. Misalnya ketika mentakwilkan ‘tangan’ (<em>al yad</em>) dengan kekuasaan (<em>al qudrah</em>). Maksud mereka adalah untuk menghindarkan penetapan ‘tangan’ bagi Khalik mengingat mahluk pun memiliki tangan. Oleh karena lafaz al yad ini bagi mereka menimbulkan kekaburan maka ditakwilkannya dengan al qudrah. Hal semacam ini mengandung kontradiktif, karena memaksa mereka untuk menetapkan sesuatu makna yang serupa dengan makna yang mereka sangka harus ditiadakan, mengingat mahluk pun mempunyai kekuasaan,atau al qudrah pula. Apa bila qudrah yang mereka tetapkan hak dan mungkin. Maka penetapan tangan bagi Allah pun hak dan mungkin. Sebaliknya jika penetapan ‘tangan’ dianggap batil dan terlarang karena menimbulkan keserupaan menurut dugaan mereka, maka penetapan ‘kekuasaan’ juga batil dan terlarang. Dengan demikian, maka tidak dapat dikatakan bahwa lafaz ini ditakwilkan, dalam arti dipalingkan dari makna yang rajih kepada makna yang marjuh.
<br />Celaan terhadap para panakwil yang datang dari para ulama salaf dan lainnya itu ditujukan kepada mereka yang menakwilkan lafaz-lafaz yang kabur maknanya bagi mereka, tetapi tidak menurut takwil yang sebenarnya, sekalipun yang demikian tidak kabur bagi orang lain.
<br />Akan tetapi ada sebuah syubhat yang sering kita mendengarkannya sebuah perkataan yang tak asing lagi di telinga kita “ <em>tariqatul salaf aslam wa tariqatu al khalaf a’lam wa ahkam</em>”jalan yang di tempuh oleh para Ulama’salaf itu lebih selamat dan jalan ulama’ khalaf itu lebih mengetahui dan lebih sempurnah, pandapat ini sebenarnya sangatlah absurd (baca: menggelikan) dan didalamnya terdapat kontradiksi, karena yang kita ketahui bahwa jalan yang ditempuh oleh ulama salaf itu lebih selamat dan lebih mengetahui dan lebih ahkam, karena mereka adalah ahlul ilmu dan ahlul hikmah, karena tak dapat dipungkiri bahwa ilmu yang datang ilmu Allah yang datang kepada kita melalui wasilah dan karena keutamaan mereka , dan begitupun hikmah yang Allah berikan kepada kita itu merupakan fadilah dan hikmah mereka. Dan inilah yang disebut keselamatan, dan konsukwensi keselamatan adalah ilmu dan hikmah, bagaimana seseorang bisa selamat kalau ia tidak mempunyai ilmu, anggaplah kalau kita menganalogikan seseorang yang ingin ke kairo maka konsukwensi ia bisa selamat sampai ke kairo ia harus mengetahui jalanan ke kairo, mana mungkin orang yang tidak tahu jalan tujuan ia bisa sampai ke tujuannya. Dan juga yang penting adalah seseorang tidak mendapatkan keselamatan kecuali mengetahui hikmah setelah mendapatkan ilmu, karena seseorang yang berilmu tapi ia tidak menempu jalan kebenaran, maka orang tersebut bukanlah seorang yang hakim. Oleh karenanya kita tidak mungkin mendapatkan keselamatan tampa adanya ilmu dan hikmah secara mutlak. Jadi tatkalah kita mengatakan “<em>thariqatus salaf aslam</em>” maka itu termasuk didalamnya <em>ahkam dan a‘lam</em>. Tapi bisa saja timbul pernyataan bahwa yang dimaksud kaidah itu adalah jalan salaf pasti selamat dan jalan khalaf belum tentu. Maka kami menjawab, bahwa tatkalah seseorang telah mendapatkan ilmu dan hikmah maka Allah akan memudahkan hatinya untuk selamat.
<br />
<br />
<br /><strong>Ayat mutasyabih dalam Al-Quran</strong>
<br />
<br />
<br />Di dalam al itqan imam suyuti memberikan fasal untuk hal ini beliau membaginya menjadi dua yaitu : <em>al mutasyabih</em> di dalam ayat sifat, seperti surah (tahah ayat 5), (al-aqashas ayat 88) (ar-rahman ayat27)( tahah ayat 39),(al fatah ayat10). Dan yang kedua mutasyabih di awal surah seperti seperti (<em> alif lam mim, alif lam shad</em>, dan <em>alif lam raa</em>,atau <em>nuun</em>.)
<br />
<br />
<br /><strong>Epilog</strong>
<br />
<br />
<br />Pembahasan ini sebenarnya belum final masih banyak lagi pembahasan-pembahasan yang menyangkut ayat ali imran ayat 7 ini, karena sinyal dari ayat ini bukan hanya di dapatkan di kawasan tafsir saja akan tetapi di kawasan aqidah pun para ulama kita ramai mendiskusikannya,dan kami meminta aspirasi dari teman-teman dalam kritik dan masukan.
<br />
<br />
<br /><strong>Daftar pustaka :</strong>
<br />
<br />
<br />1. Mabahist fi Ulumil Quran oleh Mannaul Qattan Maktabah Wahbah Kairo
<br />2. At Tafsir Al Kabir oleh Imam Fakhruddin Arrazi jilid 4 maktabah taufiqiyyah kairo
<br />3. Syarah Muqaddimah fi ushul tafsir oleh Syikh Utsaimin Dar ibnu jauizi Kairo
<br />4. mendamaikan agama dan filsafat oleh ibnu rusyd. Nuansa aksara yogyakarta.
<br />
<br />
<br />
<br /></span>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-40453662154321139152010-01-19T03:57:00.000-08:002010-01-19T04:31:46.683-08:00Al muhkam Dan Al mutasyabih Dalam Al-Quran. Bag 1Pendahuluan<br />Al-Quran yang turun dari tempat yang paling tertinggi dan dibawah langsung oleh malaikat suci (baca:jibril), merupakan mu’jizat yang tak ada duanya di alam ini dan akan terus selalu unggul dari setiap yang diunggulkan dan ini akan terus berlangsung sampai hari yang di tentukan, dan juga Allah swt. telah menjamin Al-Quran ini dari tangan orang-orang yang ingin merusaknya (kamilah yang menurunkan Al-Quran dan kami pulalah yang menjaganya).<br /> Karena ia yang unik dan juga selalu sesuai dengan zaman maka Al-Quran akan terus selalu di kaji sesuai dengan perkembangan zaman, dan dia tidak akan <span class="fullpost">bertentangan dengan zaman, dan Al-Quran tidak pernah di warnai oleh zaman akan tetapi Al-Quranlah yang mewarnai zaman, karena dengan Al-Quranlah zaman itu berkembang dan dengan Al-Quran pulalah kita bisa membuat peradaban dan dengan Al-Quran tersingkaplah ilmu-ilmu Allah yang ada di alam ini, oleh karenanya salah satu penyebab kemunduran islam di zaman ini karena mereka jauh dari Al-Qurannya dan lebih bangga untuk membeo kepada barat. dan juga terkadang ummat islam tidak mau mengaca dengan para pendahulunya yang dimana telah membuat peradaban yang besar yang ditulis dengan tinta emas dengan bimbingan Al-Quran. <br />oleh karena itu sebagai mahasiswa islam seyogianya terus mengkaji kandungan isi dari Al-Quran dan juga meneliti permasalahan-permasalahan yang sudah atau yang belum di kaji oleh para ulama kita yang terdahulu, karena pembahasan yang telah mereka kaji belum final. Dan jangan ada kata taqlid selama kita ingin mencari kebenaran. Karenanya pada kesempatan ini kami akan membahas salah satu permasalahan yang cukup penting yang terdapat didalam pengkajian Al-Quran. terkhususnya lagi dalam pembahasan ilmu-ilmu Al-Quran yang dalam hal ini terfokus pada pembahasan ayat-ayat yang bersifat muhkam dan ayat ayat yang bersifat mutasyabih. <br /> <br />Pembahasan.<br /><br />Secara histori maudu’ ini bermuara tatkala Allah menurunkan surah (ali imran ayat 7) yang disini natinya terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama’-ulama tafsir di dalam menjatuhkan vonis yang mana termasuk ayat ayat yang telah terdeteksi muhkam dan mana ayat yang mutasyabih. Berangkat dari sini jugalah mengapa ulama’ tafsir tatkala ingin memulai pembahasan ini mereka memulainya dengan surah ali imran. Ayat tersebut berbunyi yang artinya : Dia lah yang menurunkan alkitab (Al-Quran) kepada kamu diantarnya ada ayat-ayat yang muhkamat dan itulah pokok-pokok isi Al-Quran dan yang lain mutasyabihat dan adapun orang yang hatinya condong pada kesesatan maka mereka mengikuti sebahagian ayat ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya padahal tidak ada yang mengetahuinya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata “kami beriman pada ayat-ayat mutasyabihat semuanya itu dari sis tuhan kami” dan tidak dapat mengambil pelajaran darinya kecuali orang-orang yang berakal.”<br /> Di sisi lain imam suyuti meriwayatkan ada beberapa pandangan di dalam pembagian ini ada yang yang berasumsi bahwa keseluruhan dari ayat-ayat Al-Quran adalah muhkam dan ada juga yang berpandangan kebalikan dari pendapat pertama bahwa keseluruhan dari dari Al-Quran adalah mutasyabih. Pendapat yang pertama mereka mengambil dasar pijakan dengan firman Allah dalam surah (hud ayat 1) dan juga pada surah (yunus ayat 1) dan pendapat yang kedua mengambil dalil dari surah (azzumar ayat 23). kalau kita ingin melihat lebih lanjut sebenarnya masalah antara kedua pendapat ini tidaklah begitu serius, dan kita tidak perlu merajihkan salah satu pendapat sebagai mana yang diriwayatkan oleh imam suyuti dari ibnu habib an-nisaburi, karena kedua pembagian yang di singgung oleh an-nisaburi tersebut memang terdapat di dalam Al-Quran dan diantara ulama ada juga yang telah membaginya, dan penulispun merasa bahwa ibnu habib an-nisaburi ingin mengatakan seperti demikian, hanya ibnu habib an-nisaburi mempunyai sangkaan lain bahwa kedua dalil yang disebutkan oleh kedua pendapat diatas bukan menunjukkan kepada sifat ayat Al-Quran secara umum akan tetapi Al-Quran secara khusus. <br />Dikalangan ulama yang telah membaginya menjadi tiga adakah Syaik utsaimin didalam sayrah ushul at tafsir membagi Al-Quran dari sudut pandang al muhkam dan al mutasyabih menjadi tiga bagian, yang pertama : ihkam al am, dimana Al-Quran di sifati secara umum.dalilnya dalam surah (hud ayat 1) yang arti bebasnya “ inilah suatu kitab yang ayat-ayatnya di susun dengan rapi serta di jelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi Allah yang maha bijaksana lagi mahatahu. Yang kedua: at tasyabuh al am dalilnya surah (azzumar ayat 23) yang arti bebasnya Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik yaitu Al-Quran yang serupa lagi berulang-ulang. Kemudian pembagian yang ketiga terakhir adalah ihkam al khash bi ba’dhi hi wa at tasyabuh bi ba’dhi hi contohnya surah (ali imran ayat 7) sebagai mana telah kami jelaskan sebelumnya . Ini senada dengan yang dikatakan oleh imam Fakhruddin Arrazi dalam Tafsir Al kabirnya beliau mengatakan bahwa “ketahuilah bahwa di dalam Al-Quran ada ayat yang menjukkan muhkam secara umumnya dan mutasyabih secara umumnya dan ada juga ayat yang sebahagianya muhkam dan sebahagiannya mutasyabih”. Adapun yang dimaksud dengan muhkam secara kulli adalah semua perkataan yang terdapat didalam Al-Quran itu adalah al-hak dan juga ke fasihan dari semua lafadz yang ada didalamnya dan ma’nanya selalu mengandung kebenaran dan dari keseluruhan ucapan dan perkataan yang di dapatkan maka Al-Quran tidak akan ada yang menandinginya. Adapun at tasyabuh secara umum atau kulli sebagaimana yang di sebutkan dala Al-Quran surah (azzumar ayat 23) bahwa kandungan dari Al-Quran itu selalu berserikat di dalam kebenaran dan selalu membenarkan satu dengan lainnya, sebagai mana ayat yang artinya “ sekiranya Al-Quran ini bukan dari sisi Allah maka akan di dapati perbedaan yang banyak” <br /> <br /> Definisi muhkam dan mutasyabih <br /><br />Kalau kita kembali ke ayat di atas surah (ali imran ayat 7) maka Dari ayat ini telah cukup jelas pengkhabarkan Allah kepada kita tentang pembagian sifat kalam tersebut menjadi dua yang pertama ayat ayat yang muhkam dan yang kedua ayat ayat yang mutasyabih, sebelum kita masuk lebih dalam lagi perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian dari kedua istilah tersebut diatas.<br />Kata muhkam Dari segi bahasa Menurut penulis Manna’ul Qatthan dalam bukunya Mabahist Fi Ulumil quran mengatakan bahwa ia berasal dari kata-kata : “hakamtud dabbata wa ahkamtu” yang artinya saya menahan binatang itu. Kata al-hukm berarti memutuskan antara dua hal atau perkara. Maka hakim adalah orang yang mencegah yang dzalim dan memisahkan antara dua pihak yang bersengketa, serta memisahkan antara yang hak dan yang batil dan antara kebenaran dan kebohongan. Dikatakan : “hakamtus safiha wa ahkamtuhu” artinya saya memegang kedua tangan orang dungu, juga dikatakan : ” hakamtud dabbata wa ahkamtuha” artinya saya memasang “hikmah” pada binatang itu. Hikmah dalam ungkapan ini berarti kendali yang dipasang pada leher, ini mengingat bahwa ia berfungsi untuk mencegahnya agar tidak bergerak secara liar. Dari pengertian inilah lahir kata hikmah, karena ia dapat mencegah pemiliknya dari hal-hal yang tidak pantas. <br />Sedangkan Mutasyabih secara bahasa berarti tasyabuh, yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Dan syubhah ialah keadaan dimana salah satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan diantara keduanya secara konkrit maupun abstrak. Allah berfirman dalam surah ( al Baqarah: 25). Maksudnya sebagian buah-buahan dari surga itu serupa dengan sebagian yang lain dalam hal warna, tidak dalam hal rasa dan hakikat. Dikatakan pula mutasyabih adalah mutamasil (sama) dalam perkataan dan keindahan. <br /><br />Muhkam dan mutasyabih secara khusus<br /><br /> Sebagai mana kami katakan diatas bahwa Al-Quran disifati dengan muhkam secara kulli dan dia juga mutasyabih secara umum dan juga kami katakan bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat juga ayat-ayat yang muhkam dan mutasyabih dalam arti khusus, sebagaimana disinyalir dalam firman Allah : “Dia-lah yang menurunkan Al Kitab kepada kamu. Di antara nya ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain mu-tasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang berakal. <br />Mengenai pengertian muhkam dan mutasyabih terdapat banyak perbedaan pendapat, imam suyuti didalam kitabnya al itqan menyebutkan kurang lebih sepuluh pendapat ulama’ tentang perbedaan ini. Diantara pendapat tersebut ada yang mengatakan bahwa, Al-Muhkam adalah apa yang di ketahui maksudnya baik itu secara takwil ataupun secara dzahir, dan mutasyabih apa yang hanya Allah mengetahuinya seperti hari pembalasan keluarnya dajjal,dan huruf muqathaah di awal-awal surah. Ada juga yang mengatakan bahwa yang di maksud dengan Al-Muhkam adalah apa yang terang atau jelas ma’nanya dan mutasyabih sebaliknya . Manaul Qatthan dalam bukunya menyebutkan juga perbedaan tersebut diantaranya Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui secara langsung, tanpa memerluan keterangan lain, sedang mutasyabih tidak demikian. Ia memerlukan penjelasan dengan merujuk kepada ayat-ayat lain . Para ulama memberikan contoh ayat-ayat muhkam dalam Qur’an dengan ayat-ayat nasikh, ayat-ayat tentang halal, haramm hudud (hukuman) kewajiban, janji dan ancaman. Sementara untuk ayat-ayat mutasyabih mereka mencontohkan dengan ayat-ayat tentang asma’ Allah dan sifat-sifatNya, antara lain : dalam surah : (Taha : 5), (al Qasas: 88), ( al fath: 10), ( al An’am: 18), (al Fath: 22), (al Fath : 6), (al Bayyinah: 8),(Aliimran:31) Dan masih banyak lagi ayat lainnya. Termasuk didalamnya permulaan beberapa surah yang dimulai dengan huruf-huruf hijaiyah dan hakikat hari kemudian serta ‘ilmus sa’ah. <br /> Dari sini kita melihat dengan banyaknya pengertian yang di berikan oleh ulama-ulama kita ada kemungkinan sulit untuk mentahdid tarif dari muhkam dan mutasyabih tersebut. tetapi kalau kita melihat ta’rif yang digunakan kebanyakan dari mereka maka kebanyakan dari para ulama’ kita mendefinisikan ayat al-muhkam itu sebagai sesuatu yang mudah difahami oleh akal dan sifatnya lebih menekankan kepada pengamalan jasmani. sementara ayat-ayat al mutasyabih ulama’ lebih banyak bertendensikan pada hal-hal yang sulit bagi akal untuk menjangkaunya atau memahaminya atau dengan kata lain hal-hal yang sifatnya metafisika dan abstrak yang dimana arrasikhuna fi ilmi mengatakan kami beriman saja. Maka dari ini untuk sementara kami berkesimpulan bahwa perbedaan antara muhkam dan mutasyabih selain perbedaan dari segi lughawiyyah maksud kami adalah penamaan atau ( tasmiyah) juga perbedaan kepada sesuatu yang dituntut untuk diamalkan dan mudah difahami dan inilah yang kami maksud dengan muhkam. Dengan sesuatu yang tidak mudah untuk digapai maksudnya oleh akal dan kita dituntut cukup untuk menyakininya maka inilah yang kami maksud dengan ayat yang mutasyabih. sebagai mana yang dikatakan oleh imam ibnu abi hatim telah diriwayatkan dari akramah dan qatadah dan selain dari keduanya : bahwa muhkam apa yang di amalkan dam mutasyabih apa yang dituntut untuk di imani dan tidak diamalkan <br /><br /><br /></span>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-8237362132574085202010-01-17T00:05:00.000-08:002010-01-17T00:11:08.886-08:00Pendikotomian Ilmu TuhanPengetahuan keagamaan tidak akan berarti kalau hanya dipelajari sebagai ilmu saja, anggaplah misalnya kita mempelajari agama islam hanya sebagai islamologi saja , padahal didalam ajaran agama amalan dan kreativitas lebih sangat dituntut,<br />Pengetahuan keagamaan, secara <em>kulli</em> selalu menekankan pada keimanan terhadap sesuatu yang <em>khariji</em> (baca: zahir) atau juga sesuatu yang tidak nampak dialam realita dalam artian metafisis dan juga kebaktian kepada sesuatu yang tidak mudah difahami dan di cerna oleh<span class="fullpost">akal manusia. Oleh karena itu orang-orang materialis beranggapan, bahwa sesungguhnya pengetahuan keagamaan sangatlah subyektif, karena sulit dipertanggung jawabkan secara ilmiyah dan sulit untuk di cerna oleh aturan berfikir, Di sinilah letaknya kenapa materialisme sangat sulit sekali menerima pandangan-pandangan yang menyangkut tentang permasalahan hari kebangkitan yang secara rasional tidak ada jejaknya. sekalipun demikian secara batiniyyah doktrin keagamaan lebih memuaskan bagi pemeluknya, apalagi pengetahuan keagamaan dijalankan menurut undang undang yang telah diatur oleh agama tersebut.<br />Akan tetapi bila kita kembali melihat realita yang ada, kebanyakan orang memahami agama secara sangat juz’iy atau secara parsial (baca:sebagian) yang akhirnya berdampak ketidak serasian antara nilai-nilai agama dan prilaku kehidupan sehari-hari. ini disebabkan oleh adanya pendikotomiyan ilmu allah oleh para ilmuan dan kaum agamawan. A.M saefuddin mengatakan bahwa kesemuanya ini terjadi karena formula yang diciptakan oleh presepsi ilmu pengetahuan dan penganut agama memang memungkinkan, karena sampai saat ini ilmu pengetahuan selalu mengelak dan ingin berdiri sendiri diluar agama dalam artian sekularisme. Dan sekularisme menurut beliau bukan hanya di produksi oleh kaum ilmuan tetapi juga para agamawan yang buta akan sunnatullah.<br />Oleh karena itu maka tidak heran kalau ada sebagian kiai yang berasumsi membedakan antara ilmu dunia dan ilmu akhirat, padahal kalau kita ingin mengkaji kembali didalam Al-Quran dan Al-Hadits tidak ada yang namanya pembedaan tersebut baik itu secara tersirat maupun tersurat, yang ada hanyalah ilmu Allah swt karena Allah adalah pemilik dunia dan akhirat. jadi tatkala seorang pelajar islam mempelajari keduniaan seperti ilmu kimia, ilmu falak, dan filsafat. Itu sama berarti seorang tersebut secara tidak langsung telah mempelajari ilmu Allah dan dengan demikian bisa menghasilkan pribadi-pribadi muslim yang sejati yang tidak hanya memahami agama secara parsial tetapi sampai kederajat kaffah dan kamal, oleh karenanya pemahaman sekularisme bukan hanya sengaja diciptakan oleh para ilmuan tetapi juga mendapat dukungan dari kaum agamawan yang tidak menyadari sikapnya.<br />Dalam dunia metafisika yang paling sulit dan banyak menguras akal para filosof adalah konsepsi tentang al haq (baca:tuhan), sejarah telah membuktikan bahwa dari zaman yunani kuno sampai saat ini masih belum bisa membuktikan adanya tuhan dengan menggunakan pendekatan kosmologis,ontologis,dan teologis.yang ketiga-tiganya menggunakan manhaj aqli atau menggunakan metode pendekatan secara rasionalitis. Ketiga metode ini hanya memberikan kuasa kepada akal saja tidak dengan mata batin dalam menjalankan proses berfikir. Pendekatan semacam ini tidak akan menyentuh ke hati kecil kita untuk mendapatkan keimanan dan juga untuk mencapai al haq tetapi malah memantulkan keraguan kita kembali. penyebab yang paling mendasar adalah karena metode atau manhaj yang diterapkan oleh para filosof tidak sesuai dengan obyek, karena untuk mencapai obyek (al haq) itu hanya bisa dicapai secara memuaskan dengan menggunakan metode intuitif atau pendekatan yang bersifat batiniyah di banding lewat pendekatan secara rasionaitis,akan tetapi keduanya akan menjadi romantis dan tajam apabila kedua pendekatan tersebut digabungkan. dan kedua metode inilah yang sekarang di jalankan oleh fakultas filsafat di Al Azhar. Dari uraian diatas maka penulis berkesimpulan bahwa tidak adanya pendikotomiyan didalam berbagai cabang ilmu karena kesemuanya mempunyai hubungan yang erat karena dia berada dalam satu lingkaran satu pencipta yaitu Allah <br /><br /><br /></span>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-31055522717641695252010-01-04T20:24:00.000-08:002010-01-07T10:11:32.680-08:00Kun Mujaddidan wala takun MutajaddidKata tajdid atau pembaharuan mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita karena kata yang satu ini sudah jauh-jauh hari manusia yang paling mulia di alam ini ( baca : rasulullah) telah menyampaikan di depan para Sahabat-Sahabatnya tentang adanya seseorang yang akan memperbaharui Agamanya ini nanti di tiap-tiap abadnya.<br /><br />Kata tajdid sebenarnya tidak selamanya berkonotasi <em>mahmudah</em> ( positif ) dia dapat pula berkonotasi <em>mazmumah</em> ( negatif ) oleh karenanya perlu memahami betul pembaharuan mana yang harus kita jadikan jalan dan yang mana perlu ditolak atau kita tinggalkan, apabila yang dimaksud <em>tajdid</em> itu <span class="fullpost"> pemurnian kembali ajaran agam Islam dari segala penyelewengan yang tidak bersandarkan kepada Al- Quran dan As-Sunnah maka pembaharuan ini masuk dalam konotasi yang pertama yaitu tajdid yang positif dan termasuk amalan yang di cintai oleh Allah Swt. Bahkan termasuk golongan yang disebutkan oleh hadits Rasulullah Saw diatas. Tetapi bila pembaharuan itu untuk mengubah sesuatu yang sudah qati’I, tsab</span><span class="fullpost"><em>it</em></span><span class="fullpost"> ( tetap) dalam agama ini atau melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional dan mencari nilai-nilai yang berorientasikan ke masa depan nostalgia atau orientasi dan kerinduan pada masa Salaf yang berlebihan harus diganti dengan pandangan ke masa depan , maka ini masuk kedalam pembaharuan yang di cela, dilarang dan ditolak oleh Islam. Juga termasuk dalam kategori jenis ini adalah upaya membuang salah satu ajaran islam dengan alas an dunia ini semakin mengecil akibat globalisasi, moderenisasi dan kehidupan pluralistic. Pembaharuan yang dilarang itupun mencakup meninggalkan wahyu dan beralih pada hawa nafsu, hukum akal serta maslahat sebagai tolak ukur perbuatan.<br />Pembaharuan jenis pertama, kata syaikh Abu Hasan Al-Maududi, itulah yang disebut dengan tajdid (pembaharuan) dan orangnya disebut mujaddid ( pembaharu). Adapun lanjutannya pemabahruan jenis kedua sebenarnya bukan pembaharuan tetapi tajaddud ( membuat-buat yang baru) dan pelakunya disebut mutajaddid. Mutajaddid inilah yang sekarang dikenal dengan neo moderenis.<br />Kalau kita ingin mencermati kembali sejarah timbulnya pemikiran ini maka gerakan tajdud atau neo moderenis ini tidak bersumber dari ajaran islam akan tetapi dia bermuara dari ajaran agama yang dibawa oleh Paulus yang merombak struktur ajaran agama tauhid yang dibawah oleh Nabi Isa As. Dan di perparah lagi di tahun 1960-an, padawaktu itu nihlah Nasrani ( yang kami maksud agama yang talah di buat Paulus pasca Nabi Isa diangkat) membuat sejarah baru dari 2000 tahun ajaran ini didirikan.<br />Yang pertama : konsili vatikan II tahun ( 1962 – 1965 ) Dan yang ke dua : terbitnya buku the secular city karya : Hervey Cox.<br />Dari 21 konsili yang diakui sebagai konsili oikumenis oleh gereja katolik sepanjang 2000 tahun sejarahnya, konsili vatikan II merupakan yang terbesar. Tujuan konsili vatikan II digariskan oleh Paus yohanes XXIII sebagai pembaruan didalam gereja katolik ( paus menyebutnya dengan istilah aggiornamento )<br /></span><p><span class="fullpost">Melalui konsili vatikan II inilah gereja mengadakan perombakan besar-besaran dalam ajaran gereja, dimulai dari pengahncuran aspek ushuluddin ( pokok agama) atau teologi, seperti gereja membuang doktrin eksklusif yang berusia ratusan tahun <em>extra eccelesiam nulla salus</em> ( diluar gereja tidak ada keselamatan) menjadi doktrin inklusif yang mengakui keselamatan pada agama lain. dan itu bisa kita lihat sendiri dari sifat Negara adikuasa seperti Amerika dan eropa beserta sekutu-sekutunya yang mayoritas beraqidah pauluisme mendukung gerakan gerakan-gerakan yahudi zionisme, padahal kalu kita melihat dari kacamata nasrani itu sendiri bahwa yahudi merupakan musuh terbesar ajaran agama mereka dikarenakan Yahudilah yang menggantung Tuhan Yesus Keristus di kayu salib.</span><span class="fullpost"><br /></span></p><span class="fullpost">( Salah faham )<br /></span><p><span class="fullpost">Kebanyakan dari tokoh cedikiawan muslim ataupun para pemikir muda Islam salah di dalam memahami kata tajdid atau pembaharuan dalam Islam itu, kebanyakan dari mereka terpengaruh oleh arus pemikiran ala Barat yang memisahkan kehidupan ruhani dan kehidupan materi dan melupakan terminologi yang datangnya dari agama suci ini, mereka mendifinisikan tajdid itu dengan moderenisasi.</span><span class="fullpost"><br /></span></p><p><span class="fullpost">( <strong>Dari moderenisasi ke liberal</strong> ) </span></p><p><span class="fullpost">Salah satu tokoh mutajaddid pemikir islam Indonesia Nurkholis Majid ( cak Nur ) pernah berkata : bahwa inti dari moderenisasi adalah ilmu pengetahuan, dan rasionalisasi adalah keharusan mutlak sebagai perintah tuhan maka dari itu modernitas membawa pendekatan pada tuhan yang maha esa.<br /></span></p><span class="fullpost">Sebenarnya alur pemikiran mutajaddid atau neo modernis ini berasal dari tashawwur mereka terhadap alam ini dan apa yang ada di dalamnya termasuk juga pandangan mereka tentang kehidupan manusia. Menurut mereka kehidupan manusia terbagi menjadi dua bagian yang pertama adalah kehidupan spiritual dan yang terakhir kehidupan material. Kehidupan spiritualadalah hubungan antara manusia dan penciptanya yang dimana dalam masalah ini manusia tidak dapat di ganggu oleh siapapun karena ia berhubungan dengan pribadi manusia disinilah tugas agama untuk membantu pribadi tersebut menumbuhkan sifat moral dan etika didalam diri manusia tersebut, adapun kehidupan material ( duniawi) yang dimaksudkannya adalah seluruh aktifitas yang dilakukan di alam raya ini mencakup kegiatan sosial, politik, ekonomi, hukum,pendidikan dan budaya. Kehidupan jenis kedua ini bersifat kolektif tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri dan penyelesaiannya hanya dapat dilakukan oleh sains dan teknologi melalui akal manusia, agama dalam hal ini hanya membina etika, moral dan tanggung jawab saja.<br />Bila agama berperan dalam mengatur masalah dunia akan menghambat kemajuan karena menghambat kreatifitas. Oleh karena itu, seruan berikutnya ( sekte ini ) adalah liberalisasi, yang mereka definisikan sebagai membebaskan kehidupan duniawi dari nilai-nilai sakral agama. Dengan kata lain tidak perlu ada aturan dan hukum agama dalam urusan politik, sosial, budaya selain moral dan etika. Dari pemikiran seperti ini muncullah pemikiran-pemikiran cabang lainnya seperti sekularisme, pluralisme, yang akhirnya menghancurkan bukan hanya dalam masalah hukum syariat amaliyah </span><span class="fullpost"><em>( furuiyyah)</em></span><span class="fullpost"> bahkan juga dalam masalah pokok agama ( ushuliyyah ). Seperti yang dikatakan oleh Max Weber bahwa inti moderenitas adalah rasionalisasi yang mensyaratkan adanya proses sekulerisasi.<br />Sebenarnya cara berfikir yang ditempuh oleh kaum mutajaddid adalah teori dialektika-materialis yang beranggapan bahwa setiap materi saling berkaitan dengan yang lainnya, yang apabila satunya berubah yang lain akan berubah dan terus berubah hingga menuju pada keadaan yang lebih baik, padahal tidak semua materi itu berubah, dari dulu sampai sekarang manusia masih butuh makan, minum, lapar butuh kasih sayang dan banyak hal yang tidak berubah pada diri manusia itu sendiri. Ustad Adian Husini dalam artikelnya yang berjudul ( 37 tahun pembaharuan Indonesia ) mengatakan bahwa : Islam bukan agama sejarah dan agama budaya. Islam adalah agama final dan sempurnah dari awal. Karena Islam memiliki teks kitab suci yang final, yang terjaga otentitas teks dan maknanya. Bagi islam, hukum haramnya Babi tidak pernah berubah karena perubahan waktu dan tempat. Sebab teks ayat Al-Quran tentang hal ini ( Q,S 5:3 ) tidak berubah. Konsep teks Al-Quran yang final ( yang lafadz dan maknanya dari Allah ) berbeda dengan konsep teks Bibel sebagai teks yang ditulis Manusia yang mendapat inspirasi dari Roh Kudus dan berubah dari waktu kewaktu. Karena itu kesalahan fatal dari gerakan pembaharuan islam dalah menjiplak begitu saja pengalaman pembaharuan pada agama lain untuk diterapkan kedalam Islam, dengan menyamakan karakter ajaran agama islam dan sejarah islam dengan karakter ajaran Yahudi-Keristen dan sejarahnya di barat.<br />Di dalam Islam memang tidaklah dilarang pembaharuan yang membuka pintu ijtihad bagi mereka yang mereka yang memiliki kemampuan dan keahlian dalam berijtihad, dan juga mempersiapkan dan mendidik orang-orang agar mampu berijtihad seta menggali hukum-hukum syara untuk menjawab problematika kehidupan yang terus-menerus bermunculan, Yang dilarang Itu adalah melakukan Attajaddud fi Ad din yang mana dalam hal ini menghancurkan sendi-sendi dan merevolusi ajaran agama ini. wallahu a'lam bis sawab.<br /><br /><br /></span>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-82968774549116027772010-01-04T03:35:00.000-08:002010-01-04T05:56:02.599-08:00Calon Disertasi-nya Abu Nur..<div align="right"> تمهيد <br />تعتبر قضية المصادر فى التصوف الإسلامى من القضايا المهمة فى الفكر الإسلامى, وقد كانت وما زالت من أخطر الموضوعات التصوف الإسلامى : لأن الاعتراف بوجوده كعلم يتأسس على الإيمان بمشروعية مصادرهز<br />والباحث فى التصوف الإسلمى يندهش عند المطالعة إنتاج متناولى التصوف الإسلامى با البحث و التأليف.وذلك لما يراه من إصدار الأحكام المطلقة التى سنلتقى بعد القليل من نماذج منها, ( وقد أدلت معظم الإتجاهات الثقافية الأخرى بدولها فى الحلبة الصراع, فقج نجد : الفقهاء, والمفسرين, و المحدثين, وعلاماء الكلام, و الفلاسفة قدامى و المحدثين, والمستشرقين, وشمل الصراع كل القضايا هذا العالم العجيب, سواء تعلق الأمر بمصدر المعرفة وطبيعتها. أم تعلق با لقضايا العلمية التفصيلية, وخاصة تلك التى كانت محلا للمقارنة بين الإتجاهات الفكرية المختلفة, كما اتسم الصراع بالحدة والعنف إلى حد إنكار وجوده كعلم, وإلى حد التوجيه تهم خطيرة : تبدأ من الإنحراف و الابتداع وتنتهى إلى الزندقة المنحرفة.<br /><span class="fullpost">وكان الصلاح المشترك - فى كل هذا – هو رد الحقائقالصوفية الى الأفكار و الملل والنحل الأجنبية المنحرفة.<br />وقد قاوم الصوفية المسلمون هذه الهجمات المتواليةمن خصومهم , محاولين نقض التهم المواجهة إليهيم وتلمس الجذور الإسلامية للتصوف, كما حاول الشيئ نفسه بعض الباحثين المعتدلين, وعندما أصفهم بالإعتدال فلست خاضعا لحكم الهوى أو العاطفة أو لأى عامل اّخر, ويرجع سبب وصفى لهم بذالك إلى مل رئيته لدى الأخرين غيرهم من غلو وتجن وإغفال لقواعد المنهج السليم, حيث يقرأ هؤلاء التراث الصوفية قراءة إنتقائية, فيأخذ منه ما يؤيد وجهة النطرهم فقط ويصدرون أحكامهم العامة منذ العطور الأولى من مؤلفاتهم. لنقرء مثلا هذه العطور من كتاب ( التصوف : المنشأ و المصادر ) حيث يقول مؤلفة فى المقدمة ( كنت أظن أول الأمر أن بعض الغلاة هم الذين أساءو الى التصوف و الصوفية وأن الغلو والتطرفهو الذى جلب عليهم الطعن, وأوقعهم فى التشابه مع التشيع و الشيعة, ولكنى وجدت – كلما تعمقت فى الموضوع, وتأملت فىالقوم ورسائلهم, وتوغلت فى جماعتهم وطرقهن, وحققت فى سيرهموتراجمهم- أنه لا إعتدال عندهم كا لشيعة تماما, فإن الاعتدال فيهم كا لعنقاء فى الطيور, و الشيعى لايعد شيعيا إلاحيثما يكون مغاليا متطرفاو وكذالك الصوفى تماما, فإنه لا يعتقط اتصاف الخلق بأوصاف الخالق لا يمكن أن يعد صوفيا ووليا من أولياء الله.<br />ومن الطرائف أن ظنى ذلك ييجعلنى ويحثنى على أن أسمى مجموعة الكتابة عن المتصوف ( التصوف بين الإعتدال و التطرف ) ولكننى لما كتبت وجدت أن هذه الاسم لا يمكن أن يناسب تللك المجموعة من الناس لعدم وجود الاعتدال مع محاولتى أن وأجده<br />وكما كان هذا الباحث واضحا فى نفى الاعتدال عن الصوفية جميعا كان أكثر وضوحا فى ذكر أسباب ظهور التصوف فى البيئة الإسلامية ولنقرأ ما كتبه بعد حذيثه عن لمحات من حيات سيدنا رسولله وحياة اصحابه, وتابعهم رضواان الله عليهم أجمعين, وفى ذلك يقول ( ثم خلف من بعدهم خلف فتطرفوا , وذهبو بعيدا فى نعيم الدنيا وزخارفه, وفتحت عليهم أبواب الترف والرخاء, ودرت عليهم الأرض و السماء وأقبلت عليهم الدنيا بكنوزها وخزائنها وفتحت عليهم الآفاق فانغمسو فى زخارفها وملذتها وبخاصة العرب الفاتحون الغزات والغالبون الظاهرون فحصل رد الفعل فى نفوس المغلوبين المغتزوين و المقهورمن الماوالى والفرس والمفلبين وأصحاب النفوس الضعيفة المتناوية خاصة, فهربو عن الحياة ومناضلتها وجدها وكدها ولجأوا الى الخانفاوات والتكايا والزوايا والرباطات فرارا من المبارزة والمناضلة وصبغو هذا الفرار والإنهزام ورد الفعل صبغة دينية.ولون قداسة وطهارة وتنزه وقرابة , كما كان هنالك الأسباب ودوافع مؤثرات اخرى وكذلك أيد خفية دفعتهم إلى تكوين الفلسفة جديدة للحياة وطراز اٌخر من المشرب والمسالك وأسلوب جديد للعيش والمعاش, فظهر التصوف بصورة المذهب مخصوصة اعتنقه قوم وسلكه أشخاص ساذجون بدون التفكير كثير وتدبر عميق كمسلك للذهد ووسيلة التقرب الى الله غير العارفين بالأسس التى قام عليها هذا المسرب, والقواعد التى أسس عليها هذا المذهب بسذاجة فطرية وطيبة طبيعية كما تستر بقناعه وتنقب بنقابه بعض الآخرون لهدم الإسلام وكيانه, وإدخال اليهودية والمسيحية فى الإسلام وأفكارهما من جانب, و الزرادشتية والمجوسية والشعوبسة من جانب اخر, وكذالك الهندوكية والبوذية والفلسفة اليونانية الأفلاطونية من ناحية أخرى, وتفويض أركان الإسلم والغام تعاليم سيد الريول ونسخ الإسلام وإبطال الشريعة بنعرة وحدة الوجود, وحدة الأدسان وإجراء النبوة وترجيح من يسمى بالولى على أنبياء ورسوله, ومخالفة العلم والتفريق بين الشريعة والحقيقة وترويح الحكايات والأباطيل والأساطيربإسم الكرامات والخوارق وغير ذلك من الخرافات و التراعت)<br />وقد لخص هذا الكاتب فى هذه السطور جل التهم المواجهة للتصوفالإسلامى ألتى تعاملت مع قضية المصادر والتى قامت برده الى جذور غير إسلامية سواء كانت أديانا كتابية محرفة أو نحلا أرضية باطلة, أو أفكارا بشريا منحرفا.<br />ولم يأتى بجديد بل أعاد تكرارا التهم التى سبقه فى ايرادها كثير من المستشركين وأتباعهم علما بأن ( أصحاب هذا الاتجاه الرامى الى تفسير نشأة التصوف بعوامل الخارجية قد أغفلو الجانب الأكبر من تراث الصوفية فى حديثهم عن صلتهم بالله, وما تتطلبه من طاعة وعبادة كما أغفلوحديثهم عن الأخلاق , والإلها مات الصادقة ألتى أخضعوها المقياس الشريعة, ولم يلتفتو إلا إلى ملاحظة حديث بعض الصوفية عن الفناء أو وحدة الوجودأة الحلول, وليس التصوف كله هو تلك النظريات الأجنبية التى لا تمثل – بحسب النظرة الشاملة إلى الراث التصوف – إلا قطاعا عامشيا جزئيا لم يتيح له الا نتشار أو الذيوع بين السائر الصوفية , بل كان – عند الكثرة الساحقة منهم – موضع إنكار ومعارضة , وكان أصحاب -- عندهم – موضع النقض ومؤخذة ومعنى ذلك أن الإقتصار فى نشأة التصوف على المصادر الأجنبية وحدها ليس إلا نوعا من التعميم الذى يفتقر إلى الدقة ويحتاج إلى تحديد ) .<br />وهذا الاتجاه – فيما يبدو – كان وثيق الصلة باتجاه عام يرمى الى إرجاء العلوم الإسلامية إلى مصادر الأجنبية , فعلم الكلام القائم على الدفاع عن العقيدة الدينية ليس الا صورة من الفلسفة اليونانية عنج بعضهم.<br />و التفسير القران لدى المسلمين ليس الا تقليدا لطريقة سبق أن وضعها السريان فى شرحهم للكتب الفلسفية والمنطقية التى ترجموها إلى الغتهم , أم الفقه فيرى بعضهم أنه متأثر بالقلنون الرومانى , وينطبق ذلك – من وجهة نظرهم—على التصوف الذى يرجع إلى مصادرأجنبية إختلفت بإختلاف الدارسين , وترتب على ذلك تجاهل العوامل التى أدت إلى نشأته البيئية الإسلامية) .<br />فالقضية ليست مقصورة على التصوف الإسلامى فحسب بقدر ما هى حرب المعلنة على الإسلام وعلى المسلمين لتجريد هم من كل مزية وفضل ولكن إرتباطنا بموضوع التصوف يلزمنا بالحديث فى إطاره فقط, ومن هنا فإننا سنقوم بإيراد أخطر التهم الموجهة للتصوف الإسلامىفى موضوع المصادر , علما بأنن لن نناقش هذه التهم عند إيرادها بل سنقوم بالتعقيب عليها إجمالا ثم نورد الأصول الإسلامية للتصوف.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /> المبحث الأول<br /><br />المصادر الأجنبية التى لتهم التصوف الإسلامي بالأخذ عنها :<br />فى هذه الفقرة نسوق الآراء التى ردت التصوف الإسلامى لمصادر غير الإسلامية, ملتمسين أوجه الشبه بين بعض الأفكار و الممترسات فى التصوف الإسلامى من جانب , والأديان الكتابية والنحل والفلسفات من جانب اخر, ونوردها حسب هذا الترتيب فيما يلى :<br />أولا : الأديان الكتابية :<br />ونقصد بها با الدين اليهودى و الدين المسيحى حيث نحاول فى هذه السطور ذكر بعض المسائل فى كلم الدينين التى من اجلها تم الحكم على منابع التصوف الإسلامى بأنها يهودية أو نصرانية.<br />(أ) اليهودية.<br />من أهم الأفكار لليهودية التى اتهم بها التصوف الإسلامى :<br />- نزعة التشبيه الغليظة التى أدت إلى القول بالوجود الواحد.<br />- ونظرية الكلمة.<br />- وفكرة الوصائط فى الخلقى و الصدور على وجه العموم .<br />ولا بد من الإشارة الآن إلى أمرين على جانب كبير من الأهمية :<br />الأمر الأول : التورة التى فى أيدى اليهود ليست هى التورة الحقيقية المنزل من السماء.<br />الأمر الثانى : اليهودية كدين كانت تحتوى على بعض النظرات العرفانية, كان الطابعها محاولة التوفيق بين الديانة اليهودية والفلسفة الإغريقية.<br />وقد حاول ( فيلون) اليهودى الإسكندرى المشهور ( تأويل ما ورد من التشبيه الغليظ فى التورة المحرفة و تعميم اله بنى إسرائيل ليصبح اله العالم كله , ولكنه يستخديم من التعبيرات ما يجعله رازحا تحت نير الوثنية: فالله أبو العلم نفسه.<br />والكلمة الأولى إبن الله البكر.<br />ولا يتحرز من إطلاق لسمية الألوهية على العالم والكواكب كما فعلت الأفلاطونية المحدثة من بعد.<br />وخلق آدم على الصرة.<br />وتقسيم المعرفة الى أربع درجات:<br />معرفة أدنى بالنظر الى مصنوعات .<br />ومعرفة عن طريق الوسطاء.<br />والثالثة تلحق الإنسان بالكلمة أو ( اللوغوس) الأعظم.<br />ثم إدراك الحق فى ذاته , وذالك عن طريق العبادة الباطنية الذهد)<br />والذى جعل أصحاب هذا الإتجاه يحكمون بالرد التصوف الإسلامى الى مصدر اليعودى يتمثل فى أمرين :<br />الأول : الأفكار اليهودية التى اتهم بها التصوف الإسلامى وانشار إليعا فى صدر هذه الفقرة.<br />الثانى : إحتمالات تأثير الإسلاميين باليهود من خلال اليهود أنفسهم الذين عاشرو العرب والمسلمين, كما كان لإسلام الكثير منهم تأثير فى التيار العرفانى فى الإسلم.<br />ولعلنا نلاحظ بعض الأسماء البارزة من اليهوط الذين أسلمو كوهب إبن منبه, وكعب الأحبار, وابن سبأ وغيرهم.<br />كما لا يخفى الظهور بعض الأسماء الشهيرة من الفلاسفة اليهودية فى البيئة اإسلامية مثل : إسحاق الإسرائيلى, وابن جبرول, وابن سيمون, وابن ميمون, وأبو بركات البغدادى, وكان للكثير منهم تأثير بالأفكار الغنوصية , وما جاء عن طريق الأفلاطونية المحدثة على وجه الخصوص. <br />(ب) المسيحية :<br />الباحثين الذين ردو التصوف الإسلامى المصدر المسيحى كان لهم حديث طويل حول هذه النقطة , فقد قامو برصد بعض الأفكاروالممارسات الصوفية ردها الى الجزور مسيحية.<br />والمستشركون – بطبيعة الحال – كانو أشهرو من بالغ فى تناول ه ه المسألة , والركيز عليها, والإلحاح بشأنها, وتابعهم بعض الباحثين المسلمين – عربا وغير عرب -- , ومن هذا الأسماء : جولدتسيهر,وبلاسيوس, والنشار, وإحسان إلهى ظهير.<br />ومن أهم الأفكار التى تسربت إلى التصوف الإسلامى من المسيحية – غند صحاب هذه الإتجاه – نظرية الكلمة , التى هى فى النصرانية واسطة بين الله والخلق, والتى اصطنعها بعض الصوفية فى التعبير النظريتهم فى الحقيقة المحمدية فى إعتبارها أول مخلوق خلقه الله, أو : أول تعين للذات الإلهيةفاضت منه بقية التعينات الأخرى من روحية ومادية , ولم تظهر هذه العناصر النصرانية واشباهها إلا بعد أن كان المسلمون قد إختلطوا با النصارى وأخذو يحاورونهم ويجادلونهم فى العقائد , فكان طبيعيا ينتشر بعض هذه العقائد النصرانية , وأن يعمل عمله فى البيئة الإسلامية, ويتردد فى أقاول الصوفية ومذهبهم فى الحب الإلهى وفيما يتصل به من إتحاد بين الرب والعبد , ومن حلول الرب فى العبد.)<br />أم أوجه الشبه فى السلوك بين الصوفية المسلمين و بين النصارى والتى يراها الباحثون أدلة للحكم على التصوف الإسلامى بأن منابعه نصرانية فمنها: الإعراض عن الزواج , ويسوك لنا الكاتب إحسان إلهى ظهير كثيرا من أقوال الصوفية مقارنا لها بالنصوص المسيحية فى نفس الموضوع , فمن أقوال الصوفية ما نقلوه عن إبراهيم بن أدهم فى قوله : ( إذا تزوج الفقير فمثله مثل رجل قد رقب السفينة , فإذا ولد له ولدا غرق ) , وما نقله عن الجنيد وهو قوله : ( أحب المريد المبتدىء أن يشغل قلبه بالتزوج)<br />ونفس الفكرة نقلها عن الغزالى فى قوله : ( ينبغى أن لا يشغل نفسه المريد نفسه بالتزوج , فإنه يشغل عن السلوك وينأس بالزوجة, ومن أنس بغير الله شغل عن الله تعالى)<br />ونتمنى أن يتاح لنا فى المستقبل القريب بحث الموضوع الحياة الإجتماعية عند الصوفية المسلمين لنتعرف على وجهة نظر المحققين منهم فى هذا الموضوع.<br />ونعود الآن إلى إقتباسات هذا الكاتب من أقوال الصوفية المسلمين, حيث يعقب عليها بقوله : ( ولقد بوب الصوفية فى كتبهم أبوابا مستقلة فى مدح العزوبة وذم التزويج , وهذا الأمر لا يحتاج الى بيان أنه لم يأخذه المتصوفة إلا من رهبان النصارى ونساك المسيحية الذين ألزمو أنفسهم التبتل خلافا لفطرة الله التى فطر الناس عليها , تقليدا لهم وأتباعا لسنتهم, وإقتداء لمسالكهم ومشاربهم مخالفين أو امر الله تعلى و آوامر رسوله ) .<br />ثم يسوق بعض نصوص الإنجيل ليثبت للنقل واتأثير – من وجهة نظره -- , فينقل عن المسيح قوله : ( ويوجد خصيان خصو أنفسهم لأجل ملكوت السماوات , من استطاع أن يقبل فليقبل ) كما ينقل نصا آخر جاء فيه : ( وأم من جهة الأمور التى كتبتم عنها فحسن للرجل أن لا يمس إمرأة) .<br />ويختار الباحث نموذجا سلوكيا آخر يرتبط بقضية اللباس فيحكم حكما صريحا بأخذ الصوفية المسلمين عن رهبان النصارى , وفى ذلك يقول : ( وأما إلتزام الصوفية لبس الصوفية لكونه شعارا وعلامة لهم فأيضا مأخوذ من الرهبنة المسيحية لأنهم كان زيهم الخص بهم) .<br />وقد إعتمد على بعض الأقوال النقدية المباشرة التى لم يقصد منها قائلوها ما استخرجه منها من نتائج , ومن ذلك مانقله عن إبن الجوزى الذى أورد رواية جاء فيها : ( قدم حماد بن سلمة البصرة فجاءه فرقد السبخى وعليه ثوب صوف , فقال له حماد : ضع عنك نصانيتك هذا ..) <br />كما ينقل عن السهروردى قوله : ( كان عيسى عليه السلام يلبس الصوف , ويأكل من الشجرة , ويبيت حيث أمسى) .<br />وقد سبققه المستشرقون إلى القول بذلك منهم : نولدكه و نيكلسون ومسينيون وجولد تسهبر.<br />ويتساءل الدكتور طلعت غنام قائلا : ( لماذ يقصر الباحثون أنظارهم على حياة المسيح وأقواله , والرهبان وأحوالهم حين يحاولون ربط الصوفية بالمصادر النصرانية ؟!<br />ولم لا يجوز أن يكون هذا التصوف أيضا كان مسايرة لطبيعة الحياة العربية الجاهلية ؟! , وقد كانت وقتئذ الحياة الخشنة لاحظ لها من ترف , ولا أثر فيها لنعومة , بحيث يمكن أن يقال : إن حياة الزهاد الصوفية فى الإسلام إنما هى إستمرار لهذه الحياة الخشنة البعيدة عن الزخرف والنعيم , والتى كان يحياها العرب الجاهلون بصفة العامة) .<br />ولم يعجب هذ التساؤل الباحث إحسان إلهى ظهير , بل هاجم تناول الدكتور طلعت غنام لقضية المصدر النصرانى هجوما ضاريا خلامن روح البحث العلمى , وتخلى عن الحيدة والإنصاف, فقام بنقل ما أورده الدكور غنام فهذ البحث وقدم لهذا النقل بقوله : ( والجدير بالذكر , ومن الأشياء اللافتة للأنظار أن كل من حاول تبرئة التصوف عن كونه مأخوذا ومقتبسا من رهبنة المسيحية لم يسأه الإنكار عن كون المسيحية إحدى المصادر الصوف , وأنه إستفاد منها ولو أنهم أصرو مع ذلك على كونه إسلاميا بحتا معارضين مع ما قالوه , ومناقضين مع ما أثبتوه, مقرين عليهم بالتعارض الفكرى, والتضارب لقول , وإنكار ما هو ثابت لايمكن رده ولا إنكاره , فيقول واحد من هؤلاء , ولا حظ الزحزدة الفكرية , والتناقض الشديد, والتعارض الغريب , والعجز الظاهر عن الدفاع,وضعف القوة وقاة الحيلة , مع الإنكار والإكرار فى وقت واحد, لاحظ, وإقرأ وإستمع , فيقول احد الكتاب ــ وهو دكتور فى العلوم ــ ردا على من يجعل النصرانية إحدى مصادر التصوف) .<br />ويقصد هذا الباحث بأقواله تلك الدكتور طلعت غنام ويعرف القارئ به بأنه الدكتور فى العلوم علما بأنه أستاذ العقيدة والفلسفة بجامعة الأزهر كما أنه لم يكون من المتحيزين للتصوف الإسلامى والمدافعين عنه , بل على العكس من ذلك قام بالكتابة من خلال الاعتماد على منهج تحليلى نقدى ويتضح ذلك من خلال عرضه وصياغته للقضايا التى ختارها فى هذا الكتاب,ويكفى أن نورد هذه الفقرة التى ختم بها حديثه فى قضية المصادر إذ يقول : ( وهكذا بعد هذا البحث الموضوعى الموثق من المراجع العلمية القيقة لا يمكن أن يشك أحد فى هذا العلم ومصادره وأنها أجنبية مستوردة دخيلة على الإسلام , والإسلام منها براء ) .<br />وهكذا فإن الدكتور غنا يلتقى فى النتائج مع الأستاذ ظهير , مما يؤكد أنه يرى تماما من هذه التهم التى وجهها إليه الأخير , ويحق لنا أن نتساءل عن السبب فى تطاول هذا الباحث على الدكتور غنام : هل قرأ له ولم يفهم ؟! وخصوصا إذا علمنا أن لغته الأولى ليست هى العربية , أم أنه كان يقرأ قراءة انتقائية ناقصة ؟! .<br />ويبدو أن هذا الباحث قد أخذ على عاتقه مهمة التطاول على من يتوهم أنهم يخالفون الرأى, وآلى على نفسه أن يقوم بتجريهم بحق وبدون وجه حق , ويبدو ذلك من خلال عباراته وإطلاقه العمة , وولوعه بعض تركيبات اللغوية التى يفتعلها افتعالا مثل : التعارض الفكرى ــ التضارب القولى ــ الزحزحة الفكرى ــ التناقض الشديد ــ التعارض الغريب ــ العجز الظاهر عن الدفاع ــ ضعف القوة وقلة الحيلةــالإنكار و الإقرار فى وقت واحد, وقد لاحظت ذلك عليه من خلال مطالعاتى من لكثير من مؤلفاته , من ذلك مثلا تهكم بالإمام الأكبر الراحل الدكتور عبد الحليم محمود و فى ذلك يقول : ( قال الشيخ الأزهر السابق نقلا عن سيده أحمد الدخدير أنه قال : ( فالآداب تطلب من المريد فى حق شيخه أوجبها تعظيمه و توقيره ظاهرا و باطنا , وعدم الاعتراض عليه فى أى شيئ فعله , ولو كان ظاهره أنه الحرام , ويؤول ما انيهم عليه....) فهل هناك ضلال بعد هذا الضلال , وتسفيه العقول بعد هذا كله ؟ ومن رجل جعل شيخا لأكبر جامعة إسلامية وأقدمها فى العالم) ولن نحاول الدخول معه فى معركة جانبيه تخرجنا من مواصلة عرض قضية.<br /><br />ثانيا : الشيعة :<br />من مصادر التى اتهم التصوف الإسلامى بالأخذ عمها الفكر الشيعى , ويتحدث أستاذنا المرحوم الدكتور أمد محمد مصطفى عن التشيع قائلا : ( ربما لم يكن من المبالغة القول بأن التشيع كان أخطر قضية وجهها الإسلام على طول التاريخ , ولم يكن ذلك قاصرا على الناحية السياسية والحزبية , فإنه وإن إبتدأ بداية السياسة محضة فما لبث أن تطور الى قضايا عقيدية إعتقنتها اتجاهات متنوعة وسمت بالباطنية على وجه العموم, وابتلعت فى جوفها كل الوان الغنوص : الهندية والفارسية ....الخ ) ونستطيع رصد أهم القضاياألتى اتهم التصوف بأخذها عن التشيع فيما يلى :<br />- فكرة إنقطاع التكليف بدعو الوصول الى الحقيقة .<br />- فكرة التنظيم الصوفى من أقطاب و أبدال وغير ذلك .<br />- فكرة إحتواء القرآن على معنى ظاهر ومعنى باطن .<br />فبا لنسبة للفكرة الأولى عند الشيعة نقرأ لأحد أئمتهم قوله : ( من عرف الباطن فقد سقط عنه عمل الظاهر , ورفعت عنه الأغلال والأصفاد وإقامة الظاهر ) .<br />وقد اشترك بعض الضالين من الصوفية فى هذا القول من الشيعة , وفى ذلك يقول القشيرى عنهم (...وارتحل عن القلوب حرمة الشريعة فعدوا قلة المبالات بالدين أوثق ذريعة , ورفضو التمييز بين الحلال والحرام ,ودانو بترك الإحترام وطرح الاحتشام , واستخفوا بأداء العبادات , واستهانو بالصوم والصلاة , وركضوا فى الميدان الغفلات , وركنوا الى اتباع الشهوات....الخ ) .<br />أما الفكرة الثانية , وهى التنظيم الصوفية من أقطاب و أبدال , فيذكر ابن تيمية أخذ الصوفية المسلمين لها عن الشيعة : ( وأما الأسماء الدائرة على ألسنة كثير من النساك والعامة من الغوث الذى يكون بمكة , والأتاد الأبعة , والأقطاب السبعة , والأبدال الأربعين , والنجباء الثلاثمائة.<br />فهذه الأسماء الأسماء ليست موجودة فى كتاب الله ولا هى أيضا مأثورة عن النبى لا بإسناد الصحيح , ولا ضعيف محتمل الا لفظ الأبدال فقد روى فيهم حديث منقطع الإسناد عن على إبن ابى طالب مرفوعا إلى النبى أنه قال : ( إن فيهم ــ يعنى أهل الشام ــالأبدال أربعين رجلا , كلما مات رجل أبدل الله مكانه رجلا ) ولا تةجد هذه الأسماء فى كلام السلف كما هى على هذا الترتيب ...<br />وهذا من جنس دعوى الرافضة أنه لابد من كل زمان من إمام المعصوم يكون حجة الله على المكلفين لا يتم الإيمان الا به ...)<br />وأما فكرة الثالثة وهى إحتواء القرآن الكريم على ظاهر و باطن التى تشابهت بين الصوفية والشيعة , والتى حكم من التشابه على أخذ الصوفية من الشيعة .<br />والقول الظاهر والباطن من أهم ما ميز الفكرى الشيعى المتأثر باليهودية بواسطة عبدالله بن سبأ اليهودى المؤسس الحقيقى الأول لديانتهم ومذهبهم ( ثم أخذ المتصوف بدورهم أفكار الشيعة و معتقداتهم , فآمنوا بها واعتقدوها , وجعلوها من الأصول والقواعد للعصابتهم , فقالو مثلا ما قالته الشيعة والفرق الباطنية ). <br /><br />ثالثا : النحل :<br />ونقصد بالنحل الت اتهم التصوف الإسلامى بالأخذ عنها الأفكار والممارسات البشرية الموجودة فى البيئة الهندية أو الفارسية , ونورد فى السطور الآتية الأسباب التى دعت الباحثين للحكم على التصوف الإسلامى بأن جذوره هندية أو الفارسية .<br /><br />أ- النحل الهندية :<br />تجدرالإشارة فى بداية هذه الفقرة الى حديث الدكتور محمد غلاب عن التناسك الهمدى فى أصوله النظرية ومسالكه الملية , زكبار شخصياته ثم قيامه بعقد موازنة طيبة بين النقاط الأساسية فى التنسكين : الإسلامى والهندى , إلا أن دكتور غلاب نجا مما وقع فيه غيره من إصدار الأحكام الخاطعة التى ترد التصوف الإسلامى إلى هذا مصدر أو ذاك من المصادر الأجنبية التى لا تتمنى إلى الإسلام, ولا تصدر عنه , وقد صنع ذلك مثلا الباحث إحسان إلهى ظهير الذ أصدر ــ كعادته ــ حكما عاما يقول فيه :<br />(و أما كون التصوف و تعاليمه وفلسفته , أوؤاده و أذكاره , وطرق الوصول الى المعرفة , والمؤدية إلى الفناء مأخوذة مستقاة من المذاهب الهندية والمناوية والزرادشتية أيضا فلا ينكرها منكرا, ولا يردها احد ولا يشك فيها الشاك , بل إن كبار الكتاب عن التصوف والباحثين فيه من المستشرقين و المسلمين , حتى الصوفية أقرأو بذلك حيث لم يسعهم الإعتراف بهذه الحقيقة الظاهرة اجلية التى لايمكن تجاهلها ولا إغفالها ألبتة ) .<br />وقد حكم بعض المستشرقين ومن شايعهم من الباحثين المسلمين برد التصوف الإسلامى إلى منابع هندية , فقد عدد ( جلدتسيهر) فى هاذا الصدد الملاحظات المتعلقة بالمنهج التصفية والحلول والإتحاد و أوجه التشابه بين ( النرفان الهندية ) و ( الفناء الصوفية) ).<br />ويلخص أستاذنا محمد أحمد مصطفى جهود الباحثين حول هذه القضية فيقول : ( وإلى هذا ذهب أيضا كثرة من المستشر قين من أمثالا ( ثولك) فى كتابه ( التصوف و وحدة الوجود ) , و(فون كريمر ) فى ( تاريخ الأفكار البارزة فى الإسلام ) , وفيه يرى العنصر الهندى بارز لدى الصوفيين الشاهيرين : الحارث المحاسبى , و( ذى النون المصرى ) و ( دوزى) فى بحثه : ( مقال عن تاريخ الإتجاه الإسلامى ) وفيه يرى التصوف آتيا من الهند عن طريق فارس و حيث سادت فكرة صدور كل شئ عن الله ورجوعه وأن العالم لا وجود له من ذاته , فالموجد بحق هو الله , و ( براون) فى بحثيه : ( عام بين الفارسين ), ( وتاريخ الفرس الأدبى ),( وماكس هورتن) فى مقاله : ( فى أصل التصوف) وفيه يرى رجوع التصوف الإسلامى إلى الفلسفة الهندية عن طريق ( ميترا) و (مانى) فالمسلمون نفسهم يعترفون بذلك بالإضافة الى مظاهر عملية ونفسية أخرى, مثل : الرضا, واستعمال المخلاة , والسبح.<br />ويقدم ( نيكلسون ) دليلا آخر على الارتباك الاستشراقى إذ يرى سيادة الفلسفة الهندية فى الناحية العملية , ثم يتحول الى أفكار ( فون كريمر) و أمثاله فى رجوع التصوف غلى أصل هندى فارسى وخاصة فى وحدة الوجود ,ثم يرى آخرا رجوعه إلى أصل الإسلامى.<br />وقد تابع المستشرقين معظم الباحثين العرب والمسلمين ولا تخرج آراؤهموأدلتهم عن تلك الآراء والأدلة : ونشير منهم الى ( النيال) فى كتابه : ( الحقيقة التاريخية للتصوف الإسلامى ) و الدكتور ( قاسم غنى ) فى : ( تاريخ التصوف ف الإسلام) و الدكتور ( عبد القادر محمود ) فى كتابه ( الفلسفة الصوفية فى الإسلام) .<br />ولكننى عثرت على وجهة نظر مضادة , وهى للمستشرق جفرى بارندرالذى حاكم بتأثير التصوف الإسلامى فى الفكرى الهندوسى وليس العكس , بل إت الصوفية المسلمين كانوا من أهم العوامل التى جعلت أكثر من خمس يكان شبه القارة الهندية يعتنقون الإسلام , ونفى نفيا قاطعا أن يكون للحكام المسلمين الجدد أى دور لإخضاع سكان البلاد الأصليين لاعتناق الإسلام وفى ذلك يقول (....فالحكام المسلمون لم يفكروا قط فى وضع خطة لتحويل عقيدة السكان إلى الإسلام , ولم يهتموا بتشجيعه, رغم أنهم أعطو أنفسهم ما يبرر تخريب المعابد , وقمع التمرد بحجة تحطيم الأوثان القديمة , ونشر العقيدة الإسلامية.<br />ولا بد أت يكون التحول إلى الدين الجديد قد جاء من مصدر آخر مختلف أتم الاختلاف , وأعنى به فارس أو الشيوخ جابوا الريف مبشرين بديانة الحب الصوفى لله و للبشر, و أقاموا صوامع أو خلوات مفتوحة لجميع طبقات المجتمع للعبادة الجماعية والتأمل الصوفى , ولقد ضربت الصوفية على كثير من الأوتار الحساسة عند الهندوسية , لاسيما حركة ( بختى) ( محبة الله ) فى المذهب الفشنية على ضرورة وجود مرشد والانصياع له والإقتراب من الله عن طريق الحب<br />.والإعتماد على النعمة الإلهية , وأهمية الإستغراق فى التأمل , ومراحل الطريق للإتحاد مع الله , وفى الأماكن التى لم يتم فيها التحول الدينى ( إلى الدين الجديد وهو الإسلام ) أثر شيوع الأفكار الإسلامية ورواجها بقوة والأ فكار الإسلامية ورواجها بقوة فى الفكر الهندوسية من خلال الصوفية ) .<br />إذن نحن أمام وجهتى نظر متعارضتين فبأيتهما نأخذ ؟ أنأخذ بالتى ردت التصوف إلى جذور النحل الهندية ؟ , أم نأخذ بتلك جعلت التصوف الإسلامى قائما بدور ملحوظ فى نشر الإسلام فى شبه القارة الهندية ؟ وجعلته ذا تأثير من النحل الموجودة فى البيئة الهندية.<br />ولن نتسرع بقبول هذه ورفض تلك أو العكس , بل سنرجى ء الحديث ليكون الرد أشمل بعد الإيراد كل التهم عندما يتم النظر إليها من منظور التأثير و التأثر فى الثقافة الإنسانية على وجه العموم.<br /><br />( ب) انحل الفارسية :<br /><br />من المقطوع به تاريخيا أن أنوار الدين الإسلامى وصلت الى بلاد الفرس فى عهد الفتوحات الإسلامية, ومن هنا دخخل سكان البلادى الأصليون فى دين الله أفواجا, ومن هنا التقى الإسلام وعقائده وتعالميه بالأفكار والممارسات السلوكية الموجودة فى البيئة الفارسية , وهذا التلاقى هو أول الأسباب التى جعلت الباحثين يحكمون بالجذور الفارسية للتصوف الإسلامى , ويرون السبب الثانى هو وجود طائفة من شيوخ التصوف البارزين فى الفرس. ( ولقد كان الأثر الفارسى والثقافات الفارسية واضحا فى الثقافات الإسلامية وخاصة المترجمة منها وبنوع خاص فى العصر العباسى , فلقد كان ذلك العصر حافلا بكثير من حملة العلم وأصحاب النحو وأهل الحديث والتفسير والمتكلمين , وغيرهم من الصفوة الممتازة الذين كان سوادهم الأعظم فرسا عاشو ا فى ظل الإسلام , بالإضافة إلى قوة الصلات الاجتماعية و السياسة بين الفرس و المسلمين التى كانت سائدة آنذاك )<br />فإذا عدنل إلى السمات الخاصة بالثقافة الفارسية وجدنا أنهم بقدسون بعض عناصر الطبيعية , بينما الخاصة منهم يجعلون معبودهم ( ميترا ) أو ( أهورا مازدا) , وظلو على العقائد حتى جاء ( زرادشت) الذى ركز على فكرة الخلاص النفس , ويخرج من مرحلة الآلهة المتعددة أو المحلية الى وصف ( أمورا مازدا ) بأنه إله الكون كله , وليس له خصم سوى ( أهرمن) .<br />وقد دار جدل كبير حول هذا الثنائية إلى أن أعلن فريق من رجال الدين أن ( أهرمن) ليس خصما للإله الأعلى , ولكنه مقابل ( روح القدس فى مازدا) والفكرة لها علاقتها بالإنسان ألول عند الفرس كما لها مشابهاتها عند الصوفية المسلمين , وخاصة فيما يتعلق بالإنسان الأول والإنسان الكامل.<br />ثم جاء مانى الذى يعد مذهبه عند الباحثين مزيحا من حاته النفسية المتشائمة المتنسكة, والزرادشتية , والبراهمية , والمسيحية قبل سيادة المجامع وقوانينها الكنسية, وأهم ما يسترعى الإنتباه فى مذهبه : تصويره النشأة العالم تصويرا هنديا أى فى مذهب الصدور, وثنوية الخير و الشر المفرطة, فلم تكن بهذه الحدة عند سلفه زرادشت, كما تعتبر فكرته عن الإنسان الأول تمثيلا للصراع حول هذين المبدأين , وكان أكثر تشاؤما من زرا دشت حين رأى وجوب التخلصمن قيود الجسم وإبادة العنصر البشر بواسطة حظر الزواج, وغير ذلك من الوسائل.<br />ومن أشهر العقائد الفارسية اليى اتهم التصوف الإسلامى بالأخذ عنها : القول بالرجعة , والتناسخ , ودعوى الألوهية , والإمام المعصوم , والحقيقة المحمدية , والحلول , وتقديس البشر , مع الأخذ بعين الإعتبار أن كثيرا من الفرس رغم اعتناقهم الإسلام ظلوا متمسكين بآرائهم القديمة , وكانو مستعدين لعبادة الخليفة كعبادتهم لملوكهم من قبل.<br />وتاقوا الى أمير مؤوله , وقامت فعلا محاولة لتأليه الخليفة قامت بها فرقة متعصبة ذات أصول فارسية عرفت بالروندية , وشقت عصا لطاعة عندما رفض الخليفة المنصور أن يعامل كإله, ورما بقادتهم فى غياهب السجون .<br />تلك الأفكار والبدع التى شاعت منذ بداية الدولة العباسية بدأت تتسرب إلى مذاهب الشيعة المتطرفة التى ذهبت الى تقديس ابناء على, وترى أن نفحة إلهية مقدسة تحل فى الأئمة.<br />وكانت المجوسية هى أهم عقائد الفرس التى أرادوا إحيائها وإلى جانبها المزديكية والمانوية , كذلك إنتشر الغنوص القائل بثنوية المبادئ : الخير والشر, أو النور والظلام, وازدادت شعوذات الفرس وعقائدهم اللاعقلانية .<br />( وقد سرت المانوية إلى عقاد الفرس والمسيحية والإسلام إذ تأثر بها بعض المفكرين , ويقال : إن الحلاج قد تأثر بالغنوصية , وقد إنتهى أمره بأن حكم عليه بالقتل ...)<br />وتجدر الإشارة هنا إلى قيام الدكتور إبراهم الدسوقى شتا المتخصص فى الدراسات الفارسية برصد أوجه التلاقى والتبادل بين التصوف الإسلامى والفكر الموجود على الساحة الفارسية بما فيه التصوف, وقد ارتأى الدكتور شتا أن التصوف الإسلامى فى فارس كان له روافد عدة منها : النحل الهندية, والأفلاطونية المحدثة , والزرادشتية , والمناوية . وبعد تفصيل القول فى ذلك عقب قائلا : ( وإلى جوار هذا التراث ــ وبسيطرة أشد ــ كان الإسلام , فهو المنطلق الرئيس والبوتقة التى تفاعلت فيها كل هذه الأفكار , والإطار الذى ضمها وألف بينها , وحورها ومنحها الروح فالعارف مسلم وموحد قبل كل شيئ , ولم يكن من المسطاع أن يحط العارف من قدر الشريعة أو يتجاهلها) .<br />رابعا : الفلسفة :<br />فى هذه الفقرة تناول أهم السمات الفلسفية التى اتهم التصوف الإسلامى بالأخذ عنها , ونلتزم فى إيراد ها بالترتيب التاريخى فنعرض أولا للفلسفة اليونانية , ثم نثنى بالأفلاطونية المحدثة.<br />(أ) الفلسفة اليونانية :<br />انتقل الفكر اليونانى القديم الى الجو اإسلامى فى عصر الترجمة , وتعرف المسلمون على المدارس الفلسفية اليونانية من الأيونية والإيلية والفيثا غورية والسوفستائية , وفلاسفة اليونانية الكبار : سقراط ــ أرسطوــ أفلاطون.<br />ونقصر حديثا فى هذا الفقرة عن بعض الأمور التى تلمسها الباحثون وحكمو ا من خلالها عن التصوف الإسلامى بأنه ذو جذور فلسفية يونانية , ومن ذلك : السلوك العملى لسقراط الذى صدر فيه عن الشهار الفلسفى الشهير الذى وجده على جدران المعبد دلفى , وهو : أعرف نفسك بنفسك , الذى عبر عنه هذل الحديث الذى راج فى الوسط الصوفى : ( من عرف نفسه , عرف ربه ) , ورغم أنه غير صحيح ألا أن معناه قد يكون مقبولا على ضوء قول الحق تبارك وتعالى : ( وفى أنفسكم أفلا تبصرون) .<br />و أفلاطون الذى كان له تأثيره البالغ فى الفكر الإسلامى سواء فى التيار الكلامى عند المععتزلة , أو التيار الفلسفى الكندى والفارابى و إبن سينا وغيرهم , والتسار الأخلاقى عند إبن مسكويه, والتيار الصوفى الإسلامى وخاصة لدى ( إبن مسرة) و ( إبن عربى) و( إبن سبعين ) و( التسترى) ) وغيرهم , وخاصة فى أفكار : طريق المعرفة , و المثل.<br />ويحذر أستاذنا المرحوم الدكتور محمد أحمد مصطفى من نقطة هامة خاصة بالفكر الأفلاطونية فيقول ( وينبغى الحذر من الخاط بين الألاطون الحقيقى والمزيف فقد وصل الى المسلمين تحت أثواب متعددة مختلطا بمذاهب أخرى ومن أبرزها ( الأفلاطونية المحدثة)<br />كما يدافع عن التيار الصوفى الإسلامى محاولا إيجاد مبررات لإبطال القول بتأثره بالفكر الأفلاطونى فيقول عن الأفكار المتشابهة بين التصوف و فلسفة افلاطونية: ( يمكن أن يكون للصوفية فى بعضها مستند كالقول بنظرية المعرفة وأنها تذكر , وللكن لم يقولوا ــ مطلقا ــ بالمثل , فعلى الرغم من القول بأزلية الممكنات فى العلم الإلهى إلا أنها ظلت دائما جزئية لا كلية كما هى عند أفلاطون.<br />أضف إلى ذلك أنهم تجنبوا خلط النصوص الأفلاطونية , أو على الأقل تفسيراتها بين المثل والحق , ولم يبلغ بهم القول بالنظرية إلى القول بالنتائج كما فعل أفلاطون) <br />وقداتهم التصوف الإسلامى ــ كذلك ــ بالأخذ عن الفلسفة الفيثاغورية , ومن عقائدها : التوحيد عن طريق العدد , والتناسخ, واتصال النفس بالبدن , وخلود النفس بالبدن , وخلود النفس , وأزليتها , وخلاصها بالتطهر.<br />ومنهجها فى السلوك ينبغى على : الزهد والتنزه عن بعض الشهوات , وإعتمدت فى وسائل التصفية النفسية على أمرين : علم الرياضة , وعلم الموسيقا.<br />وقد كان من الواضح تأثير الرواقية فى الفكر الإسلامى فى التيار الفلسفى عند الكندى و إبن سينا , وفى التيار الكلامى عند الشيوخ المعتزلة كالجاحظ و النظام , وبعض الأشعرية كا لباقلانى والجوينى .<br />وقد أضف بعض تأثير التيار الصوفى بالتزمت الخلقى الرواقى, ونظريات الكلمة أو النور المحمدى والتجسيم , وخاصة بعد الدراستين الهامتين اللتين قام بيهما كل من : الدكتور سامى النشار , والدكتور عثمان أمين فى دراسته الفلسفة الرواقية. <br /><br />( ب) الأفلاطونية المحدثة :<br />يلاحظ الباحثون من مستشرقين و غير مستشرقين تسرب بعض أفكار الأفلاطونية المحدثة إلى التصوف الإسلامى.<br />ويصرح الدطتور أبو وفا التفتازانى بأنه ( ليس من شك من فلسفة أفلوطين السكندرى التى تعتبر أن المعرفة مدركة بالمشاهدة فى الحال الغيبة عن النفس وعن العلم المحسوس كان لها أثرها فى التصوف الإسلامى فيما نجده من كلام متفلسفى الصوفية عن المعرفة, وكذالك كان لنظرية أفلوطين السكندرى فى الفيض , وترتب الموجودات عن الواحد أو الأول أثرها على الصوفية المتفلسفين من أصحاب الوحدة كالسهروردى المقتول, و محي الدين إبن عربى, و ابن الفارض, وعبد الحق بن سبعين , وعبد الكريم الجيلى , ومن نحا نحوهم) .<br />وفى هذه السطور نرى النظرة النقدية للدكتور التفتازانى , وهو من صوفى العصر الكبار بل كان شيخ شيوخهم عليه رحمة الله, ولم يمنعه ذلك من تناول قضية المصادر بهذا المنهج النقدى.<br />وبذكر الدكتور قاسم غانى بعض النماذج الأفلاطونية الحديثة التى شقت طريقها الى التصوف الإسلامى , وفى ذلك يقول ( إن طريق الوصول الى المبدأ الحصول على التمتع الأبدى, وهو تطهير النفس السفلية عن طريق التجرد من الشهوات الجسمنية , والميول الحسية, وممارسة الفضائل الأربع , وهى العفة, والعدل , والشجاعة, الحكمة, هذه نماذج من آراء الفلسفة الأفلاطونية الحديثة التى وفق المسلمون بينها وبين الشرع الإسلامى , ولهذا الغرض حذفوا منها أشياء, وزادوا عليها أشياء, وسموها ( حكمة الإشراق ).<br />وقد أثر فى التصف والعرفان ذيوع آراء أفلاطون , وظهور الفلسفة الأفلاطونية الحديثة بين المسلمين أكثر من أى شيئ , وبعبارة الأخرى : أحرز التصوف الذى كان الى ذلك الحين زهدا عمليا أساسا نظريا و علميا.<br />وإذ دققنا فى آراء الأفلاطونية الحديثة وجدنا أن الصوفى الذاهد الذى غض الطرف عن الدنيا وما فيها يحكم أنها فانية, وتعلق خاطره بما هو خالد يشعر بالذة فى فلسفة أفلوطين , بل يحصل على منتهى غايته فى تلك الآراء, وموضوع وحدة الوجود فى الفلسفة الأفلاطونية الحديثة جذب أنظار الصوفية أكثر من أى شيئ آخرلأن الذين يؤمنون بهذه العقيدة يرون أن العالم كله مرآة لقدرة الحق الله تعالى , وكل موجود بمثابة مرآة تتجلى فى ذات الله فيها أن المرايا كلها ظاهرة, والوجود المطلق والموجود الحقيقى هو الله , وينبغى على الإنسان أن يسعى حتى يمزق الحجب , ويجعل نفسه محلا لتجلى جمال الحق الكامل ويبلغ السعادة الأبدية. .<br />وقد أدلى بدلوله فى هذه القضية على سبيل المثال من المستشرقين ( نيكلسون) فى كتابه ( التصف الإسلام و تاريخه ) وفصل القول فيها من الباحثين الدكتور ( عبد القادر محمود ) فى كتابه ( الفلسفة الصوفية فى الإسلام ) و الدكتور ( طلعت غنام) فى كتابه ( أضواء على التصوف ) و الدكتور ( صابر طعيمة) فى كتابه ( الصوفية : معتقدا ومسلكا) و الدكتور ( محمد مصطفى ) فى كتابه القيم ( علم التصوف ) وغيرها .<br />ويعترف أستاذنا المرحوم الدكتور محمد أحمد مصطفى بوجود نوع من التلاقى الفكرى بين الأفلاطونية الحديثة وبين التصف الإسلامى إلا أنه يذكر جوار ذلك الفروق الأساسية فيما بينهما , وفى ذلك يقول عليه رحمة الله : ( وعلى الرغم من وجود مناظرات لأفكار هذه المدرسة فى التصوف الإسلامى , فإنه يفتقر وإياها فى طريق المعرفة , وفى قضاياها.<br />فى طريق المعرفة : فى أنه عند الصوفية إسلامى اتباعه.<br />وفى القضايا : لأن الإشراق ليس فى الحقيقة سوى الإلهام الإسلامى المباشر.<br />والتوازى بين العوالم لا يبلغ الى القول بالمثل كما تمثلت عندهم وعند أفلاطون , وقد أشرنا الى إختلافهم فى نظرية الصدور مما يبعدهم عن الشبهة الوثنية والتأليه لغير الحق.<br />أما فيما يتعلق بعلو الحق فإنه يتجاهل جمع الصوفية بين النفى والإثبات فى الصفات , فلم يقلعو الصلة بين الحق و صفاته كما فعل المعتزلة و الفلاسفة , ولم يغلوا مرحلة الشبيه و التجسيم بإثباتهاز) .<br /><br />- تعقيب على الآراء التى ردت التصوف الإسلامى الى مصادر الأجنبية.<br />إنتهينا فى الفقرة السابقة من عرض بعض الأفكار النظرية والممارسات العملية التى رأى الباحثون فى التصوف الإسلامى أن لها أشباها ونظائر فى اليهودية و النصرانية , وعند الشيعة , وفى النحل الهندية والفارسية, وفى الفكر الفلسفى عند اليونان , و فى الأفلاطونية المحدثة , مما جعلهم يحكمون برد التصوف الإسلامى لهذا المصدر أو ذاك من المصادر السابقة.<br />والقضية بهذا الشكل من التناول تنطوى على إفتقاد للمنهج العلمى السليم الذى يضع الأمير فى نصابها , فلا يحكم بأخذ اللاحق عن السابق الا بعد العثور على أدلة تقترب من اليقين اقترابا واضحا , ومن ناحية أخرى فإن هذا التناول ينبغى على انعدام النظرة الموضوعية التى لا تبتغى سوى إصابة الحق وحده دون أن تتلون بثقافة معينة , أو تصدر عن هوى شخصى , وما شابه ذلك.<br />إن قضية المصادر فى التصوف الإسلامى ترتبط إرتباطا وثيقا بقضية التأثير و التأثر فى الثقافة الإنسانية على الوجه العموم , وقد كان لروادنا عطاء طيب فى هذه النقطة , لنقرأ ما كتبوه المرحوم الدكتور غلاب فى هذا الموضوع فى مقدمة كتابه القيم : التنسك الإسلامى : ( بقيت نقكة أخيرة نود أن نشير إليها قبل الانتهاء من هذه المقدمة , وهى ما نشاهده من هيام بعض الكتاب بمحاولة إثبات المحاكاة والتقليد بين كل إنتاجين متشابهين , وهى لوثة بغيضة لامسوغ لها ألبتة , لأن الفطر السليمة, و الطرق المستقيمة , والأنهاج القويمة تلتقى كلها تحت سماء الحقيقة العليا متعانقة مترابطة لا مباينة بينها لا تعارض , وأنه كثير ما توجد أوجه شبه متماثلة أشد التماثل دون أن يكون هناك أدنى أثر للاستعارة أو المحاكاة , وإنما هى ( فطرة الله التى فطر الناس عليها ). <br />ويتفق أستاذنا الدكتور محمود حمدى الزقزوق مع وجهة نظر دكتور غلاب تلك , ويتقاسمها معه ولكنه يتميز بهدوء النبرة بالمقارنة مع حدة الدكتور غلاب الواضحة فى النص السابق , وفى ذلك يقول الدكتور زقزوق : ( وهكذا فإنه إذا كان التصوف فطرة بشرية , وظاهرة إنسانية عامة فليس هنلك مبرر على إطلاق لمحاولة البحث عن جذور التصوف الإسلامى فى غير الإسلام , وذلك بالبحث عن هذه الجذور فى التصوف الهندى أو الفارسى أو المسيحى , أو غير ذلك من نزعات روحية لدى شعوب أخرى, فلم تختص الأمم دون غيرها بهذا الجانب الروحى الملتصق بالإنسان أينما كان و أنى كان) .<br />فالتصوف يمثل نزعة إنسانية عامة يمكن القول بأنها ظهرت فى كل الحضرات البشرية على نحو من الأنحاء , وقد أفصحت فيه الروح عن أشواقها العميقة فى التطهر, والاستعلاء على كثافة المادة, و التطلع الى تحقيق مستوى أعلى من الكمال.<br />و يستطيع الدارسون للتصوف المقارن أن يضع أيديهم على بعض النقاط والمسائل المشتركة, التى لا تكاد يخلو منها النظام صوفى, ولكنهم يستطيعون ــ كذلك ــ أن يتلمس بعض المسائل المتميزة بسبب ما يحيط با لتصوف من مؤثرات وملابسات تتعلق بمصادر التوجيه الروحى, أو بظروف الواقع الاجتماعى , أو تتصل بما أوضع الله تعالى فى النفس الإنسانية من المواهب و الملكات والخصائص. .<br />والدارسون الذين قامو بالبحث فى التصوف الإسلامى حاول نفر مفهم رد التصوف الإسلامى الى بعض المصادر الأجنبية كما سبقت الإشارة إلى ذلك , ولكنهم للأسف حاول كل منهم العودة بالتصوف الى مصدر يرتبط بنوع ثقافته الخاصة, والدكتور عبد الميد مدكور وجهة نظر جديرة بالاعتبار حول هذه النقطة يقول فيها : ( يلاحظ أن أكثر الآراء قيلت لتفسير نشأة التصوف بمصادر أجنبية قد لجأت إلى تفسيره بمصدر واحد كان يختلف باختلاف ثقافة الدارسين , فالدارس الثقافة الهندية كان يرجع التصوف إليها , والمطلع على الثقافة اليونانية كان يجعله صورة منها , وأثرا من آثارها , وكذلك من يفعل من له صلة بدراسة التصوف المسيحى أو الفارسى وهكذا.<br />ويترتب على هذا التفسير بمصدر واحد أننا نجد شيئا واحدا ــ وهو التصوف ــ قد فسر المتصوف بمصدر متعارضة يلغى بعضها بعضا , كما يترتب عليه ــ أيضا ــ أن صاحب يعجز عن تفسير ظواهر أخرى لا يمكن تفسيرها بالمصدر الذى إختاره) .<br />ومن هنا تبين لنا أن تفسير نشأة التصوف بمصدر أجنبى واحد لا يتفق مع الحقيقة ولا يقترب منها , بل يحتاج الى منهج يتسم بالدقة و التحديد, وقد رفض كثير من الباحثين رد التصوف الى مصدر أجنبى واحد رغم ميلهم الواضح , وإعتقادهم أن التصوف دخيل على الإسلام مثلما صنع الدكتور طلعت غنام مع المصدر الفارسى الذى يذهب بعض الدارسين الى رد التصوف الإسلامى أليه , وفى ذلك يقول : ( أما أن التصوف الإسلامى مستمد من أصل فارسى لأن فريقا كبيرا من شيوخ الصوفية كان من أصل فارسى فهذا ما يحتاج الى بحث وتدقيقى.<br />لقد كان كثير من صوفية الفرس آثار ومعالم واضحة فى التصوف الإسلامى لا يمكن أن تمحى من تاريخ الحياة الروحية الإسلامية بصفة عامة وفى تطور التصوف واستحالته الى علم بصفة خاصة.<br />وذلك أمثال : معروف الكرخى , و أبو يزيد البسطامى غير أنه لايمكن القول بان تطوير الحركة الصوفية و ازدهار الحياة الروحية يرجع الى صوفية الفرس وحدهم , وإنما كان لغيرهم جهود قوية شاركت فى هذا المضمار أمثال أبو سليمان الدارانى من العراق , وأمثال ذو النون المصرى من مصر.<br />وهذا كله ينتهى بنا إلى أن مصدر التصوف الإسلامى لم يكن فارسيا كله....) .<br />وقد صرح الدكتور عبد الحميد مدكور بما يتفق مع الدكتور طلعت غنام فى هذه الجزئية , فيقول فى عبارات واضحة ينتقد فيها القائلين بالمصدر الفارسى : ( ذهب بعض الباحثين الى أن التصوف الإسلام يرجع الى المصدر الفارسى, وكان من ادلته على ذلك وجود صلات الإجتماعية و ثقافية و دينية بين الفرس والعرب فى المختلف العصور, كما إستدل بأن فريقا كبيرا من شيوخ التصوف الأفذاذ الذين ظهروا فى عصور التصوف الأولى كانو من الفرس, ولعل هذا التفسير لا يخلو من تعسف , لأن الصلات بين الفرس والعرب لم تكن طريقا له إتجاه واحد يمر فيه التأثير من الفرس إلى العرب فقط, بل كان طريق له إتجاهان يتم بواستطهما التأثير المتبادلة بين الفرس والعرب, ويكفى أن الفرس تأثروا باللغة العربية وعلومها و حضارتها, وقد تأثر العرب بالفرس دون شك, ولكن مقدارها هذا التأثر فى نطاق التصوف لم يكن واسعا الى الحد الذى يدعو إلى أن يكون هذا التأثير هو السبب فى وجود التصوف لدى المسلمين.<br />ومن الحق أن بعض الصوفية كلنو من الفرس , ولكن كثيرا من الصوفية ــ إن لم يكن أكثرهم ــ كانو من غير الفرس , أى من العرب وغيرهم من الشعوب التى أسهمت فى تكوين الحضارة الإسلامية و علومها و منها التصوف, ويدلنا تاريخ التصوف على أن بعض الصوفية العرب كان لهم تأثير كبير فى صوفية الفرس أنفسهم , ومن أمثالة ذلك محى الدين ابن عربى الذى تأثرت به الشخصيات عديدة من شخصيات التصوف الفارسى.<br />فالمصدر الفارسى ــ إذن ــ لا يصلح ــ وحده ــ لتفسير نشأةالتصوف فى جملته , وإن صلح لتفسير جانبا منه) .<br />ومن هنا فإننا فى مسألة التأثير و التأثر يجب الا نكتفى بمجرد التشابه : لأن هذا التشابه قد يرجع ــ أحيانا ــ إلى تشابه السلوك الإنسانى إزاء موقف من المواقف أو المشكلة من المشكلات, ومثل هذا التشابه العفوى ليس له قيمة فى الحكم بالتأثير و التأثر , ولذلك ينبغى البحث عت أدلة أو قرائن تاريخية تدل على الاتصال المباشر أو غير مباشر , بل إن الدقة توجب عدم الاكتفاء بمجرد الإتصال , بل لا بد من التأكد الحقيقى من وجوده , لأن التوافق لا يعنى المطابقة دائما , بل أكثر من ذلك فإن وجود اتصال بطريقة ما لا يدل ــ ضرورة ــ على العنصر المستعار يكتسى هنا أو هناك نفس المعنى , لأن ذلك لا يعنى ــ دائما ــ إلحاقة فى الروح و الاستلهام بمصدر التأثير. .<br />ورغم ذلك فإننا لا نقول بنفى تأثير السابق فى اللاحق حتى نفى مطلقا, بل إننا وجدنا من بعض الدارسى التصوف الذين لم يقتصروا على دراسته فحسب بل وصل بهم الآمر الى سلوكه عمليا ــ وجدنل منهم ــ جرأة أدت الى الإعتراف بتسرب الأفكار الأجنبية إلى ميدان التصوف الإسلامى , وفى ذلك يقوم المرحوم الدكتور أبو الفا التفتازانى بعد القيامه بالرد على القائلين بأخذ التصف الإسلامى من النصرانية : ( ومع هذا لا تنكر تأثر بعض الصوفية المتفلسفين بالمسيحية على ما نجد عند الحلاج الذى إستخدم فى تصوفه اصطلاحات المسيحية كالكلمة و اللاهوت و الناسوت وما إليها , ولكن هذا لا يظهر الا فى وقت متأخر ( أواخر القرن الثالث الهجرى ) بعد أن كان ذهد الذهاد قد استقر فى القرنين : الأول و الثانى الهجريين, وأصبح دعامة لكل تصوف لاحق.<br />ولذلك فإن من الإنصاف العلمى القول بأن مذاهب الصوفية فى العلم , ورياضتهم العملية ترد الى مصدر الإسلامى , الا أنه بمرور الوقت , وبالحكم التقاء الأمم , و احتكاك الحضرات تسرب إليها شيئ من المؤثرات المسيحية أو غير المسيحية , فظن بعض المستشرقين خطأ أن الصوفية أخذوا أول ما أخذوا عن المسيحية) .<br />ثم يفصل المسألة أكثر فيذكر مصادر أخرى غير المصدر النصرانى , فيقول : ( ونحن لا ننكر الأثر اليونانى على التصوف الإسلامى , فقد وصلت الفلسفة اليونانية عامة , والأفلاطونية المحدثة خاصة الى صوفية الإسلام عن طريق الترجمة والنقل , أو الإختلاط مع رهبان النصارى فى الرها و حران , وقد خضع المسلمون ليلطان أرسطو, وإن كانو قد عرفوا فلسفة أرسطو على أنها فلسفة إشراقية لأن عبد المسيح بن ناعمة الحمصى حينما ترجم الكتاب المعروف بـ ( أتوليجيا أرسطو طاليس ) قدمه الى المسلمين على أنه لأرسطو على حين أنه مقتطفات من تسوعات أفلوطين .<br />وليس من شك فى أن فلسفة أفلوطين السكندرى التى تعتبر أن المعرفة المدركة بالشهادة فى حال الغيبة عن النفس وعن العالم المحسوس كان لها أثرها التصوف الإسلامى فيما نجده من كلام متفلسفى الصوفية عن المعرفة , وكذلك كان لنظرية أفلوطين السكندري فى الفيض وترتب الموجودات عن الواحد أو الأول أثرها على الصوفية المتفلسفين من أصحاب كالوحدة كالسهروردىالمقتول , ومحى الدين بن عربى , وابن الفارض , وعبدالحق بن سبعين , وعبد الكريم الجيلى , ومن نحا نحوهم .<br />ونلاحظ بعد ذلك أن أولئك المتفلسفة من الصوفية نتيجة اطلاعهم على الفلسفة اليونانية قد اصطنعوا كثيرا من مصطلحات هذه الفلسفة مثل : الكلمة ــ العقل الأول ــ العقل الكلى ــ العلة والمعلول....) .<br />و الدكتور التفتازانى ــ عليه رحمة الله ــ يشير فى غير موضع الى التصوف الإسلامى فى فترة نشأته , و بو اكيره الأولى , والى صدور المعطيات الإسلامية , ونقاء أصوله من كل دخيل , وهو يتفق فى هذا مع أكثر دارسى اللتصوف المحدثين , الذين كانوا إمتدادا صادقا لشيوخ الصوفية الأولين , ومؤرخى التصوف الأقدمين , وهو موضوع الفقرة القادمة.<br /> <br /> <br /><br /><br /><br /><br /></span></div>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-30949692453066129162009-12-31T21:48:00.000-08:002010-01-04T03:14:41.700-08:00Tahon baru…<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggw6MNdXULiO_gi8iz7Xza4g46COfBd762x2RUG9Pp7mE8ByRukE5pHQEKDdw5IJnscsBZwvTMlO2thF5-eGp-xeWxTgApeKptaLIK-tWnzjpATleRIniTCGefaVm3CXfSS-BmNfDu7Xvp/s1600-h/berubah.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEggw6MNdXULiO_gi8iz7Xza4g46COfBd762x2RUG9Pp7mE8ByRukE5pHQEKDdw5IJnscsBZwvTMlO2thF5-eGp-xeWxTgApeKptaLIK-tWnzjpATleRIniTCGefaVm3CXfSS-BmNfDu7Xvp/s400/berubah.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5421648809962245986" /></a><br /><p class="MsoNormal">Tepat pukul 23 : <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:"> </span>59 gw nulis tulisan ini katanya seh<span dir="RTL" style="'font-family:"> </span>malam<span dir="RTL" style="'font-family:"> </span>ini tahon baru…hehe tahon baru ????<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:"> !!!</span></p> <p class="MsoNormal">Apanya yang baru <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>? keknya ga ada yang <span style="mso-spacerun:yes"> </span>baru… masih seperti yang kemaren2 aza… malah usia gw yg makin betambah <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>hembusan nafas yg diberikan maha khalik kepadaku semakin banyak<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>jadi apanya yang baru <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>? tanggalnya …sekarang tanggal 1 <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>bukannya bulan kemaren tanggal satu juga<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>ataw mungkin harinya yang baru kaleee…? Sekarang hari jumat <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..!! </span>yeeeee… kemaren<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">-</span>kemaren hari jum’at juga ?? atawa tahunnya <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">!!! </span>aghh keknya sama aza dengan kemaren …yang ada hanya tambahan 1 angka doank <span style="mso-spacerun:yes"> </span>kemaren itu 09 sekarang<span style="mso-spacerun:yes"> </span>kosong <span class="fullpost">10 tapi masih tetap aja <span style="mso-spacerun:yes"> </span>ga baru kan<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>yang ada hanya berubah dan bertambah dan tidak baru atau baharu …<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">!!! <span style="mso-spacerun:yes"> </span></span></p> <p class="MsoNormal">Apakah setiap perubahan itu harus baru…??? Atau semua yang bertambah itu baru …??? <span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="mso-spacerun:yes"> </span></span>Atau semua yang berpindah itu dikatakan baru…???</p> <p class="MsoNormal">Mobil tuan rumah gw “ baba aiman” yg di beli setahon yang lalu semakin hari semakin kusam<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>tidak semakin baru <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">!!!.. </span>nenek gw “ namanya nenek capi<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>hehe I love U full ne’<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>mmmuuaahh” usianya semakin hari semakin tua engga semakin baru…??? …<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Rumah yang di beli<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>” maunya kita katakan setiap harinya “ rumah ini semakin baru aza<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..!!!</span>” tapi tidak demikian keadaannya<span style="mso-spacerun:yes"> </span>malah kita mengatakan seiring berjalannya waktu “ rumah ini semakin lama”atau rumah ini dah lama banged …<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.!!!<span style="mso-spacerun:yes"> </span></span></p> <p class="MsoNormal">Apakah mungkin bahasa indonesia gw yg belom bagus hingga belom bisa membedakan antara lama dan baru…??? Atau di zaman <span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="mso-spacerun:yes"> </span></span>sekarang ini “ kata baru itu bersinonim dengan kata lama “ dan sesorang itu usianya semakin lama dikatakan “ usianya semakin Baru.....”<span dir="RTL" style="'font-family:"> ) </span>intiya buka kamus bahasa Indonesia <span style="'mso-bidi-font-family:">)</span></p> <p class="MsoNormal">Didalam ilmu kalam <span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="mso-spacerun:yes"> </span></span><span style="'mso-bidi-font-family:">( </span>lho<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>lho<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>lho kok masuk ke metafisika lagi seh<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>???<span style="'mso-bidi-font-family:">(</span><span dir="RTL" style="'font-family:"> </span>kata baru itu versusnya kata lama…<span dir="RTL" style="'font-family:"> </span>para filosof islam mengatakan baru dengan<span dir="RTL" style="'font-family:"> </span><i>hadits</i><span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>artinya “ baru”…heheh sama aza dunk” definisinya <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">: </span><i>ma yusbaku bil adami </i><span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">: </span>artinya “ sesuatu yang didahului oleh ketidak adaan “<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Dan lawannya baru adalah <i>qadim</i><span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>defenisinya <i>ma la yusbaku bil adami</i><span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..: </span>artinya: <span style="mso-spacerun:yes"> </span>sesuatu yang tidak di dahului dengan ketidak adaan<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span></p> <p class="MsoNormal">Kata baru dalam filsafat sering di identikkan dengan sesuatu yang mungkin…toncohnya “manusia , binatang, mbah surip<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Monyet, pohon<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>de el el… pokoknya semua yg ada di jagat raya ini deh<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>namanya BARU <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span></p> <p class="MsoNormal">Sementara yang qadim itu identik dengan <i>al wajib al wujud</i><span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>artinya” yang wajib ada” dia adalah Allah , yang maha qudus, yang tiap harinya memberikan kita oksigen untuk bernafas dan makanan untuk makan<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>Terima kasih ya Allah atas nikmat ini…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">!!</span><span style="'mso-bidi-font-family:">(</span><span dir="RTL" style="'font-family:"> </span>ini BARU dan LAMA menurut prespektif mutakallimin dan filsafat) <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span>” Udah<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>udah…udah<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>ntar larinya ke plato lagi yang ujung2nya bilang 1= 2 dan 2 itu sama dengan 1<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>” ntar lo ga bisa tidur lho<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>;D ( udah kembali aza ke yg<span dir="RTL" style="'font-family:"> </span><span style="mso-spacerun:yes"> </span>tadi…)<span dir="RTL" style="'font-family:"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;line-height: normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">Ok kita <span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="mso-spacerun:yes"> </span></span>Kembali ke pembahasan tahon baru<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:"> :</span>D hemmm<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span> biar ga bingung “ ntar buka kamus dolo<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>”</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;line-height: normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">Dah ketemu neh <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span> didalam kamus besar Indonesia hal 140 cetakan 2008 milik depertemen pendidikan mengatakan bahwa<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:"> : </span>baru adalah<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.: </span><b><span style="'font-size:">1</span></b><b><span style="'font-family:;font-size:10.0pt;">baru 1 </span></b><i><span style="'font-family:;font-size:10.0pt;">a</span></i><span style="'font-family:;font-size:10.0pt;">belum pernah ada <span lang="AR-SA" dir="RTL">(</span>dilihat<span lang="AR-SA" dir="RTL">) </span>sebelumnya; <b>2 </b><i>a </i>belum pernah didengar <span lang="AR-SA" dir="RTL">(</span>ada<span lang="AR-SA" dir="RTL">)</span> sebelumnya;</span><span style="mso-spacerun:yes"> </span>“ copy paste aza biar cepet<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>hehe<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:"> :</span>d ”<span dir="RTL" style="'font-family:"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-indent: 36.0pt;line-height:normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none"><span style="mso-spacerun:yes"> </span>itu dia definisi kata baru menurut Kamus Indonesia terbitan DEPDIKNAS…tapi keknya belom puas deh guwee<span dir="RTL" style="'font-family:"> <span style="mso-spacerun:yes"> </span></span>dengan definisi itu, lho kok ga puas<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">....</span>?? “ kalo ga puas ke laot aza mas maen ama ikan…hehehe “<span dir="RTL" style="'font-family:"> </span>kenapa <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>?? karena tidak semua yang belum pernah kelihatan sebelumnya itu dikatakan baru<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>” wajah nenek gw “ hehe lagi2 bawa nenek<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span>” Yg usianya waktu 2 bulan dan sekarang yang usianya kurang lebih 90 tahunan itu berbeda <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..!! </span>apakah masih dikatakan wajah nenek gw BARU<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>??<span style="mso-spacerun:yes"> </span>yah engga lah<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>nenek lo tuh udah tua kalee…hehe <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..!! </span>bangeed lagi<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..!!! </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-indent: 36.0pt;line-height:normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">lahh bukannya wajahnya yang sekarang itu dulunya tidak ada …<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span>??? yang dulunya wajah nenek gw <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">)</span>waktu bayi <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">(</span> mulus dan sekarang menjadi keriput<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>arusnya nenek gw Gag dikatakan tua dunk !! <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>tapi arusnya dikatakan bahwa nenek guwee itu muda atau baru…???</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-indent: 36.0pt;line-height:normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">Trus yang kedua kalo memang kita ingin mengatakan bahwa Tahon ini Tahon baru harusnya kita jangan memakai tanggal1,2, 3, 4, 5, 6, 7 de es te…ampe 31<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>dunk<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">!! </span>arusnya kita buat tanggal yang belom pernah dirasakan<span style="mso-spacerun:yes"> </span>dan di dengar sebelumnya…<span dir="RTL" style="'font-family:"> <span lang="AR-SA">) </span></span>sesuai dengan definisi diatas <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:"> ( </span>nahhh itu dia baru dikatakan baru…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">!!! </span>Karena angka itu tidak terbatas makanya jalaninn aza<span style="mso-spacerun:yes"> </span>teruss…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span>hingga tak terhingga…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">!!! </span>Ampe Kiamat dunk…;))</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-indent: 36.0pt;line-height:normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">jadi kita tidak lagi merayakan kek sekarang ini tiap 12 bulan ada pergantian tahon…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span>jadi yang ada hanya perayaan pergantian hari …<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">) </span>selamat merayakan Hari baru…horeeeeeeee…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">(!!! </span>” jadi orang kalo mau berubah tidak nunggu tahon baru lagi… “ kalo mau berubah berubah dari sekarang…”<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">) </span>emang power ranger berubah<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..(</span>” kek WARNET di t4 gw pergantian komputernya nunggu tahon baru tiba<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>padahal komputer di warnet<span style="mso-spacerun:yes"> </span>itu udah “ta’ban” <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">)</span>ta’ban itu bahasa mesir artinya<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">: </span>berat banget , atau udah Butut banged<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">(.. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-indent: 36.0pt;line-height:normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">kata seorang sahabat Nabi “ kalau engkau mampu untuk melakukannya sekarang maka lakukanlah sekarang jangan engkau menundanya sampai esok tiba” kenapa ??? karena besok itu masih gelap …ga ada yang tahu kita masih idup besok atau tidak Cuma Allah Swt yang tahu…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">!!!</span><span lang="AR-SA"> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-indent: 36.0pt;line-height:normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">Kata seorang Ulama’ “ bahwa hidupnya anak adam itu hanya tiga hari doank<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>KEMAREN<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>yang engga bakalan balik lagi<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Hari ESOK yang kita engga tahu apakah kita masih bisa menemuinya atau tidak dan HARI INI dimana kita harus bertakwa kepada Allah Swt<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-indent: 36.0pt;line-height:normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">Kalo menurut gw seh<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span> manusia harus merayakan hidupnya di tiap<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">-</span>tiap harinya karena Allah Swt masih memberikan dia idup di harinya itu…” makanya dia arus berbahagia dan bersyukur karena masih bisa idup ” </p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-indent: 36.0pt;line-height:normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">Tatkala adzan Fajar Pagi menggema kita memulai idup kita yang baru<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>karena kita menemui hari yang tidak pernah kita lalui<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>oleh karenanya kita wajib untuk melakukan Yang terbaik pada hari Itu<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.. (:.. </span>karena Hari kita sesungguhnya adalah hari itu, kenapa ??? karena Idup kita yahhh Pada hari Itu… kita engga usah berangan<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">-</span>angan untuk hari esok, karena hari esok belom tentu kita masih idup<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..!!! </span>dan juga engga usah mikirin yang kemaren karena sekalipun kita berteriak sampe urat leher kita putus untuk ngembaliin hari kita yang kemaren <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>dia ga bakalan balik…”<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">) </span>sumpah deh gw<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>coba aza teriak…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">!!! ( </span> </p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-indent: 36.0pt;line-height:normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">Oleh karenanya Kita Arus Fokus hari Ini…lakukan Yang paling afdhal dan yang terbaik, dan kalo pengen berubah, berubah dari sekarang…engga usah nunggu sampe datangnya tahon 2012…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">)</span>katanya di satu filem tahon itu ada bencana besar kek Kiamat gitu<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>guwe she lom pernah nonton filemnya,..Cuman denger dari Burung doank... :d piss..) Yang jelas selama Nafas kita masih ada kita lakukan yang terbaik…tapi arus baik menurut Allah…<span dir="RTL" style="'font-family:"> </span>Ok<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-indent: 36.0pt;line-height:normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">Sekarang pukul 01 <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">: </span>37 mata gw dah berat banged neh<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>pengen tidur…hemmm tidur ga yahh…</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;line-height: normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">Tulisan desertasinya Abu nur lom selesai neh…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span>??? Tadi siang abu nur nelpon keknya ia butuh ama tulisan ini neh…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.!!! </span>…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span>ya rabbb…<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;line-height: normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;line-height: normal;mso-layout-grid-align:none;text-autospace:none">Btw tulisan lo wan bisa lo pertanggung jawabkan ga <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>??? hemmmm<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>yah tulisan gwee sewaktu2 bisa berubah dan menjadi baru,,,hehehe<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>huaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh ngantuk<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">..</span>udah aghh …<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>TITIK aza sampe disini…<span style="font-family:Wingdings;mso-ascii-font-family:Calibri;mso-ascii-theme-font: minor-latin;mso-hansi-font-family:Calibri;mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-char-type:symbol;mso-symbol-font-family:Wingdings;"><span style="mso-char-type: symbol;mso-symbol-font-family:Wingdings;"> :)</span></span></p><br /> </span>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-32306081250417369952009-12-29T11:06:00.001-08:002010-01-03T00:56:00.720-08:00Interes Ketuhanan dan Aesthetika dalam Mistik Ibnu Arabi. Bag 1<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlUzLCrHKs46feIhrqdnIoKMeUIphRw6FO_Z6oFiiE-wrqwu-dc_MU3OZve5YVTM9ya36Z5j6kaijetROLmubmOFOSApQUAXm_d985AQDkx0ZFjb8-NztX_NGilIRToRto19ztzOC83dI2/s1600-h/Memory-of-the-Past.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 400px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlUzLCrHKs46feIhrqdnIoKMeUIphRw6FO_Z6oFiiE-wrqwu-dc_MU3OZve5YVTM9ya36Z5j6kaijetROLmubmOFOSApQUAXm_d985AQDkx0ZFjb8-NztX_NGilIRToRto19ztzOC83dI2/s400/Memory-of-the-Past.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5420736857080169810" /></a><br /> <p class="MsoNormal">Hakikat ineteres manusia kepada <i>Wajib Al wujud</i><span style="mso-spacerun:yes"> </span>tidak akan bisa hanya dengan mencurahkan rasa<span style="mso-spacerun:yes"> </span>cinta kepada<span style="mso-spacerun:yes"> </span>zat Tuhan itu sendiri dan Tidak pula dengan membangkitkan rasa phobi <span style="mso-spacerun:yes"> </span>terhadap siksanya.<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Tetapi interes ketuhanan<span style="mso-spacerun:yes"> </span>bisa terealisasikan tatkala seseorang mempublikasikan<span style="mso-spacerun:yes"> </span>kecintaannya pada<span style="mso-spacerun:yes"> </span>keaesthetikaan Tuhan. Oleh karenanya Ibnu arabi menjadikan <i><span style="mso-spacerun:yes"> </span></i>interes aesthetika<span style="mso-spacerun:yes"> </span>sebagai salah satu wasilah untuk mendapatkan hakikat <span style="mso-spacerun:yes"> </span><i>hubbul ilahi</i>. tidak hanya sampai disitu ibnu arabi bahkan berpendapat bahwa keberadaan semesta ini di sebabkan adanya koneksi antara cinta dan cantik. Implementasinya bahwa cinta adalah asal dari</p><br /><span class="fullpost"> keberadaan sementara cantik adalah ilustrasinya. Semua ini dilakukan karena ibnu arabi ingin mengaktualisasikan penampakan tuhan kedalam diri manusia secara khusus atau dengan kata lain bahwa keberadaan manusia adalah pancaran dari aestetika Tuhan. Oleh karenanya dalam tulisan ini ingin mencoba menjelaskan hubungan interes ketuhanan dengan aesthetika menurut pandangan ibnu arabi dalam satu sisi dan dari sisi lain kami juga akan<span style="mso-spacerun:yes"> </span>menjelaskan ikatan keduanya dengan <i>manunggaling kawula lan gusti</i> ( <i>wihdatul wujud</i> ), <i>insya Allah</i>. </p> <ol style="margin-top:0cm" start="1" type="A"> <li class="MsoNormal" style="mso-list:l0 level1 lfo1">Ikatan pertalian antara <i>al hub</i> ( cinta ) dan <i>al jamal</i> ( cantik ) dalam prespektif Ibnu Arabi.</li> </ol> <p class="MsoNormal">Didalam bukunya<span style="mso-spacerun:yes"> </span><i>futuhat al makiyah</i> salah satu karangan yang cukup monumental dalam ilmu Tasawwuf Ibnu Arabi banyak bercerita tentang sebab-sebab terjadinya interes ketuhanan<span style="mso-spacerun:yes"> </span>dalam hal ini ibnu arabi menjadikan al jamal itu sebagai salah satu penyebab terjadinya <i>Al hub</i>, ibnu arabi melihat bahwa hubungan dari keduanya tidak bisa dipisahkan karena menurutnya aestetika merupakan <i>illat</i> ( penyebab ) keberadaan <i>Al hub</i>. Ia menganalogikan dengan seseorang yang selalu merasa nikmat tatkala melihat sesuatu yang indah atau seseorang akan jatuh cinta dan rindu kepada yang cantik. Dari analogi ini ibnu arabi melihat bahwa ikatan antara al hub dan al jamal itu sangat kuat. Dari rentetan ini bisa kita katakana bahwa sang pencinta akan selalu melakukan koneksi terhadap sesuatu yang cantik ( <i>al mahbub</i>) dan menginterisasinya. Tatkala ilustrasi kecantikan itu telah melengket dalam pandangan sang pencinta maka ia tidak sampai disitu tetapi ia akan pindah dan menuju kedalam qalbu dan disinilah cinta itu bersemi.</p> <p class="MsoNormal">Menurut Dr Ahmad Mahmud Al Jazar bahwa dalam masalah korelasi antera<span style="mso-spacerun:yes"> </span><i>al hub</i> dan <i>al jamal</i> sebenarnya Ibnu Arabi terpengaruh oleh pilosof yunani Plato. Menurut Plato cinta adalah interesnya pencinta terhadap keindahan dan bukan sesuatu yang buruk dan juga menurutnya cinta itu hanya <span style="mso-spacerun:yes"> </span>di berikan kepada yang dicintai dan bukan pada yang menyintai. Dalam hal ini menjadi <i>mutahayyiz</i> (tidak fair), dan dari cinta itu<span style="mso-spacerun:yes"> </span>akan terpancar esensi cinta dalam diri <i>al mahbub</i> ( yang dicintai ) menurut Plato “ sesuatu yang di cintai di sebabkan bahwa ia cantik lembut dan sempurnah, dan begitu pula apabila anda merasakan berbagai kenikmatan. Akan tetapi tidak begitu sebaliknya dengan Pencinta karena elemen Dia berbeda ” ..bersambung..!! </span>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-57309274168542493292009-12-18T20:56:00.000-08:002010-09-11T03:51:14.903-07:00Mauqif Muslimin terhadap Filsafat Yunani ( pro-kontra ) “Studi Muqaranah dalam Kajian Filsafat” Bag 2<span style="font-size:100%;"><a style="font-family: times new roman;" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhECby7Q-t3clbWE0Jh-z_ShwmeOvsl9-PoSFIXz978hkd9sUjb9d0FwNmmXC5sbBtXSetMOZENbogXuGvDcBaXzT-n8s8cWz-RSRtL7p1tbRLs2XuDLTQknfFesrHDKwW3bRnM3kl-9CyJ/s1600-h/Kitab(1).jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 325px; height: 214px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhECby7Q-t3clbWE0Jh-z_ShwmeOvsl9-PoSFIXz978hkd9sUjb9d0FwNmmXC5sbBtXSetMOZENbogXuGvDcBaXzT-n8s8cWz-RSRtL7p1tbRLs2XuDLTQknfFesrHDKwW3bRnM3kl-9CyJ/s400/Kitab(1).jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5416808743366366802" border="0" /></a></span><span style="font-size:100%;"><br /><br /></span><span style="font-family: times new roman;font-size:100%;" >Sebagai mana kami jelaskan sebelumnya bahwa pendapat kedua ini sangatlah keras didalam menghantam filsafat yunani, bahkan diantara mereka ada yang mengatakan bahwa Filsafat yunani merupakan propaganda Iblis yang disebarkan kepada manusia melalui orang-orang yang cerdas hingga manusiapun melihat kebenaran itu hanya datangnya dari Filsafat saja.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span style="font-family: times new roman;font-size:100%;" >Menurut pendapat ini bahwa kebenaran adalah apa yang datang dari rasulullah Saw. Maka barang siapa yang mengikutinya ia akan mendapatkan jalan kebenaran dan barangsiapa yang mengingkarinya atau keluar dari jalannya maka ia telah keluar dari jalan kebenaran. Ibnu taimiyah adalah salah seorang dari kalangan ulama hadits yang banyak </span><span style="font-family: times new roman;font-family:arial;font-size:100%;" class="fullpost" >menghantam pemahaman filosof, ia berkomentar bahwa salah satu kerancuan yang terdapat dalam filsafat yunani adalah tidak adanya kesepakatan diantara mereka dan masing- masing memiliki pendapatnya sendiri. Dan menurut beliau juga bahwa tidak mungkin adanya penyatuan antara syariat ilahiyyah dengan filsafat yunani di karenakan para filosof mempunyai mustalahat yang berbeda yang dimana sangat jauh berbeda sekali dengan apa yang disampaikan oleh al-quran dan dengan penggabungan semacam ini menurut ibnu taimiyah sangat bertentangan dan tidak sesuai dengan manhaj filsafat itu sendiri.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span style="font-family: times new roman;font-family:arial;font-size:100%;" class="fullpost" >Selain ibnu taimiyah, Muhammad iqbal seorang pemikir berkebangsaan Pakistan ikut melakukan serangan terhadap pemikiran filsafat yunani lewat kacamata al-quran iqbal melihat bahwa filsafat yunani dan metodelogi pembahasannya sangatlah jauh berbeda dengan penyampaian al-quran. Iqbal berargumentasi bahwa filosof yunani seperti Socrates wilayah garapannya hanya berkonsentrasi pada manusia saja sementara al-quran lebih luas cakupannya, al-quran memerintahkan kita memikirkan kerajaan langit dan bumi begitu juga makhluk-makhluk Allah di muka bumi ini..</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span style="font-family: times new roman;font-family:arial;font-size:100%;" class="fullpost" >Begitu juga dengan plato yang menyempurnakan pendapat gurunya, dengan menafikan pengetahuan yang didapatkan dengan indra ( al-hissi) ini sangat jauh sekali dengan manhaj al-quran yang dimana kita di perintahkan untuk menggunakan pendengaran kita( as-sam’u) dan penglihatan kita ( al-basharu) menurut iqbal al-marifah ( pengetahuan) yang di jelaskan oleh al-quran dimulai dengan al mahsus ( sesuatu yang di indra).</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><p style="text-align: justify; font-family: times new roman;font-family:arial;" ><span style=";font-size:100%;" class="fullpost" >Oleh karenannya pendapat ini berkesimpulan bahwa al falasifah al yunaniyyah adalah orang-orang yang sangat jauh dari pengetahuan terhadap allah sifat maupun fi’liyyah. Dan pemikiran mereka inilah yang diadopsi oleh para filosof muslim, mereka mengambil pemikiran dari yunani tampa melakukan percobaan terlebih dahulu dan juga tampa mengikuti aqidah manhaj islamiyyah yang dengannya mereka dapat membedakan antara as-sunnah dan bid’ah dan juga manhaj al anbiya dalam menetapkan keesaan Tuhan.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span></p><p style="text-align: justify; font-family: times new roman;font-family:arial;" ><span style="font-size:100%;">Sebelum ibnu taimiyah dan Muhammad iqbal, hujjatul islam Imam al-gazali telah jauh-jauh hari melarang untuk mempelajari filsafat bahkan menurut dia ada permasalahan-permasalahan yang cukup tragis apabila kita mempelajarina. Al-gazali dengan dalil jadaliyahnya mencoba membongkar kerancuan-kerancuan yang ada dalam filsafat bahakn dia mengakafirkan dalam beberapa masalah menurut al gazali metodelogi yang digunakan oleh filosof dalam menafsirkan permasalahan keagamaan sangatlah bertentangan dengan pemahaman muslim.<br /></span></p><span style="font-family: times new roman;font-size:100%;" class="fullpost" >Ia meletakkan manusia dalam mempelajari filsafat pada posisi( imma atau auw) dalam artian pilihan. Al gazali juga menolak banyaknya metodelogi pembahasan asalib an nadzar didalam permasalahan ilahiyyat, filsafat mrempunyai garapan tersendiri dan agama juga mempunyai garapan tersendiri pula dan tidak mungkin menurut pandangan al gazali akal mampu untuk menggapai dengan metode takwil untuk memecahkan problematika agama, karena kemampuan akal untuk mencapai kebenaran lewat wasilah takwil dengan metodelogi demonstratif ( adillah alburhaniyyah) dalam pandangan al gazali sangatlah bertentangan dengan kesepakatan kaum muslimin.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span style="font-family: times new roman;font-size:100%;" class="fullpost" >Paling tidak ada dua yang dipertentangkan oleh al gazali disini : 1. Manhaj. 2. Mazhab. Menurut gazali manhaj yang dipakai oleh filosof adalah ( manhaj takwil aqli) dan mazhab mereka adalah mencoba menutupi kekafiran yang sudah jelas-jelas sharih. Inilah menurut al gazali sangat bertentangan dengan ijma’ kaum muslimin. Oleh karnanya ia berasumsi bahwa ( la budda min tarki al falsafah) gazali mengatakan dalam tahafutnya ( penyerangan tenrhadap pemikiran ini adalah menjaga agama dan kita harus memahami kalamullah secara zahiriyyah dan mendalami maksud dan maknanya secara sarih dan tidak wajib mentakwilkannya dengan dalil aqli.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span style="font-family: times new roman;font-size:100%;" class="fullpost" >Dari sini mengapa al gazali menolak menggunakan metodelogi pemikiran yang di gunakan oleh filosof dalam memecahkan permasalahan agama, selama menurut dia metodelogi yang ditawarkan oleh filosof masih bertendensikan pada takwil aqly,olehyna itu meniggalkan filsafat adalah sebuah kewajiban dan melawannya adalah sebuah kelaziman, sampai akhirnya al-gazali menutup rapat-rapat pemikiran filsafat dan filososf secara ijtimaiyyah dan tsaqafiyyah sampai pada saat itu filsafat jatuh pada posisi yang sangat kritis dan dalam keadaan darurat.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span style="font-family: times new roman;font-size:100%;" class="fullpost" >Pasca terbitnya tahafut al falasifah maka tersebarlah faham asyairah dimana-man yang mana faham ini nantinya berusaha memadamkan semua pemikiran yang bertentangan dengannya.</span><span style="font-size:100%;"><br /></span><span style="font-family: times new roman;font-size:100%;" class="fullpost" >Selain manhaj takwil aqly. Al gazhali juga menolak takwil dalam ushul dan ini sebagai mana diyakini oleh para filosof, gazali menolak penafsiran yang keluar dari bahasa agama atau dari makna hakiki menjadi makna majazi, ia lebih berpegang pada makna zahir lafazdan makna harfiyahnya dan menolak semua penafsiran agama yang berasaskan manhaj takwil aqly yang dilakukan oleh para filosof, karena manhaj aqly tersebut berujung pada penyelewengan terhadap keyakinan seorang muslim dan pendustaan terhadap rasul. Oleh karenanya ia melihat adalah suatu keharusan memahami kalam allah sesuai makna zahirnya dan makna –makna yang terkandung didalamnya, dan kita tidak boleh mentakwilkan dengan dlil akal. Oleh karenanya para filosof dalam pandangan gazali bisa saja ia sesuai dengan agama bisa pula tidak. Dan padawaktu ia sesuai dengan agama maka itu mustahil menurutnya, karena akal falsify adalah akal an-naqdy, ia memiliki undang-undang yang harus sesuai dengan zatnya oleh karenanya ia tidak akan menerima pendapat kecuali di terima oleh akal dan menolak apa yang ditolak oleh akal . pada kondisi inilah kenapa al gazali selalu dijdikan kambing hitam kemunduran ummat karena telah mematikan akal. Wallahu a’lam.</span>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-51341715636777770512009-12-12T01:02:00.001-08:002010-02-18T03:43:10.645-08:00Mauqif Muslimin terhadap Filsafat Yunani ( pro-kontra ) “Studi Muqaranah dalam Kajian Filsafat” Bag 1<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4nGJpNRlw9oqpsAXqLUaA-YBLmqt3glXzEJ8HRR_t3mqwnB6b7Pw9g80R6o1DOWeSu5wmUddXsRTQ0foIF21yLWAy2qExhAzmXQJ70aalwis4jru_-NusF5upgg_ecbrA4YB3-W2hFVgx/s1600-h/lay.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 355px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4nGJpNRlw9oqpsAXqLUaA-YBLmqt3glXzEJ8HRR_t3mqwnB6b7Pw9g80R6o1DOWeSu5wmUddXsRTQ0foIF21yLWAy2qExhAzmXQJ70aalwis4jru_-NusF5upgg_ecbrA4YB3-W2hFVgx/s400/lay.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5414273014669009794" /></a><br /><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><b><i>Muqaddimah</i> </b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt">Berbicara tentang <i>mauqif muslimin</i> terhadap Filsafat Yunani merupakan persoalan yang tidak lepas dari nuansa kontroversi antra pro-dan kontra, tidak jarang mereka yang terlibat didalamnya mengahadapi tuduhan kafir atau mengkafirkan.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Dari perbedaan tersebut muncullah dua kelompok yang besar <span style="mso-spacerun:yes"> </span>dikalangan cendikiawan dan ulama. Kelompok yang pertama mereka adalah para Filosof<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Islam ( Hukama) dan kelompok yang kedua datang dari kaum Agamawan. Kelompok yang pertama jumhur Filosof mengatakan bahwa tujuan Agama tidak jauh beda dengan tujuan Filsafat karena mereka ingin memberikan keebahagiaan dengan jalan keyakinan yang benar dan juga keduanya memerintahkan kita untuk melakukan perbuatan yang baik ( <i>al- a’mal al-khair </i>)</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Adapun dari kalangan Agamawan mengatakan bahwa Filsafat adalah perkara yang <i>bidah</i> dan terlarang untuk mempelajarinya. Mereka berargumen dengan hadits-hadits Rasulullah Saw. Untuk memerintahkan merujuk kepadanya didalam segala hal, diantara hadits nabi : “ <i>fa a’laikum bi sunnati wa sunnati al khulafau ar rasyidina mim ba’di tamassaku biha wa a’dhu alaiha bin nawajiz, iyakum wal muhdatsatil umur fainna kulla muhdatsatin bid’ah wa kullu bid’atin dhalalah</i> ”. dan diantara ulama yang berargumen seperti ini</p> Ibnus shalah, Ibnu jauzi, Ibnu Taimiyyah, As Suyuti, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dan masih banyak lagi ulama- ulama yang ikut turut mengharamkan mempelajari Filsafat<span style="mso-spacerun:yes"> </span>dan kebanyakan dari mereka itu datangnya dari kalangan Muhadditsin dan Fuqaha.<p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt">Disini kami ingin mencoba membahas kedua pendapat ini dengan membaginya menjadi dua bagian agar lebih sistimatis dan kami juga akan mencoba menjelaskan dalil-dalil yang mereka pergunakan untuk memperkuat argument mereka masing-masing </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><b>Pembahasan.</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><b><o:p> </o:p></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><b>Pendapat yang pertama.</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt">Pendapat ini datangnya dari para filosof Islam ( <i>Hukama</i>) pendapat ini mencoba mensingkronisasikan antara Agama dan Filsafat, dalam artian bahwa Agama dan Filsafat selalu berjalan secara bergandengan. Dikalangan ini yang paling tegas adalah Ibnu rusyd yang lebih terkenal sebagai komentator Aristoteles, bahkan dia membuat buku yang dimana khusus membahas apakah mempelajari Filsafat dan logika di perbolehkan atau dilarang oleh syariat, disana Ibnu Rusyd dengan tegas berkata : jika kegiatan Filsafat tidak lain hanya menyelidiki sesuatu yang <i>maujud</i> dan merenungkannya sebagai bukti adanya pencipta maka semakin sempurnah pengetahuan tentang <i>maujud</i> dan semakin sempurnahlah<span style="mso-spacerun:yes"> </span>pulalah pengetahuan tentang sang pencipta. Karena syariat telah memerintahkan dan mendorong kita untuk mempelajari segala yang <i>maujud</i> maka jelslah mempelajari Filsafat hukumnya wajib atau sunnah.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt">Dalil-dalil Ibnu rusyd bahwa tuhan menuntun kita untuk menggunakan logika terdapat dalam surah <i>al-hasyr</i> ayat 2 “ <b><i>maka berfikirlah wahai orang-orang yang berakal budi</i></b> “ dan juga dalam surah <i>al a’raaf</i> ayat 185. Allah memerintahkan kita untuk mempelajari setiap yang <i>maujud</i> “ <b><i>apakah mereka tidak memperhatikan segala kerajaan di langit dn di bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah</i></b> ?</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Dari ayat ini Ibnu Rusyd mangasumsikan bahwa syariat telah jelas-jelas mewajibkan penelitian tentang segala yang <i>maujud</i> dan perenungan dangan menggunakan akal. Ia menegaskan bahwa Perenungan adalah pengambilan dan penarikan Sesuatu pengertian yang tidak diketahui dari sesuatu yang diketahui dan inilah yang diaksud dengan <i>Qias </i>( analogi ) atau sesuatu yang dilakukan yang menyerupai <i>qias</i> sedimikian rupa. Maka kewajiban melakukan penilitian tentang segala <i>maujud</i> dengan menggunakan <i>qias </i>rasional. Demikian juga metode yang di anjurkan dan di perintahkan oleh syariat adalah metode berfikir dengan menggunakan analogi, dan analogi yang paling sempurnah adalah yang disebut dengan metode berfikir demonstratif ( <i>manhaj burhani</i>).</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Ibnu Rusyd juga mengatakan bahwa kewajiban mempelajari ilmu logika ini sama halnya mempelajari ilmu Fikih, karena ilmu Fikih terbentuk karena hasil penyimpulan dari adanya perintah untukmendalami hukum-hukum. Dari sinilah menurut Ibnu Rusyd tak seorangpun yang berhak untuk menyatakan bahwa mempelajari <i>qias</i> rasional adalah <i>Bida’h</i> ( haram), meski hal itu tidak dilakukan oleh generasi awal, sebab mempelajari kias Fikih beserta berbagai jenisnya juga dirumuskan setelah generasi awal. </p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><b>Filosof Yunani dalam Pandangan Ibnu Rusyd Dan Al Farrabi.</b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt">Ibnu Rusyd mengatakan dalam kitab <i>fashl</i> nya “ apabila telah ada orang lain yang telah mengembangkan kajian serupa tentang <i>qias</i> rasional ( <i>qiyas al-aqli</i>) maka kita harus merujuk pada apa yang telah dia garap, tampa memperhatikan apakah orang itu seagama dengan kita atau tidak. Ibnu Rusyd melihat bahwa apa yang dilakukan oleh para pengkaji <i>qias </i>rasional bisa menjadi <i>wasilah</i> bagi kita untuk dijadikan pegangan, ia menganalogikan Filsafat dengan pisau yang dipakai untuk memakai untuk memotong hewan kurban tampa harus mempersoalkan darimana pisau itu berasal ia berkata “ sebab jika ( misalnya) suatu penyembelihan binatang kurban yang sah hukumnya dilakukan dengan alat tertentu maka keabsahan penyembelihan qurban itu tidak dipandang<span style="mso-spacerun:yes"> </span>apakah alat yang digunakan milik orang seagama dengan kita atau tidak, selama memenuhi syarat-syarat sahnya, sah pulalah sembelihan tersebut. </p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Jika persoalan qias rasional ( <i>qiyas aqly</i>) telah dikembangkan secara sempurnah oleh orang-orang terdahulu, maka sepatutnya kita mengkaji buku-buku karya mereka untuk mempelajari pendapat mereka tentang persoalan itu, jika pendapat mereka benar maka kita harus menerimanya namun jika salah maka kita harus berhati-hatiterhadapnya.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt">Selain Ibnu Rusyd Al farrabi mencoba untuk melakukan hal yang serupa. sebagaimana ia telah melakukan hal yang serupa pula dengan melakukan <i>at taufiq</i> ( penyatuan) antara Aristoteles <i>al muallim al awwal </i>dan Plato. Ini tertuang dalam bukunya ( <i>al-majmu baina arra’yu al Hukama</i>). <span style="mso-spacerun:yes"> </span>oleh karenanya iapun mencoba menggabungkan antara pendapat para Filosof yunani dengan Islam itu sendiri, karena dalam pandangan Al Farrabi kebenaran itu adalah satu sekalipun cara untuk men-<i>ta’bir-</i>kan nya manusia berbeda-beda. Oleh karenanya tidaklah mengherankan apabila Al Farrabi mencoba untuk mendemonstrasikan antara hakikat yang dicapai oleh para Filosof dan hakikat yang datang dari wahyu <i>nabawiyyah</i>.</p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Diantara usaha yang dicoba oleh Al Farrabi untuk menyatukan antara Filsafat dan wahyu yaitu pemikiran tentang ( <i>al-ilah</i> dan <i>al-khalku</i>) abu nashr Al Farrabi ingin mencoba menggabungkan pemahaman Tuhan menurut <b>tasawwur</b> Aristoteles dan <i>al-ilah</i> yang diyakini oleh ummat Islam. Sebelum kita menerawang lebih jauh perlu diketahui bahwa <i>al-ilah</i> dalam Islam adalah pencipta segala sesuatu yang dimana segala tidak muncul kecuali dengan kuasanya, dan selalu dalam lindungannya, yang mengetahui segala yang terbesar maupun yag terkecildan tidak ada perantara dia dan makhluknya. Inilah than menurut al quran. Sementara Tuhan menurut Aristoteles dalah ( <i>al muharrik al awwal</i>) yang tidak bergerak. Inilah perbedaan yang dicoba oleh Al farRabi untuk menggabungkannya, sekalipun ini sangat sulit bagi Al Farrabi akan tetapi ia berusaha mencari titik persamaannya, yang ingin di tekankan oleh Al Farrabi disini dalah para Filosof pada masa pencariannya berakhir bahwa tuhan itu adalah satu. Pendapat inilah yang dimaksud oleh Al Farrabi yang menurutnya adanya kesepakatan antara <i>al ilah</i> menurut prespektif Filsafat dan <i>al-Ilah</i> yang di jelaskan oleh Al-Quran.</p>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-3656197439333953892009-12-11T11:44:00.000-08:002009-12-11T12:04:52.055-08:00Mahasiswa dan Punggawa<p><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEio4f_eX4PdPuZLhZQqqjuPPBHU_0lkv3RBYP3WxtAbEfHKLL49C3LO5A7N81vFC723c0rxun0nKN0D7YZddesvJNSx3zqyECJ2e-cARF72iz2cFd8MaTVcE5RiMSbCFCTpQkxgqeO4bgDs/s1600-h/6a00d8341c011b53ef00e54f1921b18833-640wi.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 388px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEio4f_eX4PdPuZLhZQqqjuPPBHU_0lkv3RBYP3WxtAbEfHKLL49C3LO5A7N81vFC723c0rxun0nKN0D7YZddesvJNSx3zqyECJ2e-cARF72iz2cFd8MaTVcE5RiMSbCFCTpQkxgqeO4bgDs/s400/6a00d8341c011b53ef00e54f1921b18833-640wi.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5414067416107957410" /></a><br /></p><p> <p class="MsoNormal">Sebagai mahasiswa tentunya kita telah tahu bahwa kewajiban kita pasca <i>thalabul ilmi</i> adalah merealisasikan ilmu yang kita miliki, karena ilmu tampa di amalkan maka ia akan sia<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">-</span>sia belaka, dan pengamalan tersebut dimulai dari diri Kita sendiri, lalu selanjutnya melangkah kepada orang diluar kita seperti Keluarga, Sahabat dan yang lebih luasnya lagi dalam lingkungan Masyarakat<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Oleh karena itu sangatlah absurd (baca <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">: </span>menggelikan) apabila kita ingin merubah disekeliling kita padahal diri kita belum kita renovasi, pribadi semacam ini disinggung oleh Allah dengan celaan <i>Kabura maktan</i> dan golongan semacam ini di golongkan sebagai orang yang <i>munafik</i><i><span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span></i></p> <p class="MsoNormal">Di era puberitas, Mahasiswa yang kebanyakan dibawah umur 25 tahun kebawah mempunyai klimaks semangat yang menggebu gebu dan selalu ingin memberontak dan ingin melihat perubahan dengan begitu cepat dan tampa melihat sisi baik dan buruknya, inilah yang dimaksud oleh seorang pakar Charlotte Buchler<span style="mso-spacerun:yes"> </span>bahwa Mahasiswa mempunyai sifat yang dinamis tetapi hantam sana kemari, berani, tapi pendek akal, emosinya lebih sering muncul daripada rasionya<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Hal ini tidak hanya terjangkit di universitas umum saja tetapi di perguruan tinggi Islam virus ini telah mulai menjalar, akibatnya niat untuk mendapatkan aspirasi dari Masyarakat berakhir dengan <i>natijah</i> antipati<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span></p> <p class="MsoNormal">Di masa reformasi Mahasiswa merupakan pahlawan yang tidak dilupakan oleh Masyarakat pada waktu itu, karena telah menumbangkan rezim yang menjajah Indonesia selama hampir setengah abad<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Yang jadi pertanyaan sekarang apakah kita benar benar telah merdeka dari penjajahan tersebut ? Apakah doktrin rezim tersebut telah menjadi abu ? apakah budaya KKN telah hilang dinegara kita? Untuk menjawab hal tersebut marikita melihat kembali Negara kita dengan menakar apa yang kita rasakan pasca reformasi<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Ternyata kemerdekaan itu hanyalah omong kosong belaka, bahkan pasca reformasi keadaan semakin memprihatinkan, Bukan hanya di dalam pemberantasan masalah KKN akan tetapi keprihatinan tersebut bahkan telah masuk kedalam ranah keyakinan. berbagai macam kelompok yang dulunya dilarang mulai berani menampakkan jati dirinya<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Ada yang mengklaim dirinya sebagai Nabi atau ingin dilegitimasinya Agama sempalan dari Lahore India yang sering disebut dengan Ahmadiyah<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Bahkan yang lebih kronis lagi ada yang mengklaim dirinya sebagai Malaikat Jibril<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span></p> <p class="MsoNormal">Menurut hemat penulis apa yang dilakukan oleh Mahasiswa dan<span dir="RTL" style="'font-family:"> </span>ORMAS <span dir="RTL" style="'font-family:"><span style="mso-spacerun:yes"> </span></span>yang lain untuk melakukan perubahan secara radikal terhadap Negara kita adalah merupakan hal yang gegabah atau meminjam istilah AM Saefuddin <i><span style="mso-spacerun:yes"> </span>hantam krommo</i> karena tidak menyelsaikan <i>qadiyyah</i> bahkan membuat <i>qadiyyah</i><i><span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">- </span>qadiyyah</i> yang baru yang lebih berbahaya, niat mereka ingin mengorbankan seseorang malah mengorbankan banyak orang<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Oleh karenanya hal ini merupakan pelajaran bagi kita agar hal tersebut tidak terulang kembali dimasa<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">-</span>masa yangmendatang<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Disini penulis bukan berarti mendukung pemerintahan yang zalim, tetapi manhaj untuk merubah seorang punggawa harus kita ganti yang lebih bijak, tidak harus terjatuh dan memakai manhaj <i><span style="mso-spacerun:yes"> </span>Muktazialisme </i>, untuk merubah seseorang tidak harus meneriakkan kesalahannya di jalan<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">-</span>jalan atau mencaci maki dan menjatuhkan harga diri mereka, karena hal itu tidak menyelesaikan masalah bahkan membuat masalah baru<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span></p> <p class="MsoNormal">Kalau kita ingin melihat sejarah ummat kita yang terdahulu yang secara historis tidak jauh beda dengan yang dialami oleh bangsa kita, misalnya saja dimasa Imam Muhaddits Ahmad bin Hambal, dimana pemerintahan pada waktu itu sangat kejam terhadap rakyatnya yang dikenal dengan <i>fitnah khulukil quran</i> bahkan terhadap Imam Ahmad bin Hambal sendiri, akan teapi Imam Ahmad tidak melakukan penggulingan kekuasaan pada waktu itu, padahal dilihat dari segi kualitas dan kuantitas Imam Ahmad lebih besar dan lebih unggul<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Bahkan Imam Ahmad mengatakan “ saya terus menerus mendoakan Khalifah” kenapa ? karena menurut Beliau Khalifah yang zalim itu tidak harus diturunkan tetapi di doakan dan di nasehati<span style="mso-spacerun:yes"> </span>agar dia menjadi baik, bahkan perlu di hormati karena orang yang mempunyai kekuasaan yang cukup tinggi dan mempunyai pengaruh yang cukup besar itu sangat berbahaya<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span></p> <p class="MsoNormal">Oleh karenanya sebagai<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Mahasiswa Islam tidak mesti mengganti anggota parlemen yang hanya tertidur<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>Tapi tugas kita adalah menasehati dan berdakwah kepada mereka, karena dakwah dikalangan punggawa sama pentingnya dengan berdakwah dikalangan awan dan kaum terpelajar seperti kita ini, karena islam adalah hak bagi semua orang meminjam istilah Anis Matta Lc<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span>“ <i><span style="mso-spacerun:yes"> </span>haqqul jami “ </i>dan yang paling terpenting bagi mahasiswa islam adalah kita harus tahu dan faham bagai mana menyeimbangkan antara As<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">-</span>sunnah dan Al<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">-</span>jamah, bagaimana kita bisa menyeimbangkan antara berpegang teguh kepada kebenarn dan menjaga keutuhan ummat, jangan sampai kita terlalu keras ( baca <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">: </span>ekstrim ) <span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:"> </span>dan bersemangat untuk melakukan kebenaran tapi malah memecah belah Ummat<span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">. </span><i><span style="mso-spacerun:yes"> </span>Wallahu taala a’allam</i><i><span lang="AR-SA" dir="RTL" style="'font-family:">.</span></i></p><p></p>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-19153816631482882642009-12-04T14:16:00.000-08:002009-12-04T14:19:30.125-08:00Syiah, Perkembangan dan Akidahnya (Sebuah Pengantar) bag 3 Tamat<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKgxb8EWfY4FZ0sx-jgx2Qhh-ua_eE46N1s_XZaH_lUtGfMOlmkGi_L-F_wjKMgmuW0SBy3q8uMU-DX1-ynAHlEU7cm1-Df4JmOr-lpUPDPMk7mE_AjILE3Fy24skN2b6VgyWkcnEVKMNN/s1600-h/nhj02501.gif"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 343px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiKgxb8EWfY4FZ0sx-jgx2Qhh-ua_eE46N1s_XZaH_lUtGfMOlmkGi_L-F_wjKMgmuW0SBy3q8uMU-DX1-ynAHlEU7cm1-Df4JmOr-lpUPDPMk7mE_AjILE3Fy24skN2b6VgyWkcnEVKMNN/s400/nhj02501.gif" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5411508961896722690" /></a><br /> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:54.0pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent:-18.0pt; mso-list:l0 level1 lfo1"><b><span style="'font-size:12.0pt;"><span style="mso-list:Ignore">3.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></b><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Aqidah <i>Syiah</i>.</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Didalam <i>Syiah</i> terdapat berbagai macam kepercayaan-kepercayaan dalam riwayat <i>Syiah</i> menyebutkan Secara garis besar kelompok ini mempunyai empat ushul atawa pokok dalam keyakinan mereka.disini kami akan sebutkan keempat landasan pokok tersebut dan sedikit penjelasan tentangnya. Keempat ushul itu diantaranya adalah<a style="mso-footnote-id: ftn1" href="#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[1]</span></span></span></span></a> :</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <ul style="margin-top:0cm" type="disc"> <li class="MsoNormal" style="color:#984807;margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; text-align:justify;mso-list:l1 level1 lfo2"><span style="'font-size:12.0pt;">Tauhid</span></li> </ul> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:18.0pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">*<span style="mso-spacerun:yes"> </span><span style="mso-tab-count: 1"> </span>Nubuwwah </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:18.0pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">* <span style="mso-tab-count:1"> </span>Imamah</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:18.0pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">*<span style="mso-tab-count:1"> </span>Al ma’ad.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:18.0pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Yang pertama –Tauhid</span></b><span style="'font-size:12.0pt;"> :<span style="mso-spacerun:yes"> </span>mereka meyakini bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan tidak meyekutukannya dengan yang lain baik itu dari <i>rububiahnya,</i> dan barang siapa yang menyekutukan Allah dengan hambanya maka ia telah kafir, dan kaum <i>Syiah</i> membolehkan ber-<i>tabarruk</i> kepada ahli bait dan meminta wasilah melaluai perantaraan mereka.<a style="mso-footnote-id:ftn2" href="#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[2]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Sementara dalam tauhid <i>asma wa as sifat</i> kaum <i>Syiah</i> lebih dekat dan terpengaruh kepada Muktazilah didalam menentukan sifat-sifat Allah, menurut syaikukhul Islam ibnu Taimiyah pada awalnya ulama mutakallimin <i>Syiah</i> seperti hisyam bin hakam,hisyam al jawaliki, yunus bin abdul rahman al qumiy dan lainnya tidak merasa puas dengan keyakinan ahlu as sunnah wal jamaah yang berkeyakinan seperti<span style="mso-spacerun:yes"> </span>bahwa Al Quran bukanlah makhlik, dan Allah akan dilihat dihari kiamat. Hingga akhirnya mereka melakukan bidah dalm aqidah asma wa assifat baik itu pengitsbatan at tajsim dan at tamtsil.<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Dan pada tahun 103 ulama<span style="mso-spacerun:yes"> </span><i>Syiah</i>pun mulai terkontaminasi dengan pemahaman Muktazilah seperti tokoh <i>Syiah</i> ibnu an nubkhuti Dll.<a style="mso-footnote-id:ftn3" href="#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[3]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Dan ini dibenarkan juga oleh Imam abu hasan al asyari, didalam bukunya ia tidak menyebutkan satupun dari ulama <i>Syiah</i> yang sepakat dengan Muktazilah kecuAli ulama’ <span style="mso-spacerun:yes"> </span>yang dating belakangan atawa mutakhirin min as <i>Syiah</i>. Dan yang<span style="mso-spacerun:yes"> </span>pertama sekAli yang diketahui mengatakan bahwa Allah adalah jism adalah hisyam bin hakam.<a style="mso-footnote-id:ftn4" href="#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">[4]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Yang kedua</span></b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:"> <b>Nubuwwah</b> : sebagian kelompok ekstrim dikalangan <i>Syiah</i> mengatakan bahwa keNabian tidaklah terputus dan akan terus berjalan dan wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw tidaklah terputus dan belum sempurnah<a style="mso-footnote-id:ftn5" href="#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[5]</span></span></span></span></a> dan akan terus berperoses hingga mencapai kesempurnahan hingga hari kiamat dan yang akan menyempurnahkan dari semua syariat adalah Imam mahdi al muntazar.<a style="mso-footnote-id:ftn6" href="#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[6]</span></span></span></span></a> Berkata khumaini dalam bukunya (nahjul khumaini hal 46)<span style="mso-spacerun:yes"> </span>tujuan di datangkannya para Nabi ke bumi adalah untuk menjadi pelabuhan terhadap rambu-rambu keadilanakan tetapi tak ada satupun diantara mereka yang berhasil sampai Nabi muhammad Saw<span style="mso-spacerun:yes"> </span>yang di utus untuk memperbaiki manusia dan menjalankan ke adilan tidak berhasil menjalankannya.<a style="mso-footnote-id: ftn7" href="#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[7]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Yang ketiga</span></b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:"> <b>Imamah</b> : masalah Imamah adalah keyakinan yang wajib dipercayai oleh seluruh kaum <i>Syiah</i> bahkan ia adalah rukun iman dari kaum <i>Syiah</i>, dan juga sebab masuknya seseorang kedalam syurgadan terhindarnya seseorang dari kemarahan Allah Swt kemudian ia berdAlilkan dengan hadits Rasulullah Saw<a style="mso-footnote-id:ftn8" href="#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[8]</span></span></span></span></a>. Barangsiapa yang mati kemudian ia tidak mengenal Imam di zamannya maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah<a style="mso-footnote-id:ftn9" href="#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[9]</span></span></span></span></a>. Berkata abi ja’far-alaihi salam- Islam dibangun atas lima : shalat, zakat, puasa, hajji dan wilayah<a style="mso-footnote-id:ftn10" href="#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[10]</span></span></span></span></a> Dan kedudukan Imamah menurut <i>Syiah</i> adalah maksum<a style="mso-footnote-id: ftn11" href="#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[11]</span></span></span></span></a> sama seperti kedudukan para Nabi, dan juga mereka menisbahkan ke Imamahan kepada ahlul bait saja<a style="mso-footnote-id:ftn12" href="#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[12]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Untuk membahas permasalahan Imamah ini membutuhkan waktu yang panjang karena inti dari permasalahan dari <i>Syiah</i> adalah masalah Imamah. Siapa yang berhak mejadi Khalifah setelah Nabi Muhammad Saw, dan ini membutuhkan waktu terrsendiri untuk membahasnya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Yang Keempat Al Maad</span></b><span style="'font-size:12.0pt;">. Kaum <i>Syiah</i> meyakini adanya hari pembalasan sama dengan kaum sunni seperti adanya surge, neraka dan malaikat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Sebenarnya keyakinan <i>Syiah</i> tidak hanya sebatas empat poin tadi tetapi masih banyak lagi keyakinan- keyakinan mereka yang tidak sempat kami sebutkan disini seperti akidah <i>Syiah</i> tentang <b>Raj’ah </b>yaitu kembAlinya Imam yang menghilang yang tidak diyakini kematiannya. Dr bahi dalam bikunya mengatakan bahwa aqidah raj’ah ini merupakan pengaruh dari kaum yahudi yang dasar pemikirannya bertendensikan dengan kisah uzair yang di matikan oleh Allah Swt selama seratus tahun kemudian di hidupkan kembAli.<a style="mso-footnote-id: ftn13" href="#_ftn13" name="_ftnref13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[13]</span></span></span></span></a> Kemudian beliau menambahkan bahwa banyak dari firaq Islam yang terpengaruh oleh pemikiran raj’ah ini dan mengimaninya. Imam syahrastani menyebutkan beberapa firqah <i>Syiah</i> yang terpengaruh dengan aqidah raj’ah ini seperti asSabaiyyah, al baqiriyyah, ar rafidah, al jarudiyyah,ismailiyyah al waqifiyyah.<a style="mso-footnote-id:ftn14" href="#_ftn14" name="_ftnref14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[14]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:36.0pt"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">Dan diantara akidah <i>Syiah</i> yang lain adalah aqidah mereka tentang <b>Taqiyyah</b> yang merupakan asas agama bahkan mereka mengatakan bahwa barnagsiapa yang tidak bertaqiyyah maka tidak ada agam baginya.<a style="mso-footnote-id:ftn15" href="#_ftn15" name="_ftnref15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[15]</span></span></span></span></a> Taqiyyah menurut syahrastani<span style="mso-spacerun:yes"> </span>(definisi ini tak mencakup dari taqiyyah menurut <i>Syiah</i>) adalah menyembunyikan sesuatu di dalam agam karena takut mendapatkan kemudharatan bila menampakkannya.<a style="mso-footnote-id:ftn16" href="#_ftn16" name="_ftnref16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">[16]</span></span></span></span></a>pada dasarnya taqiyyah dibolehkan dalam Islam tetapi betul –betul dalam keadaan darurat, berbeda dengan <i>Syiah</i> yang mengatakan wajibnya taqiyyah. Menurut al mufid bahwa taqiyyah adalah menyembunykan sesuatu kepada penentang kita (al mukhAlifin) <a style="mso-footnote-id:ftn17" href="#_ftn17" name="_ftnref17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">[17]</span></span></span></span></a>dan al mukhAlifin didalam buku-buku <i>Syiah</i> adalah ahlu as sunnah yang berbeda dengan aqidah dan usul mereka, diriwayatkan dari atthusi murid al mufid ia berkata : orang yang berbeda dengan kebenaran (<i>Syiah</i>) adalah kafirdan menhukumi mereka dengan hukuman kafir.<a style="mso-footnote-id:ftn18" href="#_ftn18" name="_ftnref18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[18]</span></span></span></span></a></span></p> <div style="mso-element:footnote-list"><br /> <hr align="left" size="1" width="33%"> <div style="mso-element:footnote" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[1]</span></span></span></span></a> Lihat <i>Syiah</i> fi mishri minal Imam Ali hatta al Imam khumaini. Hal 13. Oleh shaleh wardani. </p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[2]</span></span></span></span></a> Ibid.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[3]</span></span></span></span></a> Minhaju as sunnah jilid 1 hal 99 oleh ihmad bin abdul hAlim bin abdul salam ibnu taimiyyah.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[4]</span></span></span></span></a> Ibid.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn5"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn5" href="#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[5]</span></span></span></span></a> Aqidah ahlu Assunnah wal jamaah fi ahlil bait jilid 1 hal 351 oleh. Dr. ila’ bakar</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn6"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[6]</span></span></span></span></a> Ibid hal 352, menukil dari tsaurah al iyraniyyah hal 188-189 oleh manzur nu’mani.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn7"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn7" href="#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[7]</span></span></span></span></a> Ibid hal 353.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn8"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn8" href="#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[8]</span></span></span></span></a><span style="mso-spacerun:yes"> </span>Menurut aiman asyyarbawiyyi Hadits ini diriwayatkan oleh Muawiyah ( musuh nomer wahid <i>Syiah</i>) dan haditsnya hasan hanya tidak memakai (zamannya).</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn9"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn9" href="#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[9]</span></span></span></span></a> Minhaju as sunnah jilid 1 hal 100 oleh ihmad bin abdul hAlim bin abdul salam ibnu taimiyyah</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn10"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn10" href="#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[10]</span></span></span></span></a> Aqidah ahlu Assunnah wal jamaah fi ahlil bait jilid 1 hal 293 oleh. Dr. ila’ bakar. Menukil dari al kafi hal :368.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn11"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn11" href="#_ftnref11" name="_ftn11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[11]</span></span></span></span></a> <i>Syiah</i> fi mishri minal Imam Ali hatta al Imam khumaini. Hal 14. Oleh shaleh wardani</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn12"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn12" href="#_ftnref12" name="_ftn12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[12]</span></span></span></span></a> Aqidah ahlu Assunnah wal jamaah fi ahlil bait jilid 1 hal 293 oleh. Dr. ila’ bakar</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn13"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn13" href="#_ftnref13" name="_ftn13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[13]</span></span></span></span></a> Aljanibul ilahi min tafkiri Islamiy, hal :67 oleh Dr. Muhammad bahiy.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn14"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn14" href="#_ftnref14" name="_ftn14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[14]</span></span></span></span></a> Ibid.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn15"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn15" href="#_ftnref15" name="_ftn15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[15]</span></span></span></span></a> Taqiyyah inda <i>Syiah</i> hal 43 olehmajid khAlif.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn16"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn16" href="#_ftnref16" name="_ftn16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[16]</span></span></span></span></a> Ibid.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn17"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn17" href="#_ftnref17" name="_ftn17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[17]</span></span></span></span></a> Ibid.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn18"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn18" href="#_ftnref18" name="_ftn18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[18]</span></span></span></span></a> Ibid.</p> </div> </div>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-22011630724145382972009-12-04T14:12:00.000-08:002009-12-04T14:14:41.516-08:00Syiah, Perkembangan dan Akidahnya (Sebuah Pengantar) Bag 2<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDms0zImWZxlzHXJ8TUpQ2qtpf72jS2g2xfQRGCcA1sb6RytNdXScnWZ8AlYoZO9TEVwTg240qrrMpNyJfWF_6NHgDxUVbioM8vS_6yAeslIeHNtCeCoJAxcCO28r4goftSi8KsNKXcXVT/s1600-h/ya_hussain_0011.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 300px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiDms0zImWZxlzHXJ8TUpQ2qtpf72jS2g2xfQRGCcA1sb6RytNdXScnWZ8AlYoZO9TEVwTg240qrrMpNyJfWF_6NHgDxUVbioM8vS_6yAeslIeHNtCeCoJAxcCO28r4goftSi8KsNKXcXVT/s400/ya_hussain_0011.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5411507417672116242" /></a><br /> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm; margin-bottom:0cm;margin-left:54.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto; text-align:justify;text-indent:-18.0pt;mso-list:l2 level1 lfo3"><b style="mso-bidi-font-weight:normal"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:"><span style="mso-list:Ignore">2.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></b><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Sekte-sekte dalam tubuh <i>Syiah</i></span></b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">.</span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin:0cm;margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto;text-align:justify;tab-stops:48.6pt"><span style="'font-size:"><span style="mso-tab-count:1"> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Didalam tubuh <i>Syiah</i> terdapat berbagai macam kelompok-kelompok dan aliran sebagian ulama menyebutkan bahwa ada sekitar puluhan kelompok didalam Aliran ini, tetapi dari kesemua kelompok ini bermuara pada kelompok besar yang nantinya menghasilkan kelompok kecil tadi . Imam Abu Hasan Asyariy menyebutkan bahwa ada tiga kelompok besar dalam tubuh <i>Syiah</i>. Senada dengan itu Al Bagdadi didalam bukunya membagi <i>Syiah</i> menjadi tiga kelompok besar yang nantinya menelurkan sekte yang lainnya, ketiganya itu adalah <b>az zaidiyah</b> yang nantinya terbagi menjadi tiga kelompok. <b>Al kaisaniyyah</b> terbagi menjadi dua kelompok, dan kemudian <b>al Imamiyah</b> yang terbagi menjadi limabelas kelompok<a style="mso-footnote-id:ftn1" href="#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[1]</span></span></span></span></a>. Sementara itu asyarastani dalam bukunya membagi <i>Syiah</i> menjadi lima bagian besar, yang pertama <b>kaisaniyyah</b>, yang kedua <b>zaidiyyah</b>, yang ketiga <b>Imamiyyah</b>, yang keempat <b><i>Syiah</i> <i>Gulat </i></b>kemudian yang terakhir <b>ismailiyyah</b><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[2]</span></span></span></span></a>. <span style="mso-spacerun:yes"> </span>Dan disini kami akan mencoba mengungkap secara singkat sedikit tentang sejarah pendiri dan pemahaman the big firaq <i>Syiah</i> ini.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto;text-align:justify;text-indent:-18.0pt;mso-list:l1 level1 lfo1"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">A.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></b><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"> A. Az zaidiyyah.</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Setelah kematian husain bin Ali Ra cucu Nabi Saw, maka kaum <i>Syiah</i> semakin berkembang dan semakin meningkat ke ghulu-annya terhadap ahlul bait, dan pada masa Ali bin husain atau yang bergelar dengan Zainal Abidin kaum <i>Syiah</i> berusaha keras untuk mengeluarkannya dari penguasa bani umayyah, karena mereka melihat Ali zainal abidin lebih dekat dengan zaid Muawiyah, bahkan di sebuah riwayat mengatakan bahwa zaid sering duduk dan makan bersama Ali bin husain<a style="mso-footnote-id:ftn3" href="#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[3]</span></span></span></span></a>. dan Ali bin husain mempunyai beberapa anak. Diantaranya zaid bin Ali bin husain, muhammad bin Ali bin husain, dan Umar bin Ali bin husain<a style="mso-footnote-id:ftn4" href="#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[4]</span></span></span></span></a>. Dan zaid bin Ali inilah nantinya menjadi cikal bakal lahirnya az zaidiyyah, sementara saudaranya muhammad adalah salah satu Imam dari Imam yang diyakini oleh sekte istna asyariyyah. Menurut Imam Abu Zahra dalam bukunya tarikh mazahib Islamiyyah bahwa <i>Syiah</i> zaidiyyah adalah satu satunya mazhab yang dekat dengan ahli sunnah, sekAlipun disisi lain abu zahra membagi zaidiyyah menjadi dua golongan mutaqqdimin dan mutaakhirin<a style="mso-footnote-id:ftn5" href="#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[5]</span></span></span></span></a>.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa zaid bin Ali adalah sosok yang cukup cerdas beliau banyak mempunyai guru-guru yang terkenal seperti dalam ilmu ushul beliau belajar kepada washil bin atha al gazzal tokoh dan pembesar Muktazilah<a style="mso-footnote-id:ftn6" href="#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[6]</span></span></span></span></a> dan merupakan tabakat ke empat dari ulama Muktazilah<a style="mso-footnote-id: ftn7" href="#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[7]</span></span></span></span></a> beliau banyak mengambil ilmu dari washil utamanya yang menyangkut dengan kekhAlifaan dan itu berlanjut ke tabakat zaidiyyah selanjutnya. Diriwayatkan pula bahwa Imam abu hanifah banyak mengambil ilmu dari beliau melalui perantara Ibrahim<a style="mso-footnote-id:ftn8" href="#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[8]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:18.0pt"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">Setelah kematian zaid bin Ali para Sahabat zaid bin Ali pun tersebar dan menjauh dari pemerintahan Islam mereka menybarkan Islam di daerah non muslim dengan mazhab zaidiyyah,<a style="mso-footnote-id:ftn9" href="#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[9]</span></span></span></span></a> menurut syhrastani para pengikut zaidiyyah inipun mulai keluar dari amir mereka dan banyak berbicara tentang Imamah<a style="mso-footnote-id:ftn10" href="#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[10]</span></span></span></span></a> dan sebagian mereka mencela para Sahabat. Dan merekapun terbagi menjadi tiga kelompok yaitu pertama al jarudiyyah,yang kedua as sulaimaniyyah, dan yang ketiga al butriyyah.. Almasudi dalam bukunya muruj azzahbi menyebutkan bahwa para penulis buku perbandingan agama seperti muhammad bin harun al warrak ia membagi zaidiyyah menjadi delapan bagian. Imam abu hasan al asyari menyebutkan dalam bukunya maqalat Islamiyyin bahwa zaidiyya terbagi menjadi enam kelompok. Didalam farqu baina firaq senada dengan asyarstani al bagdadi menyebutkan bahwa kelompok az zaidiyyah terbagi menjadi tiga kelompok.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:39.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent:-18.0pt; mso-list:l0 level1 lfo2"><span style="font-size:12.0pt; line-height:115%;mso-bidi-font-family:Calibri;color:#984807"><span style="mso-list:Ignore">a.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><b><span style="'font-size:">Al Jarudiyyah</span></b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"> . mereka adalah pengikut <b>Abi Jarud</b>. Kelompok ini beranggapan bahwa Rasulullah Saw memberikan nas berupa sifat tampa nama kepada Ali untuk menjadi Amirul Mukminin. Dan kelompok ini beranggapan bahwa para Sahabat telah kafir karena mereka tidak membait Ali Ra. Dan mereka berkata juga bahwa kehkAlifaan setelah Ali adalah hasan dan setelah itu saudaranya Husain. Dan dalam masalah Imam Mahdi mereka terpecah menjadi dua golongan yang pertama, mereka menunggu Muhammad bin qasim bin Ali bin Umar bin Husain, dan mereka tidak mempercayai kematiannya. Kelompok kedua mereka menunggu Muhammad bin Umar yang keluar kekufah dan merekapun tak mempercayai kematian mereka.<a style="mso-footnote-id:ftn11" href="#_ftn11" name="_ftnref11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">[11]</span></span></span></span></a>Al bagdadi di akhir tulisannya mengatakan bahwa mengkafirkan mereka adalah wajib, karena mereka mengkafirkan Sahabat.<a style="mso-footnote-id:ftn12" href="#_ftn12" name="_ftnref12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[12]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:39.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent:-18.0pt; mso-list:l0 level1 lfo2"><span style="font-size:12.0pt; line-height:115%;mso-bidi-font-family:Calibri;color:#984807"><span style="mso-list:Ignore">b.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><b><span style="'font-size:">As Sulaimaniyyah</span></b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">. Mereka adalah pengikut <b>Sulaiman Bin Jarir Az Zaidiy</b>. Kelompok ini mengatakan bahwa pengangkatan Khalifah haruslah lewat musyawarah dan kelompok ini membolehkan mengangkat Imam yang di utamakan, dan mereka mengakui kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, akan tetapi pendiri dari kelompok ini sulaiman bin jarir mengkafirkan Utsman bin affan Ra, dan ahlussunnahpun mengkafirkan Sulaiman karena ia mengkafirkan Usman, dan menurut kelompok ini ummat telah melakukan kesalahan dikarenakan mereka mengangkat Umar dan Abu Bakar sebagai Khalifah padahal yang lebih utama adalah Imam Ali Ra, tetapi kesalahan ini menurut mereka tidaklah membuat mereka menjadi kafir.<a style="mso-footnote-id:ftn13" href="#_ftn13" name="_ftnref13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[13]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:39.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify;text-indent:-18.0pt; mso-list:l0 level1 lfo2"><span style="font-size:12.0pt; line-height:115%;mso-bidi-font-family:Calibri;color:#984807"><span style="mso-list:Ignore">c.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span><b><span style="'font-size:">Al Butriyyah </span></b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">kelompok ini mempunyai dua pimpinan salah satu diantaranya adalah Hasan Bis Shalih Bin Hay. Pandangan kelompok ini hamper mirip dengan kelompok sulaiman bin jarir, hanya saja kelompok ini mereka tidak berbicara panjang lebar tentang Utsman Ra. Dan kelompok ini menurut al bagdadi sangatlah dekat dengan ahlu Assunnah. Imam muslim dalam musnad sahihnya menerima periwayatan Hasan Bin Salih Al Hay.<a style="mso-footnote-id:ftn14" href="#_ftn14" name="_ftnref14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[14]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Dari ketiga kelompok zaidiyyah ini mereka sAling mengkafirkan satu dengan yang lainnya,Abdul Qahir mengatakan bahwa<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Al Butriyyah dan As Sulaimaniyyah<span style="mso-spacerun:yes"> </span>dari Zaidiyyah mengkafirkan al jarudiyyah disebabkan mereka mengkafirkan kedua Sahabat Abu Bakar dan Umar Radiyallahu Anmhum. Dan Al jarudiyyah mengkafirkan As sulaimaniyyah dan Al Butriyyah karena mereka tidak mengkafirkan Abu Bakar dan Umar<a style="mso-footnote-id:ftn15" href="#_ftn15" name="_ftnref15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[15]</span></span></span></span></a>. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:21.3pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:21.3pt;mso-outline-level:1"><b><span style="'font-size:12.0pt;">B . Al kaisaniyyah</span></b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;"> . </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:21.3pt"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">mereka adalah pengikut Mukhtar Bin Abi Ubaid Atsaqafi, Menurut pendapat sekte ini yang berhak menjadi Khalifah setelah Imam Ali adalah Muhammad bin hanafiyyahdan menurut mereka Muhammad bin hanafiyyah menerima wasiat dari bapaknya Ali Ra. Pendapat lain mengatakan bahwa pucuk kepemimpinan setelah Imam Ali adalah hasan, kemudian Husain, kemudian Muhammad bin hanafiyyah<a style="mso-footnote-id:ftn16" href="#_ftn16" name="_ftnref16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">[16]</span></span></span></span></a> Dan juga menurt kelompok ini tak satupun dari ahlul baitnya yang bisa menghidar darinya dan keluar selain mendapatkan izin dari Muhammad bin hanafiyyah.<a style="mso-footnote-id:ftn17" href="#_ftn17" name="_ftnref17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[17]</span></span></span></span></a> Diriwayatkan bahwa keluarnya Imam hasan berperang melawan Muawiyah Ra adalah perintah dari Muhammad bin hanafiyyah begitu pula Imam Husain yang berperang melawan yazid itu dengan izin Muhammad bin hanafiyyah. Bahkan menurut kelompok ini yang berani berpAling dan tidak sependapat dengan ibnu hanafiyyah maka ia kafir.<a style="mso-footnote-id:ftn18" href="#_ftn18" name="_ftnref18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[18]</span></span></span></span></a>kelompok ini terbagi menjadi empat bagian : <b>Al Mukhtariyah, Al Hasyimiyyah, Al Bayaniyyah dan yang terakhir Ar Rizamiyyah.</b></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom:0cm; margin-left:36.0pt;margin-bottom:.0001pt;text-align:justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">C.<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Imamiyyah </span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">kelompok ini adalah kelompok <i>Syiah</i> yang terbesar dan gerakannya masih ada sampai sekarang kita bisa mendapati kelompok ini di sebagian besar iran dan irak begitu pula sebagian Pakistan dan mazhab ini telah tersebar di Negara-negara Islam lainnya. Penisbahan nama Imamiyah menurut abu Zahra bahwa mereka berkeyakinan bahwa Imamah tidaklah diketahui dengan dengan sifatnya tetapi Nabi langsung menunjuk langsung Imam tersebut , pendapat ini sangat bertentangan dengan pendapat zaid bin Ali. Menurut kesepakatan mereka bahwa Rasulullah memberikan wasiat langsung kepada Imam Ali Ra dengan nash yang jelas dan zahir untuk menggantikannya ketika ia nantinya meninggal dunia.dan mereka beristinbat dengan dAlil-dAlil dari nash yang sharih seperti kisah gadir khum dan masih banyak lagi argument-argumen yang mereka gunakan untuk menguatkan pendapatnya.<a style="mso-footnote-id:ftn19" href="#_ftn19" name="_ftnref19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[19]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Setelah mereka sepakat bahwa Nabi Saw memberikan mandat kepada Imam Ali untuk menjadi Khalifah, maka kelompok inipun sepakat bahwa Imam Ali mewasiatkan kepemimpinan kepada anak-anak Fatimah, hasan dan Husain Radiyallahu Anmhuma<a style="mso-footnote-id: ftn20" href="#_ftn20" name="_ftnref20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[20]</span></span></span></span></a>. Kelompok Imamiyah ini sepakat mengangkat mereka berdua menjadi Khalifah setelah Imam Ali Ra. kemudian merekapun berbeda pendapat setelah meninggalnya Imam Husain, bahkan menurt syarastani perbedaan itu mencapi tujuh puluh kelompok <a style="mso-footnote-id:ftn21" href="#_ftn21" name="_ftnref21" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[21]</span></span></span></span></a>dan tujuh puluh itu yang terbesar Cuma dua kelompok , yang pertama itsna asyariyyah dan kelompok ismailiyyah.<a style="mso-footnote-id:ftn22" href="#_ftn22" name="_ftnref22" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[22]</span></span></span></span></a><span style="mso-spacerun:yes"> </span></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Ustaz Al Asfariyny menjelaskan secara global pendapat asyari tentang kelompok ini ia mengatakan bahwa golongan Imamiyah beranggapan bahwa Al Quran yang ada sekarang ini telah terjadi penambahan dan pengurangan oleh Sahabat. Dan mereka juga beranggapan bahwa saat sekarang ini mereka tak lagi berpegang kepada Al Qurandan begitu pula khabar yang datangnya dari Nabi Saw,dan juga syariat yang ada ditangan kaum muslimin sekarnag, karena mereka menunggu al mahdi yang akan keluar dan mengajarkan kepada mereka syariat.<a style="mso-footnote-id: ftn23" href="#_ftn23" name="_ftnref23" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[23]</span></span></span></span></a></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Al Bagdadi menyebutkan dalam bukunya bahwa kelompok ini terbagi menjadi lima belas cabang yaitu : <b>Al Kamiliyyah, Al Muhammadiyyah, Al Baqiriyyah, An Nawusiyyah, As Syamaytiyyah, Al Ammariyyah, Ismailiyyah, Al Mubarakiyyah, Al Musuwiyyah, Al Qatiyyah, Itsna Asyariyyah, Al Hasyimiyyah, Az Aurariyyah, Al Yunusiyyahdan Asyaitaniyyah</b>.<a style="mso-footnote-id:ftn24" href="#_ftn24" name="_ftnref24" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[24]</span></span></span></span></a> </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <div style="mso-element:footnote-list"><br /> <hr align="left" size="1" width="33%"> <div style="mso-element:footnote" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[1]</span></span></span></span></a> Al farqu bainal firak hal 30, oleh, Imam abu mansur abdul qahir bin tahir bin muhammad al bagdadi.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[2]</span></span></span></span></a> Lihat milal wa nihal, jilid 1 hal: 155 oleh abi al fattah bin abdul karim asyharastani</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[3]</span></span></span></span></a> Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 152.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[4]</span></span></span></span></a> Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 153. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn5"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn5" href="#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[5]</span></span></span></span></a> Tarikh mazahib Islamiyyah hal: 46 oleh, Imam Muhammad abu Zahra.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn6"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[6]</span></span></span></span></a> Lihat milal wa nihal, jilid 1 hal: 163 oleh abi al fattah bin abdul karim asyharastani</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn7"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn7" href="#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[7]</span></span></span></span></a> Lihat thabakat Muktazilah hal26 olehahmad bin yahya al muratadha.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn8"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn8" href="#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[8]</span></span></span></span></a> Ibid hal 154.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn9"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn9" href="#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[9]</span></span></span></span></a> milal wa nihal, jilid 1 hal: 165 oleh abi al fattah bin abdul karim asyharastani</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn10"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn10" href="#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[10]</span></span></span></span></a> Imamatul mafdhul.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn11"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn11" href="#_ftnref11" name="_ftn11" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[11]</span></span></span></span></a> Al farqu bainal firak hal 31, oleh, Imam abu mansur abdul qahir bin tahir bin muhammad al bagdadi</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn12"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn12" href="#_ftnref12" name="_ftn12" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[12]</span></span></span></span></a> Ibid hal 32</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn13"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn13" href="#_ftnref13" name="_ftn13" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[13]</span></span></span></span></a> Ibid.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn14"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn14" href="#_ftnref14" name="_ftn14" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[14]</span></span></span></span></a> Ibid.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn15"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn15" href="#_ftnref15" name="_ftn15" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[15]</span></span></span></span></a> Ibid hal : 33</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn16"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn16" href="#_ftnref16" name="_ftn16" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[16]</span></span></span></span></a> Al firaq al kalamiyyah al Islamiyyah madkhal wa dirasah, hal149 oleh DR Ali abdul Fattah.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn17"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn17" href="#_ftnref17" name="_ftn17" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[17]</span></span></span></span></a> Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 147. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn18"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn18" href="#_ftnref18" name="_ftn18" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[18]</span></span></span></span></a> ibid</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn19"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn19" href="#_ftnref19" name="_ftn19" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[19]</span></span></span></span></a> Tarikh mazahib Islamiyyah hal: 47 oleh, Imam Muhammad abu Zahra</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn20"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn20" href="#_ftnref20" name="_ftn20" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[20]</span></span></span></span></a> Ibid hal 48.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn21"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn21" href="#_ftnref21" name="_ftn21" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[21]</span></span></span></span></a> milal wa nihal, jilid 1 hal: 172 oleh abi al fattah bin abdul karim asyharastani</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn22"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn22" href="#_ftnref22" name="_ftn22" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[22]</span></span></span></span></a> Tarikh mazahib Islamiyyah hal: 47 oleh, Imam Muhammad abu Zahra</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn23"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn23" href="#_ftnref23" name="_ftn23" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[23]</span></span></span></span></a> Al firaq al kalamiyyah al Islamiyyah madkhal wa dirasah, hal148 oleh DR Ali abdul Fattah</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn24"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn24" href="#_ftnref24" name="_ftn24" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[24]</span></span></span></span></a> Al farqu bainal firak hal 46, oleh, Imam abu mansur abdul qahir bin tahir bin muhammad al bagdadi</p> </div> </div>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-73977827999135894392009-12-04T13:55:00.000-08:002009-12-04T14:00:08.679-08:00Syiah, Perkembangan dan Akidahnya (Sebuah Pengantar) Bag 1<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiG6J6MRSDzTmwhMyBEuoNuOOcwBljsq2V2IBShaxKbRcf476AaneS8vlCalaw5RxShOskqQZ5pjLa-vXE0OXxJi2agBPhttWp1-CmqszCvXkfE-9ocEd170qMy3ydfptOEJt_IspZVLA1Z/s1600-h/syiah_imamiah12.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 400px; height: 305px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiG6J6MRSDzTmwhMyBEuoNuOOcwBljsq2V2IBShaxKbRcf476AaneS8vlCalaw5RxShOskqQZ5pjLa-vXE0OXxJi2agBPhttWp1-CmqszCvXkfE-9ocEd170qMy3ydfptOEJt_IspZVLA1Z/s400/syiah_imamiah12.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5411503344171700610" /></a><br /> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Muqaddimah. </span></p><p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Kalau kita ingin melakukan Riset atawa Pengkajian tentang kelompok-kolompok dan Aliran dalam Islam (firaq al Islamiyyah) sesungguhnya tidaklah terlalu begitu sulit dikarenakan sejarah kemunculan antara satu dan lainnya akan saling berhubungan dan bermuara pada satu hulu, oleh karenanya seorang pengkaji seyogianya memulai risetnya dari akar permasalahan agar bisa melihat dengan jelas hipotesa yang ia kaji dan mengambil titik terang dari permasalahan. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:36.0pt"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">Seperti yang dilakukan oleh <span style="mso-spacerun:yes"> </span>ulama-ulama klasik Islam kita<span style="mso-spacerun:yes"> </span>semisal<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Imam Syahrastani ketika ia ingin memulai mengkaji sekte-sekte dalam Islam beliau memulainya dengan kejadian-kejadian besar dan perbedaan pendapat yang terjadi dikalangan Sahabat pada detik-detik kepergian dan pasca mangkatnya Nabi Muhammad Saw. Setidaknya beliau mencatat kurang lebih ada sekitar sepuluh kejadian penting dan bersejarah yang terjadi<span style="mso-spacerun:yes"> </span>pada akhir-akhir kepergian Rasul dan pasca kematiannya Saw di dalam bukunya. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:36.0pt"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">Diantaranya adalah <i>khilaf</i> yang terjadi di kalangan Sahabat tentang berita kematian Nabi Saw. Sebagian Sahabat beranggapan seperti Umar bin Khattab<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Ra. bahwa Nabi Saw. tidak meninggal dunia akan tetapi beliau diangkat oleh Allah kelangit sebagimana Allah mengangkat <span style="mso-spacerun:yes"> </span>Nabi isa As.<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Kemudian khilaf yang terjadi selanjutnya adalah dimanakah Ra sulullah Saw di kubur, sebagian Sahabat dari kalangan Muhajirin menginginkan beliau dikubur di mekkah karena disanalah beliau dilahirkan dan juga tempat keluarga beliau berkumpul, akan tetapi panduduk madinah atau kaum Anshar lebih menginginkan beliau di kubur di madinah karena dimadinahlah tempat beliau berhijrah, ada juga sebagian kelompok menginginkan agar beliau di kubur di baitul maqdis, menurut mereka bahwa disanalah kebanyakan para Nabi-Nabi di kuburkan. Setelah mereka menyelesaikan permasalahan ini kemudian timbul pebedaan selanjutnya, siapakah yang menjadi pengganti Rasulullah Saw. sebagai Amirul Mukminin dan yang akan mengurus ummat Islam. Maka dalam hal ini kaum Muhajirin dan Anshar<span style="mso-spacerun:yes"> </span>sekAli lagi berbeda pendapat <span style="mso-spacerun:yes"> </span>kaum Ansharpun mengatakan kepada Muhajirin <i>minna amir wa minkum amir</i><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[1]</span></span></span></span></a>. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:36.0pt"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">Dan puncak dari<i> khilaf</i> dan <i>fitnah</i> terjadi pasca terbunuhnya Amirul Mukminin Utsman Ra. Dan itu berlangsung hingga diangkatnya Imam Ali Ra sebagai khalifah kaum muslimin yang ke empat, dipriode Amirul Mukminin Ali Ra<span style="mso-spacerun:yes"> </span>(setelah kaum muslimin sepakat mengangkat beliau ) ummul Mukminin Aisyah Ra begitu pula Talhah dan Zubair<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Radiyallahu Anmhum meminta kepada Amirul Mukminin untuk memeja hijaukan pembunuh Utsman Ra, akan tetapi Amirul mukmin Ali Ra melihat belum waktunya untuk mengeksekusi pembunuh Utsman Ra disebabkan banyaknya fitnah yang terjadi di kalangan kaum muslimin pada waktu itu.<a style="mso-footnote-id:ftn2" href="#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[2]</span></span></span></span></a> Hingga akhirnya kemudian terjadilah peperang amirul mukminin versus ummul mukmininyang disebut pertempuran Jamal, disebut perang Jamal karena Aisyah menggunakan Unta ketika peperangan. Setelah<span style="mso-spacerun:yes"> </span>masalah Amirul Mukminin dan Aisyah selesai, karena penghormatan amirul mukminin terhadap pujaan hati rasulullah ibu kaum musliminpun di pulangkan ke Mekkah namun timbul masalah baru di negri Syam salah seorang Sahabat Nabi menolak untuk membaiat Imam Ali Ra sebelum kasus pembunuh sepupunya Usman Ra di selesaikan akhirnya karena tidak terjadi kesepakatan dan racun fitnah semakin mejalar akhirnya Imam Ali Ra melakukan penyergapan terhadap Muawiyah Ra dan terjadilah kontak senjata dan perang saudara yang perang ini lebih di kenal dengan perang Siffin, pada waktu perang sedang berkecamuk salah satu dari mereka mengangkat kalam tuhan di ujung tombak, dalam artian mereka menginginkan <i>tahkim</i> dengan Al Quran dan Imam Ali Ra setuju maka terjadilah <i>tahkim</i> antara Muawiyah dan Imam Ali Radiyallahu Anmhuma, akan tetapi <i>tahkim</i> dengan kelompok bughat ini tidaklah diterima oleh jumhur kelompok<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Ali Ra akhirnya kelompok Imam Ali terbagi menjadi dua bagian, kelompok yang menolak <i>tahkim</i> dan akhirnya keluar dari barisan Imam Ali mereka ini disebut dengan <i>Al Hururiyyah </i><span style="mso-spacerun:yes"> </span>atawa lebih dikenal dengan <i>Khawarij</i> sementara yang tetap bersama dengan Imam Ali di sebut dengan <i>Syiah</i>. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:36.0pt"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-top:0cm;margin-right:0cm;margin-bottom: 0cm;margin-left:54.0pt;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto;text-align: justify;text-indent:-18.0pt;mso-list:l0 level1 lfo2"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">1.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></b><b><i><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Syiah</span></i></b><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">, Riwayat kemunculan dan perkembangannya</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoListParagraph" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto;text-align:justify;text-indent:-18.0pt;mso-list:l1 level1 lfo1"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">A.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></b><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"> A.Sejarah munculnya sekte <i>Syiah</i>.</span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Para pengkaji sejarah Islam berbeda pandangan tentang asal usul Aliran ini dalam hal ini setidaknya ada lima pendapat yang dianggap masyhur mengenai asal usul kelompok ini.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Pendapat yang pertama</span></b><span style="'font-size:12.0pt;"> : pendapat ini datangnya tidak sedikit dari kelompok <i>Syiah</i>, mereka beanggapan bahwa kemunculan <i>Syiah</i> telah ada pada priode Rasulullah Saw masih hidup bahkan mereka mengira bahwa Rasulullahlah yang mengproklamirkan Aliran ini kepada kaum muslimin. Hasan Al Sirazi mengatakan bahwa Islam adalah <i>Syiah</i> dan <i>Syiah</i> adalah Islam, kemudian ia menabahkan Islam dan <i>Syiah</i> adalah dua nama yang sama dan hakikatnya adalah satu yang diturunkan oleh Allah dan di sebarluaskan oleh Rasulullah Saw.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Pendapat yang kedua</span></b><span style="'font-size:12.0pt;"> : pendapat yang mengklaim bahwa kemunculan <i>Syiah</i> padawaktu perang Jamal ketika pasukan Imam Ali ra berhadapan dengan pasukan talhah dan zubair Radiyallahu Anmhuma. Ibnu Nadim mengatakan bahwa orang-orang yang bersama dengan Amirul Mukminin Ali ra dan pengikutnya disebut nama <i>Syiah</i> pada waktu itu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Pendapat yang ketiga </span></b><span style="'font-size:12.0pt;">: mengatakan bahwa kemunculan <i>Syiah</i> berawal pada perang Siffin, dimana Imam Ali ra menerima untuk ber<i>tahkim</i> yang pada akhirnya sebagian pasukan Imam Ali Ra menolak tahkim tersebut dan merekapun disebut <i>Khawarij</i> dan yang tetap bersama dengan Khalifah disebut dengan <i>Syiah</i>. Pendapat ini di aminkan oleh sebagian ulama <i>Syiah</i> seperti Khawansari, Abu Hamzah dan Abu hatim begitu pula dikalangan sunni seperti Ibnu Hazam dan Ahmad Amin.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Pendapat yang keempat</span></b><span style="'font-size:12.0pt;"> : pendapat ini melihat bahwa kemunculan <i>Syiah</i> berawal setelah terbunuhnya Imam Husain, pendapat ini di lontarkan salah seorang pemikir <i>Syiah</i> Kamil Mustofa Asyibi. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Pendapat yang kelima</span></b><span style="'font-size:12.0pt;"> : pendapat ini melihat bahwa kemunculan <i>Syiah</i> sudah<span style="mso-spacerun:yes"> </span>mulai ada pada akhir masa kepemerintahan Amirul Mukminin Utsman Ra dan terus ber <i>thatawwur</i> dan menjadi kuat dizaman Ali Ra<a style="mso-footnote-id: ftn3" href="#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[3]</span></span></span></span></a>.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Dari kelima pendapat ini pendapat yang kami sebutkan tadi pendapat yang dipandang masyhur dikalangan sejarawan adalah pendapat yang ke tiga bahwa kemunculan sekte ini dimulai setelah padawaktu peperangan siffin dan berlanjut hingga ke peperangan Nahrwan dan setelah itu pemikiran dari kelompok pendukung Ali semakin berevolusi sedikit demi sedikit.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto;text-align:justify;text-indent:-18.0pt;mso-list:l1 level1 lfo1"><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><span style="mso-list:Ignore">B.<span style="'font:7.0pt"> </span></span></span></b><b><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"> B. Marhalah perkembangan pemikiran <i>Syiah</i>.</span></b></p> <p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin:0cm;margin-bottom:.0001pt; mso-add-space:auto;text-align:justify"><b><span style="'font-size:12.0pt;"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Pengikut Imam Ali Ra dalam hal ini <i>Syiah</i> pada masa masa pemerintahnnya atawa pasca fitnah sebagian besarnya tidaklah seperti <i>Syiah</i> yang datang setelahnya, pemahaman <i>Syiah</i> di awal masa pemerintahan beliau hanyalah sekedar nama dan pengikut Imam Ali yang pemahaman mereka tak jauh berbeda dengan para Sahabat yang lain, dan kebanyakan para Sahabat dan Tabiin mereka sepakat melihat bahwa Imam Ali<span style="mso-spacerun:yes"> </span>memang berhak untuk menjadi Khalifah setelah Utsman daripada Muawiyah dan semua manusiapun pada waktu itu ijma’ untuk mengangkat Imam Ali menjadi Khalifah<i>. hatta</i> Muawiyah Ra sendiri pun mengatakan dan mengakui bahwa yang berhak menjadi Khalifah setelah ustman adalah Ali Ra<a style="mso-footnote-id:ftn4" href="#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[4]</span></span></span></span></a>.<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Oleh karenanya <i>Syiah</i> pada mula –mulanya adalah para pengikut Imam Ali yang se-ide dengan beliau yang berpemahaman kepada Al Quran dan Assunnah yang tidak pernah mengkafirkan Sahabat Sahabat yang lain, bahkan beliau menindak keras bagi siapa yang merendahkan dan menghina Sahabat yang lain. Olehkarenanya <i>Syiah</i> di marhalah ini merupakan fase <i>mu’tadilin</i> yang dimana tokoh-tokohnya semisal <b>Abu Aswad Addauli,Abu Said Yahya Bin Ya’mar, Salim Bin Abi Hafsah, Abdul Ar Razik</b> salah seorang penulis hadits, <b>Ibnu Saqit</b>, dan <b>Harits Bin Qays</b> salah seorang <span style="mso-spacerun:yes"> </span>Sahabat dan murid Abdullah bin Masud Ra. Yang kesemua nya ini Berpijak kepada <i>Masdarain </i>Al Quran dan As Sunnah.. </span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify;text-indent:36.0pt"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">Disisi lain ada juga kelompok-kelompok <i>Syiah</i> kecil yang ingin mencoba melakukan revolusi pemikiran kaum <i>Syiah</i> <i>Mutadilin</i> dengan melakukan intrepretasi yang salah terhadap kejadian yang terjadi, Ibnu Khaldun mengatakan kaum syiah membuat riwayat-riwayat yang palsu dan menafsirkannya dengan intrepretasi yang sesat<a style="mso-footnote-id:ftn5" href="#_ftn5" name="_ftnref5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[5]</span></span></span></span></a>. maka muncullah gerakan-gerakan seperti As Sabaiyyah yang di pelopori oleh Abdullah bin Saba’ yang mencoba membangkitkan rasa <i>ghulu </i>kepada Imam Ali dan menghina para Sahabat bahkan mengkafirkan mereka kecuali segelintir dari mereka seperti Salman Alfarisi, Abu Zar, Miqdad, Ammar Bin Yasir dan Huzifah. Dan juga mereka mengangkat kisah <i>gadhir khum</i> dan mengkafirkan orang-orang yang hadir disana dan mereka menuduh bahwa mereka telah murtad dikarenakan tidak menjalankan wasiat dari Rasulullah Saw, dan puncaknya mereka mengangkat Ali sebagai tuhan<a style="mso-footnote-id:ftn6" href="#_ftn6" name="_ftnref6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[6]</span></span></span></span></a>.</span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-bottom:0cm;margin-bottom:.0001pt;text-align: justify"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Pada mulanya gerakan ini sempat di kecam oleh imam Ali Ra. kemudian para tokohnya seperti Abdullah bin Saba ditangkap lalu kemudian disuruh untuk bertaubat kemudian ia enggan untuk bertaubat maka Imam Ali Ra pun membakarnya. Kisah inipun dibenarkan oleh ulama-ulama <i>Syiah</i> seperti dalam kitab al kafi<a style="mso-footnote-id:ftn7" href="#_ftn7" name="_ftnref7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[7]</span></span></span></span></a> oleh Al Qulaini,jilid 1/545, Ilal Asyarai’ oleh Asaduq, Al Khisal hal 638, At Tusi dalam <i>tahzib alahkam</i> jilid2/322. Dan masih banyak lagi buku-buku dari kalangan <i>Syiah</i> yang membenarkan kisah ini.<a style="mso-footnote-id: ftn8" href="#_ftn8" name="_ftnref8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[8]</span></span></span></span></a> Dalam riwayat lain di sebutkan bahwa Imam Ali tidak membakar Abdullah bin Saba’ hanya memerintahkan ia untuk bertobat. Ada juga riwayat berkata bahwa pengikraran Abdullah bin Saba tentang <i>uluhiyah</i> Imam Ali bukan pada waktu <span style="mso-spacerun:yes"> </span>Imam Ali hidup tetapi setelah Imam Ali meninggal<a style="mso-footnote-id:ftn9" href="#_ftn9" name="_ftnref9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[9]</span></span></span></span></a>. </span></p> <span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;font-family:">Sekalipun riwayat ini masih simpang siur akan tetapi para ulama sepakat bahwa tokoh Abdullah bin Saba yang memulai fitnah dikalangan pengikut Ali Ra bukanlah tokoh fiktif sebagai mana yang di dengung-dengungkan oleh orientalis dan sebagian ummat Islam termasuk <i>syiah</i>. Abdullah Bin Saba adalah tokoh nyata dan dia adalah tokoh yahudi yang sengaja masuk Islam dan menyebarkan banyak fitnah dikalangan ummat Islam<a style="mso-footnote-id:ftn10" href="#_ftn10" name="_ftnref10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:12.0pt;line-height:115%;">[10]</span></span></span></span></a>.<span style="mso-spacerun:yes"> </span></span> <div style="mso-element:footnote-list"><br /> <hr align="left" size="1" width="33%"> <div style="mso-element:footnote" id="ftn1"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn1" href="#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[1]</span></span></span></span></a> Lihat milal wa nihal, jilid 1 hal: 31 oleh abi al fattah bin abdul karim asyharastani.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn2"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn2" href="#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[2]</span></span></span></span></a> Hukbatu minattarikh hal :117 oleh Utsman bin muhammad al khamis.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn3"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn3" href="#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[3]</span></span></span></span></a> Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 132. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn4"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn4" href="#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[4]</span></span></span></span></a> Hukbatu minattarikh hal :119 oleh Utsman bin muhammad al khamis.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn5"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn5" href="#_ftnref5" name="_ftn5" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[5]</span></span></span></span></a> Al firaq al kalamiyyah al Islamiyyah madkhal wa dirasah, hal138 oleh DR Ali abdul Fattah</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn6"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn6" href="#_ftnref6" name="_ftn6" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[6]</span></span></span></span></a> Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 132. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn7"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn7" href="#_ftnref7" name="_ftn7" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[7]</span></span></span></span></a> Al kafi adalah buku hadits terpercaya di kalangan <i>Syiah</i> kedudukan al kafi setingkat dengan sahih bukhari di kalangan sunni.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn8"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn8" href="#_ftnref8" name="_ftn8" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[8]</span></span></span></span></a> Lihat ma’a itsna asyariyyah fi al suhul wal furu’, hal 14 oleh prof Dr ahmad as salus.</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn9"> <p class="MsoFootnoteText" style="mso-pagination:widow-orphan no-line-numbers"><a style="mso-footnote-id:ftn9" href="#_ftnref9" name="_ftn9" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character:footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;">[9]</span></span></span></span></a> Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 143. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar</p> </div> <div style="mso-element:footnote" id="ftn10"> <p class="MsoFootnoteText"><a style="mso-footnote-id:ftn10" href="#_ftnref10" name="_ftn10" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="'font-size:10.0pt;line-height:115%;font-family:">[10]</span></span></span></span></a> ma’a itsna asyariyyah fi al suhul wal furu’, hal 13 oleh prof Dr ahmad as salus</p> </div> </div>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-17809445311040691672009-10-25T04:17:00.000-07:002009-12-03T11:00:57.451-08:00Cinta<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhs5Kf2TkR_J_qWxputABzJhPEpcoOYgDJL3KeeDy6qgXbdzzJYIhsLX347XeMRV9K-fxV3WYhdM2bESkpt3VnHtz8E0jwep_5WS8P81NfJoMdnGbfknmDdSHiYPADuf7AN4Z0SI284pThl/s1600-h/sufi_love_scene_or93.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 218px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhs5Kf2TkR_J_qWxputABzJhPEpcoOYgDJL3KeeDy6qgXbdzzJYIhsLX347XeMRV9K-fxV3WYhdM2bESkpt3VnHtz8E0jwep_5WS8P81NfJoMdnGbfknmDdSHiYPADuf7AN4Z0SI284pThl/s320/sufi_love_scene_or93.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5396495492023355698" /></a><br /><p class="MsoNormal">Berbicara masalah cinta Sangat sulit untuk memulainya, sama sulitnya ketika ingin mendifinisikannya, dia adalah makhluk yang cukup abstrak dan tak dapat membatasinya, kata anis matta . Dia ibrat angin membadai. Kau tak melihatnya. kau merasakannya. Merasakan kerjanya saat memindahkan gunung pasir di tengah gurun atau merangsang amuk gelombang di laut lepas. Atau meluluh lantakkan bangunan-bangunan angkuh dipusat kota metro politan. Begitulah cinta. Ia ditakdirkan jadi kata, tanpa benda. Tak terlihat hanya terasa. tapi dahsyat.</p> <p class="MsoNormal">Ia begitu halus tapi dapat mematikan .menganggap azab jadi nikmat. Mematikan fikiran selain dirinya cinta membuat angan yang kosong menjadi ada. Perkataan tidak masuk akal menjadi<span style="mso-spacerun:yes"> </span>masuk akal. Dan selalu ingin memberi<span style="mso-spacerun:yes"> </span>tanpa harus diberi. Dan jika kamu memberi<span style="mso-spacerun:yes"> </span>kamu memberikan semua yang kamu miliki kepada yang kamu cintai tanpa tersisa satu sedikitpun untukmu. Dan kau akan menganggap sedikit yang kamu berikan sekalipun banyak. Dan menganggap banyak pemberian kekasih sekalipun itu sedikit.</p> <p class="MsoNormal">Ia membuatmu hilang fikiran sama seperti<span style="mso-spacerun:yes"> </span>orang gila yang tak mengerti apa yang ia katakan. kamu merasakan kenikmatan sekalipun engkau tersiksa , ia dapat menghilangkan selara makanmu dan membuatmu tak merasa lapar. Menghilangkan dahagamu sekalipun engkau merasa haus. Ia bagaikan bayangan yang selalu lengket<span style="mso-spacerun:yes"> </span>. Dan juga seperti nila yang menetes kedalam susu didalam belanga, yang kemudian masuk dan tanpa disadari menyatuh bersamanya. Ia bagaikan virus tapi engkau menyukainya. Dan bagaikan api yang membakar apa saja selain dirinya.</p> <p class="MsoNormal">Ia membuatmu bodoh dan tak berdaya dihadapan kekasihmu. Sekalipun ia berbuat apasaja semaunya terhadapmu. Ia bagaikan kekuatan tanpa sebab. kau dapat membuat sesuatu yang biasa, menjadi luar biasa.kata Rumi : “cintalah yang melunakkan besi, menghancur-leburkan karang, membangkitkan yang mati, meniupkan kehidupan padanya, dan membuat budak menjadi pemimpin.” Cinta dapat mengubah yang pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, pernjara berubah menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat. Atau kata Ibnu Qudamah : “ cinta mengubah seorang pengecut menjadi pemberani, yang pelit jadi dermawan, yang malas jadi rajin yang pesimis jadi optimis, yang kasar jadi lembut.”</p> <p class="MsoNormal">Kau merasakan adanya sesuatu yang tidak ada, dan merasakan tidak ada ketika ia ada, membuatmu tersenyum tampa sebab. membuatmu menangis sekalipun engkau tidak bersedih. bahkan penderitaan akibat kekecewaan kadang terasa manis karena cinta yang melatarinya.</p> <p class="MsoNormal">Seorang yang telah jatuh cinta tak akan merasa risih dengan comohan orang disekitarnya. ia bagaikan orang gila yang kesurupan namun terdidik, makhluk aneh inilah yang masuk kedalam diri tokoh reinkernasi islam seperti Rabiah, yang rela meninggalkan kenikmatan jasmani dan lebih memilih menari<span style="mso-spacerun:yes"> </span>dan menyatuh dengan kekasihnya Tuhan , atau Al hallaj yang merelakan lehernya digantung karena mempertahankan kekasihnya ( baca : Tuhan) yang telah menyatu dengan dirinya, dengan mengatakan bahwa aku ini adalah CINTA ( baca : Tuhan ) dan didalam jubahku ini ada CINTA. Atau Ibnu Araby yang rela mendapatkan title Zindik dari orang-orang yang hidup di zamannya ia mengatakan : </p> <p class="MsoNormal"><i>Nikmatmu dan azabmu sama saja bagiku</i></p> <p class="MsoNormal"><i>Maka cintaku padamu tak akan berubah dan selalu bertambah</i></p> <p class="MsoNormal"><i>Maka cintaku yang telah aku pilihkan untukmu</i></p> <p class="MsoNormal"><i>Sama Seperti cintamu padaku tatkala engkau menciptakanku.</i></p> <p class="MsoNormal">Demikianlah cinta yang selalu tampa batas, dan memang dia tidak memerlukan batasan, karena sesorang musafir yang mengembara di padang pasir yang haus dahaga tak akan dapat menggambarkan betapa nikmatnya meminum air dingin yang segar yang membasahi jalur-jalur kerongkongannya begitu juga dengan cinta. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah<span style="mso-spacerun:yes"> </span>berkata : “Tidak ada batasan cinta yang lebih jelas daripada kata cinta itu sendiri, membatasinya hanya akan menambah kabur dan kering maknanya.Maka batasan dan Penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri “ <span style="mso-spacerun:yes"> </span>Anis Matta berkata : <span style="mso-spacerun:yes"> </span>Kita hanya perlu tau cara kerjanya. Cara kerjanya itulah definisinya : karena<span style="mso-spacerun:yes"> </span>- kemudian -semua <span style="mso-spacerun:yes"> </span>terjawab disana.</p> <p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" align="right" style="text-align:right"><o:p> </o:p></p> <p class="MsoNormal" align="right" style="text-align:right">Egypt,<span style="mso-spacerun:yes"> </span>Sabtu 24 Oktober 2009. Awal musim dingin, Pukul<span style="mso-spacerun:yes"> </span>15 : 53.</p> <p class="MsoNormal" align="right" style="text-align:right"></p>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4464526016004863390.post-57087980264725701802009-10-25T03:49:00.000-07:002009-12-02T10:46:55.566-08:00Al hal Fana' dalam Perspektif Kaum Sufi<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxHpCV6c_RKjk-z788RGftX7f9hyphenhyphenMpuae6jW0Fu7AAHdIrdPhbiEp31oT9PS_5UhMWqV-qyKc2dFDm37osb1wNUGg4OXkXGu-TtbiPPKPllptVLwGSuk71iQQeOdxfF_Qqr2Z9kLnKsfdB/s1600-h/SufiSaint.jpg"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 288px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgxHpCV6c_RKjk-z788RGftX7f9hyphenhyphenMpuae6jW0Fu7AAHdIrdPhbiEp31oT9PS_5UhMWqV-qyKc2dFDm37osb1wNUGg4OXkXGu-TtbiPPKPllptVLwGSuk71iQQeOdxfF_Qqr2Z9kLnKsfdB/s320/SufiSaint.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5396488310389135586" /></a><br /><p class="MsoNormal">Ketika kita mendengar istilah diatas maka yang tertashawwur dalam fikiran kita adalah tokoh kontroversial semisal Al hallaj atau Ibnu A'rabi atau para tokoh taswwuf assyatih ( baca : nyeleneh) yang lainnya, mereka inilah yang rela kehilangan nyawa demi membela kalimat diatas, sebenarnya mahiyah atau esensi apa yang terkandung dari kalimat tersebut hingga orang-orang juga ikut takut untuk mempelajari ilmu tasawwuf dan alergi mendengar kata sufi, Abu Said Alkharraz mencoba mensyarah ma'na dari istilah <i>fana</i>' ini ia mengatakan <i>fana</i>' adalah : apabila seseorang menyerahkan kuasanya hanya pada Allah Swt. dan bergantung hanya padanya, dan tenang disampingnya maka dia lupa akan dirinya. Dan dia akan melupakan semuanya kecuali Allah, dan apabila kita berkata kepadanya siapa Engkau dan apa yang Kamu inginkan maka tidak ada jawaban yang lebih <i>afadhal</i> kecuali jawaban aku adalah Allah, yang aku inginkan adalah Allah. </p> <p class="MsoNormal">Bila dilihat dari histori atau Awal mula pengistilahan kalimat <i>fana</i>' para ulama' masih berbeda pendapat, tetapi dari pendapat yang paling mayoritas dari buku buku tasawwuf lebih condong kepada tokoh Rabiah Al Adawiyah yang meninggal pada tahun 185 H. tetapi pendapat ini di bantah oleh. Dr Muhamad Sayyid Al Jalyand beliau berkata istilah <i>fana</i>' ini belum dikenal sebelum abad ketiga hijriyah dan adapun kemudian perkataan <i>fana</i>' almuhib fi al mahbubihi yang disandarkan kepada Rabiah Al Adawiyah tidak bias menadi asumsi dan tidak bisa untuk dijadikan alasan karena <i>fana</i>' itu sendiri adalah merupakan <i>musthalah madzhabi</i> yang mempunyai arti khusus yang dimana hal tersebut tidak dikenal oleh Rabiah itu sendiri dan pengistilahannya belum ada dizamannya. </p> <p class="MsoNormal">Apabila kita ingin mencermati istilah ini maka pengistilahan kalimat <i>fana</i>' itu sendiri sering di gunakan oleh kaum sufi sebagai <i>muqabalah</i> dari <i>al baqa'</i> (baca: abadi) yang mana kedua <i>musthalahat</i> ini tak bisa di pisahkan satu dengan lainnya oleh karenanya apabila seorang sufi telah <i>fana</i>' maka dia dengan otomatis harus <i>baqa</i>' , dan dari kedua mustalahat inilah nantinya terjadi pertentangan oleh para <i>mutasawwif </i>yang berlevel tinggi seperti Aljunaid, Al kharraz, Annuri, yang menjadi penyebab perbedaan itu adalah tatkalah seseorang dalam keadaan hilang (baca:<i>fana</i>') apakah ia harus abadi (baca:<i>baqa</i>') dalam ke<i>fana</i>'annya, ataukah ia harus kembali pada kesadarannya untuk kedua kalinya?, seperti yang dinukil oleh Alklulabaziy bahwa <i>alfana</i>' adalah ghaibnya seseorang dari sifat <i>basyariyyah</i>nya ( baca : Manusia ) pendapat yang pertama yaitu para <i>muhaqiqun</i> dari kalangan sufi melihat bahwa seseorang yang sudah sampai ke Hal al-<i>fana</i>' maka ia tidak harus kembali pada kesadaraannya untuk kedua kalinya, dengan beralasan bahwa al-<i>fana</i>' adalah pemberian yang diberikan oleh maha pemberi, dan apabila ia kembali pada sifatnya yang pertama maka sama halnya sang pemberi merampas sesuatu yang telah ia berikan, dan <i>Al haq</i> mustahil dari sifat yang demikian, dan yang mengusung pendapat ini seperti Alkharraz dan Annuri, Dan penapat yang kedua mereka lebih condong mengatakan kembali untuk kedua kalinya dari al hal al-<i>fana</i>' dan membantah pendapat yang pertama dengan alasan bahwa dengan mengabadikan al-<i>fana</i>' maka ia akan berakibat pengguguran hukum-hukum syariat dan melumpuhkan anggota tubuh untuk melaksanakan pekerjaanya baik mencari penghidupan ataupun melaksanakan <i>al wajibat.</i> Alkullabazi seorang sufi terkenal dan banyak mensyarah pendapat tokoh tokoh sufi, lebih condong pada pendapat pertama dia melihat bahwa abadinya <i>fana</i>' disini bukan berarti seorang yang telah mencapai <i>al-hal</i> tersebut itu menjadi idiot atau tak sadarkan diri (baca:pingsan) dan sifat kemanusiaannya lenyap, tapi Allah memberikan keistimewaan kepada hamba tersebut dengan mengosongkan jiwanya dan semua sifat sifatnya, ini berarti bahwa amalan tersebut bukan <i>ikhtiyar </i>seorang hamba tetapi merupakan <i>fadilah</i> yang diberikan oleh allah pada hambanya dan dari sinilah seorang hamba nantinya mentransfer pemberian tersebut padawaktu ia berperoses dari al hal <i>fana</i>' <i>fillah ila maqam</i> al <i>baqa</i>' <i>billah</i>, dan apabila hamba tersebut telah melewati <i>mustawa</i>'(baca:jenjang) ini maka hamba itu akan sampai pada tingkatan yang lebih tinggi yang sering kita sebut dengan <i>alhulul,</i> atau <i>al-ittihad</i> atau yang lebih populernya lagi dengan istilah <i>wihdatul wujud</i> dan pada level inilah tokoh-tokoh sufi semisal Abu yazid al bustami, Ibnu arabi dan Alhallaj menari nari. </p> <p class="MsoNormal"><span style="mso-spacerun:yes"> </span>imam Alkusyairi memiliki pandangan lain tentang <i>fana</i>' dan tidak sependapat dengan <i>Fana</i>' yang berakhir dengan <i>al-hulul</i> dan <i>al-ittihad</i> begitu juga dengan At thusi yang meninggal tahun 378 H beliau memberikan <i>tambih</i> atau peringatan sekaligus men<i>tahzir</i> yang berkeyakinan <i>hulul</i> dan <i>ittihad </i>dalam bukunya <i>allumma' fi tarikhi at tashawwuf al islami</i> dia berkata bahwa sifat kemanusian seseorang tidak akan pernah hilang dari manusia. Dan ditempat lain ia memperingatkan pada penduduk Bagdad bahwa mereka telah salah menempuh jalur <i>fana</i>' yang berakhir dengan <i>alhulul</i>. Karena penduduk bagdad pada waktu itu menganggap dirinya telah masuk kedalam sifat <i>al haq</i> tatkala mereka <i>fana</i>' <i>fillah</i> , ini tak jauh beda dengan perkataan orang Nasrani kepada Isa <i>alihi assalam</i>. Dari sini bisa kita lihat bahwa pandangan Ulama' Tasawwuf berbeda tatkala mereka telah sampai pada <i>alhal</i> <i>fana</i>', ada yang hanya sebatas <i>fana</i>' tampa harus masuk kedalam <i>alhulul </i>dan <i>ittihad</i>, dan golongan ini sangat keras terhadap golongan <i>ittihadi</i> bahkan melaknat mereka dan menganggapnya telah keluar nas syariat mereka dari golongan ini seperti Aljunaid, Sahal bin Abdullah Attastariy, Dan golongan yang kedua yang <i>fana</i>'nya sampai kederajat <i>alhulul wal ittihad</i>, golongan ini bahkan sampai meng non aktifkan amalan syariat, dan diantara mereka ada yang menganggap dirinya <i>al-haq</i>,tokoh tokohnya seperti Abu Yazid Albustami, Assyabali, dan Alhallaj. menurut DR Muhammad sayyid al jalyand berkata perbedaan antara keduanya sangatlah tipis dan tidak begitu jauh, karena keduanya memulai dengan jalan (baca:tariqah) yang sama, dan perbedaan itu terjadi pada waktu mereka telah sampai pada maqam al<i>fana</i>'. </p> <p class="MsoNormal">Dan terakhir Sebagai catatan pinggir, ulama' sufi yang menggap dirinya dari golongan <i>mu'tadilin</i> telah mencoba untuk meratakan pemahaman <i>alhulul </i>dan <i>ittihad </i>dari golongan <i>mutaakhirin</i> yang telah tenggelam kedalam <i>mahabbah</i> yang jauh kepada Allah hinggah mereka jatuh kedalam pelanggaran syariat, kesemuanya ini telah di <i>tahzir </i>oleh ulama' kita karena sangat berbahaya baik dari segi syariat ataupun dari akal sehat. <i>Wallahu ta'ala a'alam</i>.<span style="mso-spacerun:yes"> </span></p>waonepunkhttp://www.blogger.com/profile/07279140096611975221noreply@blogger.com0