Jumat, 04 Desember 2009

Syiah, Perkembangan dan Akidahnya (Sebuah Pengantar) bag 3 Tamat


3.    Aqidah Syiah.

 

Didalam Syiah terdapat berbagai macam kepercayaan-kepercayaan dalam riwayat Syiah menyebutkan Secara garis besar kelompok ini mempunyai empat ushul atawa pokok dalam keyakinan mereka.disini kami akan sebutkan keempat landasan pokok tersebut dan sedikit penjelasan tentangnya. Keempat ushul itu diantaranya adalah[1] :

 

  • Tauhid

*     Nubuwwah

*     Imamah

*     Al ma’ad.

 

Yang pertama –Tauhid :  mereka meyakini bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan tidak meyekutukannya dengan yang lain baik itu dari rububiahnya, dan barang siapa yang menyekutukan Allah dengan hambanya maka ia telah kafir, dan kaum Syiah membolehkan ber-tabarruk kepada ahli bait dan meminta wasilah melaluai perantaraan mereka.[2]

            Sementara dalam tauhid asma wa as sifat kaum Syiah lebih dekat dan terpengaruh kepada Muktazilah didalam menentukan sifat-sifat Allah, menurut syaikukhul Islam ibnu Taimiyah pada awalnya ulama mutakallimin Syiah seperti hisyam bin hakam,hisyam al jawaliki, yunus bin abdul rahman al qumiy dan lainnya tidak merasa puas dengan keyakinan ahlu as sunnah wal jamaah yang berkeyakinan seperti  bahwa Al Quran bukanlah makhlik, dan Allah akan dilihat dihari kiamat. Hingga akhirnya mereka melakukan bidah dalm aqidah asma wa assifat baik itu pengitsbatan at tajsim dan at tamtsil.  Dan pada tahun 103 ulama  Syiahpun mulai terkontaminasi dengan pemahaman Muktazilah seperti tokoh Syiah ibnu an nubkhuti Dll.[3]

            Dan ini dibenarkan juga oleh Imam abu hasan al asyari, didalam bukunya ia tidak menyebutkan satupun dari ulama Syiah yang sepakat dengan Muktazilah kecuAli ulama’  yang dating belakangan atawa mutakhirin min as Syiah. Dan yang  pertama sekAli yang diketahui mengatakan bahwa Allah adalah jism adalah hisyam bin hakam.[4]

 

Yang kedua Nubuwwah : sebagian kelompok ekstrim dikalangan Syiah mengatakan bahwa keNabian tidaklah terputus dan akan terus berjalan dan wahyu yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw tidaklah terputus dan belum sempurnah[5] dan akan terus berperoses hingga mencapai kesempurnahan hingga hari kiamat dan yang akan menyempurnahkan dari semua syariat adalah Imam mahdi al muntazar.[6] Berkata khumaini dalam bukunya (nahjul khumaini hal 46)  tujuan di datangkannya para Nabi ke bumi adalah untuk menjadi pelabuhan terhadap rambu-rambu keadilanakan tetapi tak ada satupun diantara mereka yang berhasil sampai Nabi muhammad Saw  yang di utus untuk memperbaiki manusia dan menjalankan ke adilan tidak berhasil menjalankannya.[7]

 

Yang ketiga Imamah : masalah Imamah adalah keyakinan yang wajib dipercayai oleh seluruh kaum Syiah bahkan ia adalah rukun iman dari kaum Syiah, dan juga sebab masuknya seseorang kedalam syurgadan terhindarnya seseorang dari kemarahan Allah Swt kemudian ia berdAlilkan dengan hadits Rasulullah Saw[8]. Barangsiapa yang mati kemudian ia tidak mengenal Imam di zamannya maka ia mati dalam keadaan jahiliyyah[9]. Berkata abi ja’far-alaihi salam- Islam dibangun atas lima : shalat, zakat, puasa, hajji dan wilayah[10] Dan kedudukan Imamah menurut Syiah adalah maksum[11] sama seperti kedudukan para Nabi, dan juga mereka menisbahkan ke Imamahan kepada ahlul bait saja[12]

 

Untuk membahas permasalahan Imamah ini membutuhkan waktu yang panjang karena inti dari permasalahan dari Syiah adalah masalah Imamah. Siapa yang berhak mejadi Khalifah setelah Nabi Muhammad Saw, dan ini membutuhkan waktu terrsendiri untuk membahasnya.

 

Yang Keempat Al Maad. Kaum Syiah meyakini adanya hari pembalasan sama dengan kaum sunni seperti adanya surge, neraka dan malaikat.

 

Sebenarnya keyakinan Syiah tidak hanya sebatas empat poin tadi tetapi masih banyak lagi keyakinan- keyakinan mereka yang tidak sempat kami sebutkan disini seperti akidah Syiah tentang Raj’ah yaitu kembAlinya Imam yang menghilang yang tidak diyakini kematiannya. Dr bahi dalam bikunya mengatakan bahwa aqidah raj’ah ini merupakan pengaruh dari kaum yahudi yang dasar pemikirannya bertendensikan dengan kisah uzair yang di matikan oleh Allah Swt selama seratus tahun kemudian di hidupkan kembAli.[13] Kemudian beliau menambahkan bahwa banyak dari firaq Islam yang terpengaruh oleh pemikiran raj’ah ini dan mengimaninya. Imam syahrastani menyebutkan beberapa firqah Syiah yang terpengaruh dengan aqidah raj’ah ini seperti asSabaiyyah, al baqiriyyah, ar rafidah, al jarudiyyah,ismailiyyah al waqifiyyah.[14]

Dan diantara akidah Syiah yang lain adalah aqidah mereka tentang Taqiyyah yang merupakan asas agama bahkan mereka mengatakan bahwa barnagsiapa yang tidak bertaqiyyah maka tidak ada agam baginya.[15] Taqiyyah menurut syahrastani  (definisi ini tak mencakup dari taqiyyah menurut Syiah) adalah menyembunyikan sesuatu di dalam agam karena takut mendapatkan kemudharatan bila menampakkannya.[16]pada dasarnya taqiyyah dibolehkan dalam Islam tetapi betul –betul dalam keadaan darurat, berbeda dengan Syiah yang mengatakan wajibnya taqiyyah. Menurut al mufid bahwa taqiyyah adalah menyembunykan sesuatu kepada penentang kita (al mukhAlifin) [17]dan al mukhAlifin didalam buku-buku Syiah adalah ahlu as sunnah yang berbeda dengan aqidah dan usul mereka, diriwayatkan dari atthusi murid al mufid ia berkata : orang yang berbeda dengan kebenaran (Syiah) adalah kafirdan menhukumi mereka dengan hukuman kafir.[18]



[1] Lihat Syiah fi mishri minal Imam Ali hatta al Imam khumaini. Hal 13. Oleh shaleh wardani.

[2] Ibid.

[3] Minhaju as sunnah jilid 1 hal 99 oleh ihmad bin abdul hAlim bin abdul salam ibnu taimiyyah.

[4] Ibid.

[5] Aqidah ahlu Assunnah wal jamaah fi ahlil bait jilid 1 hal 351 oleh. Dr. ila’ bakar

[6] Ibid hal 352, menukil dari tsaurah al iyraniyyah hal 188-189 oleh manzur nu’mani.

[7] Ibid hal 353.

[8]  Menurut aiman asyyarbawiyyi Hadits ini diriwayatkan oleh Muawiyah ( musuh nomer wahid Syiah) dan haditsnya hasan hanya tidak memakai (zamannya).

[9] Minhaju as sunnah jilid 1 hal 100 oleh ihmad bin abdul hAlim bin abdul salam ibnu taimiyyah

[10] Aqidah ahlu Assunnah wal jamaah fi ahlil bait jilid 1 hal 293 oleh. Dr. ila’ bakar. Menukil dari al kafi hal :368.

[11] Syiah fi mishri minal Imam Ali hatta al Imam khumaini. Hal 14. Oleh shaleh wardani

[12] Aqidah ahlu Assunnah wal jamaah fi ahlil bait jilid 1 hal 293 oleh. Dr. ila’ bakar

[13] Aljanibul ilahi min tafkiri Islamiy, hal :67 oleh Dr. Muhammad bahiy.

[14] Ibid.

[15] Taqiyyah inda Syiah hal 43 olehmajid khAlif.

[16] Ibid.

[17] Ibid.

[18] Ibid.

Syiah, Perkembangan dan Akidahnya (Sebuah Pengantar) Bag 2


2.    Sekte-sekte dalam tubuh Syiah.

               

Didalam tubuh Syiah terdapat berbagai macam kelompok-kelompok dan aliran sebagian ulama menyebutkan bahwa ada sekitar puluhan kelompok didalam Aliran ini, tetapi dari kesemua kelompok ini bermuara pada kelompok besar yang nantinya menghasilkan kelompok kecil tadi . Imam Abu Hasan Asyariy menyebutkan bahwa ada tiga kelompok besar dalam tubuh Syiah. Senada dengan itu Al Bagdadi didalam bukunya membagi Syiah menjadi tiga kelompok besar yang nantinya menelurkan sekte yang lainnya, ketiganya itu adalah az zaidiyah yang nantinya terbagi menjadi tiga kelompok. Al kaisaniyyah terbagi menjadi dua kelompok, dan kemudian al Imamiyah yang terbagi menjadi limabelas kelompok[1]. Sementara itu asyarastani dalam bukunya membagi Syiah menjadi lima bagian besar, yang pertama kaisaniyyah, yang kedua zaidiyyah, yang ketiga Imamiyyah, yang keempat Syiah Gulat kemudian yang terakhir ismailiyyah[2].  Dan disini kami akan mencoba mengungkap secara singkat sedikit tentang sejarah pendiri dan pemahaman the big firaq Syiah ini.

 

A.                       A. Az zaidiyyah.

Setelah kematian husain bin Ali Ra cucu Nabi Saw, maka kaum Syiah semakin berkembang dan semakin meningkat ke ghulu-annya terhadap ahlul bait, dan pada masa Ali bin husain atau yang bergelar dengan Zainal Abidin kaum Syiah berusaha keras untuk mengeluarkannya dari penguasa bani umayyah, karena mereka melihat Ali zainal abidin lebih dekat dengan zaid Muawiyah, bahkan di sebuah riwayat mengatakan bahwa zaid sering duduk dan makan bersama Ali bin husain[3]. dan Ali bin husain mempunyai beberapa anak. Diantaranya zaid bin Ali bin husain, muhammad bin Ali bin husain, dan Umar bin Ali bin husain[4]. Dan zaid bin Ali inilah nantinya menjadi cikal bakal lahirnya az zaidiyyah, sementara saudaranya muhammad adalah salah satu Imam dari Imam yang diyakini oleh sekte istna asyariyyah. Menurut Imam Abu Zahra dalam bukunya tarikh mazahib Islamiyyah bahwa Syiah zaidiyyah adalah satu satunya mazhab yang dekat dengan ahli sunnah, sekAlipun disisi lain abu zahra membagi zaidiyyah menjadi dua golongan mutaqqdimin dan mutaakhirin[5].

            Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa zaid bin Ali adalah sosok yang cukup cerdas beliau banyak mempunyai guru-guru yang terkenal seperti dalam ilmu ushul beliau belajar kepada washil bin atha al gazzal tokoh dan pembesar Muktazilah[6] dan merupakan tabakat ke empat dari ulama Muktazilah[7] beliau banyak mengambil ilmu dari washil utamanya yang menyangkut dengan kekhAlifaan dan itu berlanjut ke tabakat zaidiyyah selanjutnya. Diriwayatkan pula bahwa Imam abu hanifah banyak mengambil ilmu dari beliau melalui perantara Ibrahim[8]

Setelah kematian zaid bin Ali para Sahabat zaid bin Ali pun tersebar dan menjauh dari pemerintahan Islam mereka menybarkan Islam di daerah non muslim dengan mazhab zaidiyyah,[9] menurut syhrastani para pengikut zaidiyyah inipun mulai keluar dari amir mereka dan banyak berbicara tentang Imamah[10] dan sebagian mereka mencela para Sahabat. Dan merekapun terbagi menjadi tiga kelompok yaitu pertama al jarudiyyah,yang kedua as sulaimaniyyah, dan yang ketiga al butriyyah.. Almasudi dalam bukunya muruj azzahbi menyebutkan bahwa para penulis buku perbandingan agama seperti muhammad bin harun al warrak ia membagi zaidiyyah menjadi delapan bagian. Imam abu hasan al asyari menyebutkan dalam bukunya maqalat Islamiyyin bahwa zaidiyya terbagi menjadi enam kelompok. Didalam farqu baina firaq senada dengan asyarstani al bagdadi menyebutkan bahwa kelompok az zaidiyyah terbagi menjadi tiga kelompok.

a.      Al Jarudiyyah . mereka adalah pengikut Abi Jarud. Kelompok ini beranggapan bahwa Rasulullah Saw memberikan nas berupa sifat tampa nama kepada Ali untuk menjadi Amirul Mukminin. Dan kelompok ini beranggapan bahwa para Sahabat telah kafir karena mereka tidak membait Ali Ra. Dan mereka berkata juga bahwa kehkAlifaan setelah Ali adalah hasan dan setelah itu saudaranya Husain. Dan dalam masalah Imam Mahdi mereka terpecah menjadi dua golongan yang pertama, mereka menunggu Muhammad bin qasim bin Ali bin Umar bin Husain, dan mereka tidak mempercayai kematiannya. Kelompok kedua mereka menunggu Muhammad bin Umar yang keluar kekufah dan merekapun tak mempercayai kematian mereka.[11]Al bagdadi di akhir tulisannya mengatakan bahwa mengkafirkan mereka adalah wajib, karena mereka mengkafirkan Sahabat.[12]

b.      As Sulaimaniyyah. Mereka adalah pengikut Sulaiman Bin Jarir Az Zaidiy. Kelompok ini mengatakan bahwa pengangkatan Khalifah haruslah lewat musyawarah dan kelompok ini membolehkan mengangkat Imam yang di utamakan, dan mereka mengakui kekhalifaan Abu Bakar dan Umar, akan tetapi pendiri dari kelompok ini sulaiman bin jarir mengkafirkan Utsman bin affan Ra, dan ahlussunnahpun mengkafirkan Sulaiman karena ia mengkafirkan Usman, dan menurut kelompok ini ummat telah melakukan kesalahan dikarenakan mereka mengangkat Umar dan Abu Bakar sebagai Khalifah padahal yang lebih utama adalah Imam Ali Ra, tetapi kesalahan ini menurut mereka tidaklah membuat mereka menjadi kafir.[13]

c.       Al Butriyyah kelompok ini mempunyai dua pimpinan salah satu diantaranya adalah Hasan Bis Shalih Bin Hay. Pandangan kelompok ini hamper mirip dengan kelompok sulaiman bin jarir, hanya saja kelompok ini mereka tidak berbicara panjang lebar tentang Utsman Ra. Dan kelompok ini menurut al bagdadi sangatlah dekat dengan ahlu Assunnah. Imam muslim dalam musnad sahihnya menerima periwayatan Hasan Bin Salih Al Hay.[14]

Dari ketiga kelompok zaidiyyah ini mereka sAling mengkafirkan satu dengan yang lainnya,Abdul Qahir mengatakan bahwa  Al Butriyyah dan As Sulaimaniyyah  dari Zaidiyyah mengkafirkan al jarudiyyah disebabkan mereka mengkafirkan kedua Sahabat Abu Bakar dan Umar Radiyallahu Anmhum. Dan Al jarudiyyah mengkafirkan As sulaimaniyyah dan Al Butriyyah karena mereka tidak mengkafirkan Abu Bakar dan Umar[15].

 

B . Al kaisaniyyah .

 

mereka adalah pengikut Mukhtar Bin Abi Ubaid Atsaqafi, Menurut pendapat sekte ini yang berhak menjadi Khalifah setelah Imam Ali adalah Muhammad bin hanafiyyahdan menurut mereka Muhammad bin hanafiyyah menerima wasiat dari bapaknya Ali Ra. Pendapat lain mengatakan bahwa pucuk kepemimpinan setelah Imam Ali adalah hasan, kemudian Husain, kemudian Muhammad bin hanafiyyah[16] Dan juga menurt kelompok ini tak satupun dari ahlul baitnya yang bisa menghidar darinya dan keluar selain mendapatkan izin dari Muhammad bin hanafiyyah.[17] Diriwayatkan bahwa keluarnya Imam hasan berperang melawan Muawiyah Ra adalah perintah dari Muhammad bin hanafiyyah begitu pula Imam Husain yang berperang melawan yazid itu dengan izin Muhammad bin hanafiyyah. Bahkan menurut kelompok ini yang berani berpAling dan tidak sependapat dengan ibnu hanafiyyah maka ia kafir.[18]kelompok ini terbagi menjadi empat bagian : Al Mukhtariyah, Al Hasyimiyyah, Al Bayaniyyah dan yang terakhir Ar Rizamiyyah.

 

C.  Imamiyyah

kelompok ini adalah kelompok Syiah yang terbesar dan gerakannya masih ada sampai sekarang kita bisa mendapati kelompok ini di sebagian besar iran dan irak begitu pula sebagian Pakistan dan mazhab ini telah tersebar di Negara-negara Islam lainnya. Penisbahan nama Imamiyah menurut abu Zahra bahwa mereka berkeyakinan bahwa Imamah tidaklah diketahui dengan dengan sifatnya tetapi Nabi langsung menunjuk langsung Imam tersebut , pendapat ini sangat bertentangan dengan pendapat zaid bin Ali. Menurut kesepakatan mereka bahwa Rasulullah memberikan wasiat langsung kepada Imam Ali Ra dengan nash yang jelas dan zahir untuk menggantikannya ketika ia nantinya meninggal dunia.dan mereka beristinbat dengan dAlil-dAlil dari nash yang sharih seperti kisah gadir khum dan masih banyak lagi argument-argumen yang mereka gunakan untuk menguatkan pendapatnya.[19]

            Setelah mereka sepakat bahwa Nabi Saw memberikan mandat kepada Imam Ali untuk menjadi Khalifah, maka kelompok inipun sepakat bahwa Imam Ali mewasiatkan kepemimpinan kepada anak-anak Fatimah, hasan dan Husain Radiyallahu Anmhuma[20]. Kelompok Imamiyah ini sepakat mengangkat mereka berdua menjadi Khalifah setelah Imam Ali Ra. kemudian merekapun berbeda pendapat setelah meninggalnya Imam Husain, bahkan menurt syarastani perbedaan itu mencapi tujuh puluh kelompok [21]dan tujuh puluh itu yang terbesar Cuma dua kelompok , yang pertama itsna asyariyyah dan kelompok ismailiyyah.[22] 

Ustaz Al Asfariyny menjelaskan secara global pendapat asyari tentang kelompok ini ia mengatakan bahwa golongan Imamiyah beranggapan bahwa Al Quran yang ada sekarang ini telah terjadi penambahan dan pengurangan oleh Sahabat. Dan mereka juga beranggapan bahwa saat sekarang ini mereka tak lagi berpegang kepada Al Qurandan begitu pula khabar yang datangnya dari Nabi Saw,dan juga syariat yang ada ditangan kaum muslimin sekarnag, karena mereka menunggu al mahdi yang akan keluar dan mengajarkan kepada mereka syariat.[23]

            Al Bagdadi menyebutkan dalam bukunya bahwa kelompok ini terbagi menjadi lima belas cabang yaitu : Al Kamiliyyah, Al Muhammadiyyah, Al Baqiriyyah, An Nawusiyyah, As Syamaytiyyah, Al Ammariyyah, Ismailiyyah, Al Mubarakiyyah, Al Musuwiyyah, Al Qatiyyah, Itsna Asyariyyah, Al Hasyimiyyah, Az Aurariyyah, Al Yunusiyyahdan Asyaitaniyyah.[24]

 

 



[1] Al farqu bainal firak hal 30, oleh, Imam abu mansur abdul qahir bin tahir bin muhammad al bagdadi.

[2] Lihat milal wa nihal, jilid 1 hal: 155 oleh abi al fattah bin abdul karim asyharastani

[3] Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 152.

[4] Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 153. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar

[5] Tarikh mazahib Islamiyyah hal: 46 oleh, Imam Muhammad abu Zahra.

[6] Lihat milal wa nihal, jilid 1 hal: 163 oleh abi al fattah bin abdul karim asyharastani

[7] Lihat thabakat Muktazilah hal26 olehahmad bin yahya al muratadha.

[8] Ibid hal 154.

[9] milal wa nihal, jilid 1 hal: 165 oleh abi al fattah bin abdul karim asyharastani

[10] Imamatul mafdhul.

[11] Al farqu bainal firak hal 31, oleh, Imam abu mansur abdul qahir bin tahir bin muhammad al bagdadi

[12] Ibid hal 32

[13] Ibid.

[14] Ibid.

[15] Ibid hal : 33

[16] Al firaq al kalamiyyah al Islamiyyah madkhal wa dirasah, hal149 oleh DR Ali abdul Fattah.

[17] Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 147. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar

[18] ibid

[19] Tarikh mazahib Islamiyyah hal: 47 oleh, Imam Muhammad abu Zahra

[20] Ibid hal 48.

[21] milal wa nihal, jilid 1 hal: 172 oleh abi al fattah bin abdul karim asyharastani

[22] Tarikh mazahib Islamiyyah hal: 47 oleh, Imam Muhammad abu Zahra

[23] Al firaq al kalamiyyah al Islamiyyah madkhal wa dirasah, hal148 oleh DR Ali abdul Fattah

[24] Al farqu bainal firak hal 46, oleh, Imam abu mansur abdul qahir bin tahir bin muhammad al bagdadi

Syiah, Perkembangan dan Akidahnya (Sebuah Pengantar) Bag 1


Muqaddimah. 

Kalau kita ingin melakukan Riset atawa Pengkajian tentang kelompok-kolompok dan Aliran dalam Islam (firaq al Islamiyyah) sesungguhnya tidaklah terlalu begitu sulit dikarenakan sejarah kemunculan antara satu dan lainnya akan saling berhubungan dan bermuara pada satu hulu, oleh karenanya seorang pengkaji seyogianya memulai risetnya dari akar permasalahan agar bisa melihat dengan jelas hipotesa yang ia kaji dan mengambil titik terang dari permasalahan. 

Seperti yang dilakukan oleh  ulama-ulama klasik Islam kita  semisal  Imam Syahrastani ketika ia ingin memulai mengkaji sekte-sekte dalam Islam beliau memulainya dengan kejadian-kejadian besar dan perbedaan pendapat yang terjadi dikalangan Sahabat pada detik-detik kepergian dan pasca mangkatnya Nabi Muhammad Saw. Setidaknya beliau mencatat kurang lebih ada sekitar sepuluh kejadian penting dan bersejarah yang terjadi  pada akhir-akhir kepergian Rasul dan pasca kematiannya Saw di dalam bukunya.

Diantaranya adalah khilaf yang terjadi di kalangan Sahabat tentang berita kematian Nabi Saw. Sebagian Sahabat beranggapan seperti Umar bin Khattab  Ra. bahwa Nabi Saw. tidak meninggal dunia akan tetapi beliau diangkat oleh Allah kelangit sebagimana Allah mengangkat  Nabi isa As.  Kemudian khilaf yang terjadi selanjutnya adalah dimanakah Ra sulullah Saw di kubur, sebagian Sahabat dari kalangan Muhajirin menginginkan beliau dikubur di mekkah karena disanalah beliau dilahirkan dan juga tempat keluarga beliau berkumpul, akan tetapi panduduk madinah atau kaum Anshar lebih menginginkan beliau di kubur di madinah karena dimadinahlah tempat beliau berhijrah, ada juga sebagian kelompok menginginkan agar beliau di kubur di baitul maqdis, menurut mereka bahwa disanalah kebanyakan para Nabi-Nabi di kuburkan. Setelah mereka menyelesaikan permasalahan ini kemudian timbul pebedaan selanjutnya, siapakah yang menjadi pengganti Rasulullah Saw. sebagai Amirul Mukminin dan yang akan mengurus ummat Islam. Maka dalam hal ini kaum Muhajirin dan Anshar  sekAli lagi berbeda pendapat  kaum Ansharpun mengatakan kepada Muhajirin minna amir wa minkum amir[1].

Dan puncak dari khilaf dan fitnah terjadi pasca terbunuhnya Amirul Mukminin Utsman Ra. Dan itu berlangsung hingga diangkatnya Imam Ali Ra sebagai khalifah kaum muslimin yang ke empat, dipriode Amirul Mukminin Ali Ra  (setelah kaum muslimin sepakat mengangkat beliau ) ummul Mukminin Aisyah Ra begitu pula Talhah dan Zubair  Radiyallahu Anmhum meminta kepada Amirul Mukminin untuk memeja hijaukan pembunuh Utsman Ra, akan tetapi Amirul mukmin Ali Ra melihat belum waktunya untuk mengeksekusi pembunuh Utsman Ra disebabkan banyaknya fitnah yang terjadi di kalangan kaum muslimin pada waktu itu.[2] Hingga akhirnya kemudian terjadilah peperang amirul mukminin versus ummul mukmininyang disebut pertempuran Jamal, disebut perang Jamal karena Aisyah menggunakan Unta ketika peperangan. Setelah  masalah Amirul Mukminin dan Aisyah selesai, karena penghormatan amirul mukminin terhadap pujaan hati rasulullah ibu kaum musliminpun di pulangkan ke Mekkah namun timbul masalah baru di negri Syam salah seorang Sahabat Nabi menolak untuk membaiat Imam Ali Ra sebelum kasus pembunuh sepupunya Usman Ra di selesaikan akhirnya karena tidak terjadi kesepakatan dan racun fitnah semakin mejalar akhirnya Imam Ali Ra melakukan penyergapan terhadap Muawiyah Ra dan terjadilah kontak senjata dan perang saudara yang perang ini lebih di kenal dengan perang Siffin, pada waktu perang sedang berkecamuk salah satu dari mereka mengangkat kalam tuhan di ujung tombak, dalam artian mereka menginginkan tahkim dengan Al Quran dan Imam Ali Ra setuju maka terjadilah tahkim antara Muawiyah dan Imam Ali Radiyallahu Anmhuma, akan tetapi tahkim dengan kelompok bughat ini tidaklah diterima oleh jumhur kelompok  Ali Ra akhirnya kelompok Imam Ali terbagi menjadi dua bagian, kelompok yang menolak tahkim dan akhirnya keluar dari barisan Imam Ali mereka ini disebut dengan Al Hururiyyah  atawa lebih dikenal dengan Khawarij sementara yang tetap bersama dengan Imam Ali di sebut dengan Syiah.

 

1.    Syiah, Riwayat kemunculan dan perkembangannya

 

A.    A.Sejarah munculnya sekte Syiah.

 

Para pengkaji sejarah Islam berbeda pandangan tentang asal usul Aliran ini dalam hal ini setidaknya ada lima pendapat yang dianggap masyhur mengenai asal usul kelompok ini.

 

Pendapat yang pertama : pendapat ini datangnya tidak sedikit dari kelompok Syiah, mereka beanggapan bahwa kemunculan Syiah telah ada pada priode Rasulullah Saw masih hidup bahkan mereka mengira bahwa Rasulullahlah yang mengproklamirkan Aliran ini kepada kaum muslimin. Hasan Al Sirazi mengatakan bahwa Islam adalah Syiah dan Syiah adalah Islam, kemudian ia menabahkan Islam dan Syiah adalah dua nama yang sama dan hakikatnya adalah satu yang diturunkan oleh Allah dan di sebarluaskan oleh Rasulullah Saw.

Pendapat yang kedua : pendapat yang mengklaim bahwa kemunculan Syiah padawaktu perang Jamal ketika pasukan Imam Ali ra berhadapan dengan pasukan talhah dan zubair Radiyallahu Anmhuma. Ibnu Nadim mengatakan bahwa orang-orang yang bersama dengan Amirul Mukminin Ali ra dan pengikutnya disebut nama Syiah pada waktu itu.

Pendapat yang ketiga : mengatakan bahwa kemunculan Syiah berawal pada perang Siffin, dimana Imam Ali ra menerima untuk bertahkim yang pada akhirnya sebagian pasukan Imam Ali Ra menolak tahkim tersebut dan merekapun disebut Khawarij dan yang tetap bersama dengan Khalifah disebut dengan Syiah. Pendapat ini di aminkan oleh sebagian ulama Syiah seperti Khawansari, Abu Hamzah dan Abu hatim begitu pula dikalangan sunni seperti Ibnu Hazam dan Ahmad Amin.

Pendapat yang keempat : pendapat ini melihat bahwa kemunculan Syiah berawal setelah terbunuhnya Imam Husain, pendapat ini di lontarkan salah seorang pemikir Syiah Kamil Mustofa Asyibi.

Pendapat yang kelima : pendapat ini melihat bahwa kemunculan Syiah sudah  mulai ada pada akhir masa kepemerintahan Amirul Mukminin Utsman Ra dan terus ber thatawwur dan menjadi kuat dizaman Ali Ra[3].

Dari kelima pendapat ini pendapat yang kami sebutkan tadi pendapat yang dipandang masyhur dikalangan sejarawan adalah pendapat yang ke tiga bahwa kemunculan sekte ini dimulai setelah padawaktu peperangan siffin dan berlanjut hingga ke peperangan Nahrwan dan setelah itu pemikiran dari kelompok pendukung Ali semakin berevolusi sedikit demi sedikit.

 

B.    B. Marhalah perkembangan pemikiran Syiah.

 

Pengikut Imam Ali Ra dalam hal ini Syiah pada masa masa pemerintahnnya atawa pasca fitnah sebagian besarnya tidaklah seperti Syiah yang datang setelahnya, pemahaman Syiah di awal masa pemerintahan beliau hanyalah sekedar nama dan pengikut Imam Ali yang pemahaman mereka tak jauh berbeda dengan para Sahabat yang lain, dan kebanyakan para Sahabat dan Tabiin mereka sepakat melihat bahwa Imam Ali  memang berhak untuk menjadi Khalifah setelah Utsman daripada Muawiyah dan semua manusiapun pada waktu itu ijma’ untuk mengangkat Imam Ali menjadi Khalifah. hatta Muawiyah Ra sendiri pun mengatakan dan mengakui bahwa yang berhak menjadi Khalifah setelah ustman adalah Ali Ra[4].  Oleh karenanya Syiah pada mula –mulanya adalah para pengikut Imam Ali yang se-ide dengan beliau yang berpemahaman kepada Al Quran dan Assunnah yang tidak pernah mengkafirkan Sahabat Sahabat yang lain, bahkan beliau menindak keras bagi siapa yang merendahkan dan menghina Sahabat yang lain. Olehkarenanya Syiah di marhalah ini merupakan fase mu’tadilin yang dimana tokoh-tokohnya semisal Abu Aswad Addauli,Abu Said Yahya Bin Ya’mar, Salim Bin Abi Hafsah, Abdul Ar Razik salah seorang penulis hadits, Ibnu Saqit, dan Harits Bin Qays salah seorang  Sahabat dan murid Abdullah bin Masud Ra. Yang kesemua nya ini Berpijak kepada Masdarain Al Quran dan As Sunnah..

Disisi lain ada juga kelompok-kelompok Syiah kecil yang ingin mencoba melakukan revolusi pemikiran kaum Syiah Mutadilin dengan melakukan intrepretasi yang salah terhadap kejadian yang terjadi, Ibnu Khaldun mengatakan kaum syiah membuat riwayat-riwayat yang palsu dan menafsirkannya dengan intrepretasi yang sesat[5]. maka muncullah gerakan-gerakan seperti As Sabaiyyah yang di pelopori oleh Abdullah bin Saba’ yang mencoba membangkitkan rasa ghulu kepada Imam Ali dan menghina para Sahabat bahkan mengkafirkan mereka kecuali segelintir dari mereka seperti Salman Alfarisi, Abu Zar, Miqdad, Ammar Bin Yasir dan Huzifah. Dan juga mereka mengangkat kisah gadhir khum dan mengkafirkan orang-orang yang hadir disana dan mereka menuduh bahwa mereka telah murtad dikarenakan tidak menjalankan wasiat dari Rasulullah Saw, dan puncaknya mereka mengangkat Ali sebagai tuhan[6].

            Pada mulanya gerakan ini sempat di kecam oleh imam Ali Ra. kemudian para tokohnya seperti Abdullah bin Saba ditangkap lalu kemudian disuruh untuk bertaubat kemudian ia enggan untuk bertaubat maka Imam Ali Ra pun membakarnya. Kisah inipun dibenarkan oleh ulama-ulama Syiah seperti dalam kitab al kafi[7] oleh Al Qulaini,jilid 1/545, Ilal Asyarai’ oleh Asaduq, Al Khisal hal 638, At Tusi dalam tahzib alahkam jilid2/322. Dan masih banyak lagi buku-buku dari kalangan Syiah yang membenarkan kisah ini.[8] Dalam riwayat lain di sebutkan bahwa Imam Ali tidak membakar Abdullah bin Saba’ hanya memerintahkan ia untuk bertobat. Ada juga riwayat berkata bahwa pengikraran Abdullah bin Saba tentang uluhiyah Imam Ali bukan pada waktu  Imam Ali hidup tetapi setelah Imam Ali meninggal[9].

Sekalipun riwayat ini masih simpang siur akan tetapi para ulama sepakat bahwa tokoh Abdullah bin Saba yang memulai fitnah dikalangan pengikut Ali Ra bukanlah tokoh fiktif sebagai mana yang di dengung-dengungkan oleh orientalis dan sebagian ummat Islam termasuk syiah. Abdullah Bin Saba adalah tokoh nyata dan dia adalah tokoh yahudi yang sengaja masuk Islam dan menyebarkan banyak fitnah dikalangan ummat Islam[10].  


[1] Lihat milal wa nihal, jilid 1 hal: 31 oleh abi al fattah bin abdul karim asyharastani.

[2] Hukbatu minattarikh hal :117 oleh Utsman bin muhammad al khamis.

[3] Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 132. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar

[4] Hukbatu minattarikh hal :119 oleh Utsman bin muhammad al khamis.

[5] Al firaq al kalamiyyah al Islamiyyah madkhal wa dirasah, hal138 oleh DR Ali abdul Fattah

[6] Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 132. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar

[7] Al kafi adalah buku hadits terpercaya di kalangan Syiah kedudukan al kafi setingkat dengan sahih bukhari di kalangan sunni.

[8] Lihat ma’a itsna asyariyyah fi al suhul wal furu’, hal 14 oleh prof Dr ahmad as salus.

[9] Dirasat fi al firaq al Islamiyyah hal 143. Oleh kumpulan ulama aqidah di al azhar

[10] ma’a itsna asyariyyah fi al suhul wal furu’, hal 13 oleh prof Dr ahmad as salus